7 | hujan di malam hari

54 53 8
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ia berdiri tepat di depan sebuah bangunan mendongakkan kepalanya menatap jam dinding yang berukuran sedang terpampang jelas di sana.

Kemudian menundukkan kepalanya menatap uang yang ada di tangannya saat ini. Sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan uang lebih banyak. Namun kali ini usaha benar-benar menghianati hasil seorang Gerald.

Ia hanya mendapatkan uang sebanyak lima belas ribu rupiah. Gerald bersyukur akan hal itu, namun apakah Devan akan senang melihat dirinya hanya mendapatkan uang yang tak seberapa dalam keinginan sang ayahnya?

Kakinya mulai terasa nyeri lagi. Perih dan juga rasa sakit kini mulai semakin kuat. Membuat sang pemilik berjalan tertatih-tatih menuju kursi kosong dekat pohon apel yang ada di sebelah kiri menuju parkiran.

Selepas duduk di kursi ia meluruskan kakinya. Gerald hanya bisa menggeram kesakitan. Ingin sekali berteriak sebab sakit yang luar biasa di pergelangan kakinya menyerang.

"Agh, sa-sakit bundaa ...," Lirihnya terpejam seraya mencengkram kuat kaki kanannya.

Menahannya sekuat tenaga sampai membuatnya meneteskan air mata tanpa ia sadari. Tangannya yang satu pun ikut terkepal kuat memegang uang yang ia dapatkan setelah membantu pak Didi menjadi kang parkir tak jauh dari tempat duduknya sekarang.

Hari ini adalah hari pembuka acara expo. Banyak sekali orang yang berdatangan dari berbagai kota hanya untuk ke acara yang di selenggarakan. Banyak wahana permainan dan juga berbagai macam makanan.

Tentunya jalanan sedikit padat dan terhambat. Gerald selalu berusaha keras tersenyum kepada orang-orang yang memintanya memarkirkan kendaraan. Tak jarang dari mereka ada yang marah-marah karena Gerald lambat mengambil kendaraan.

Laki-laki itu hanya bisa tersenyum kecil, sebab ia sudah berusaha untuk mengeluarkan kendaraan yang terhimpit dengan rapi di tengah banyaknya kendaraan yang lain.

"Bunda, Gerald mau pulang. Jemput Gerald ...," Ucapnya lagi, namun kali ini terdengar isakan kecil.

"Bunda ... Kalau Gerald nyusul bunda, boleh? Gerald udah ga kuat. Ayah memaksa Gerald bekerja, padahal Gerald udah bilang kalau kaki Gerald sakit. T-tapiii ayah ga peduli."

"Bunda kenapa ninggalin Gerald? Gerald salah apa sama bunda? Kalau bisa memilih, Gerald ga mau dilahirkan. Biar bunda bisa hidup di sini, sama ayah. Maafin Gerald, ya, bunda? Gara-gara Gerald bunda jadi ninggalin ayah."

Air matanya menyatu dengan guyuran hujan saat ini. Gerald tak bergeming, ia masih setia duduk di sana menikmati malam yang dinginnya air hujan. Udara yang sejuk pun menerpa tubuhnya dengan kasar.

Dedaunan pohon apel pun ikut mengikuti arus angin sesuka hati tanpa peduli. Laki-laki bertubuh bongsor itu terus saja menangis, sebab ia sudah lelah berada di dunia fana yang tidak pernah membuatnya beristirahat dengan tenang.

Gerald vernando | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang