.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
¹"GIBRAN! BERISIK KAMU! KECILIN MUSIK NYA!!" Teriak sang ibunda yang membuat Gibran-putra tunggal nya- memutar bola mata nya malas.
"IYA BUN!" Balas Gibran. Gibran berjalan menuju kasur nya, mengambil handphone nya, lalu mengecilkan Volume dari handphone nya.
Merasa suara nya sudah tak terlalu bising. Gibran melempar handphone nya di atas kasur. Gibran berjalan kembali ke arah nakas, mengambil speaker milik nya yang berukuran sedang lalu membawa nya untuk ia taruh di atas wastafel kamar mandi.
Gibran kembali keluar kamar mandi, mengambil handuk lalu kembali berjalan menuju kamar mandi.
Kedua sudut bibir Gibran terangkat, senyuman nya mengembang, hari ini adalah hari spesial untuk nya.
Karna apa? Hari ini ia akan menjadi seorang Mahasiswa. Senyuman nya terukir indah, masa masa yang menyulitkan pun akan ia hadapi.
Lima menit berlalu. Tangan Gibran terangkat mengambil handuk. Dirinya tidak memerlukan waktu yang lama untuk mandi. Lima menit, waktu yang cukup untuk seorang lelaki menghabiskan waktu nya untuk membersihkan diri. Tentu saja berbeda dengan wanita yang bahkan dengan waktu satu jam pun tak cukup-walaupun tidak semua wanita.
Mulut Gibran bergerak, menyanyikan lagu yang sedang di putar speaker yang ia taruh di dekat wastafel. Tangan nya bergerak mengeringkan rambut dengan handuk kecil yang ia pegang.
Kening Gibran sedikit mengerut. Menatap speaker nya yang tiba tiba berhenti memutarkan lagu.
Tunggu sebentar-
"Salah..."
Gibran semakin mengerutkan kening nya. Suara siapa itu? Rasa nya tidak ada nada dering telepon, lagi pula diri nya tidak mengangkat telepon dari siapa pun.
"Memang nya salah kalau Gue ngikutin alur ya?"
"Bukan nya ini memang takdir yang tertulis buat Gue?"
"Tapi kenapa..? Kenapa semua orang mandang Gue seolah olah Gue yang ngerencanain takdir-yang bahkan Gue pun gak tau."
"Hahha."
Bulu kuduk Gibran merinding. Jelas terdengar bahwa seseorang itu tertawa-menyedihkan?
"Maaf. Maafin Gue yang nggak bisa jadi panutan yang baik."
"Satu hal yang harus Lo semua tau, Gue sayang sama Lo semua."
"Maafin abang."
Gibran menatap horor speaker. Setiap kalimat yang di keluar kan dari speaker, semua itu-
"Anjrit! Itu bukan nya kata kata yang Gue baca di Novel kemarin? Kata kata nya si-sshh!"
Gibran yang sedang menatap diri nya di pantulan cermin pun langsung menutup mata, cahaya lampu kamar mandi nya terlalu terang. Membuat Gibran yang hanya tak sengaja memandang nya sekilas, pun merasa kesilauan.
Mata nya masih sulit untuk terbuka. Gibran masih setia dengan kedua telapak tangan yang menutupi kedua mata nya.
Merasa cahaya lampu nya sudah tidak terlalu terang, perlahan tangan Gibran yang menutupi kedua mata nya turun. Salah satu mata Gibran terbuka sedikit. Mewaspadai jika cahaya lampu kamar mandi nya memang benar sudah tidak terlalu terang.
Perlahan kedua mata Gibran terbuka.
Satu detik.
Dua detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI BOY | ✔
Teen FictionGibran terus mengumpat dalam hati. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa diri nya yang baru selesai membersih kan diri tiba tiba berada di raga orang yang sama sekali tak ia kenal. Tidak ada kecelakaan, Tidak ada kata Tertidur, Tidak ada kata pingsan, Tid...