4. Javegas

324 208 235
                                    


"Bertahan, jangan mati!"


-HAPPY READING-






Vano, ya, Atheo Zergan Gevano. Remaja itu yang saat ini tengah menolong Razka dan Zella. Entah dari mana asalnya cowok itu hingga bisa ada ditempat ini. Yang jelas hal itu membuat Zella dan Razka bersyukur, kini keduanya ada yang menolong.

Vano memandang musuhnya dengan tatapan mematikan, urat-urat dilehernya tercetak sangat jelas. Tangannya pun masih mengepal sangat keras. Ia sangat puas menghajar habis-habisan musuhnya, sudah cukup lama ia tak berurusan dengan Alden, ketua geng Black blood. Musuh bebuyutan Vano, juga geng Javegas. Kedua geng itu sudah lama saling berseteru, dan tak ada tanda-tanda berdamai.

Seragam yang dikenakan cowok itu sudah berantakan tak karuan, baju tak di kancing hingga menampakkan kaos berwarna hitam yang menempel pada tubuh atletisnya, dasi tak terpasang di tempat semestinya, rambut acak-acakan, sangat menggambarkan seorang bad boy. Tetapi walau begitu tak mengurangi kadar ketampanannya, dan malah terlihat sangat wow bagi siapapun yang melihatnya.

"Pecundang!" Desis Vano sangat tajam.

"Tunggu permainan selanjutnya, Vano..." Kata Alden sambil menekan kata 'Vano'. Setelahnya ketua geng Black blood itu menjauh dari dari Vano, tak terkecuali Zella dan Razka.

Melihat kepergian cowok yang baru menghajarnya tadi, Razka tersenyum mengejek. Bukan, bukan mengejek karena ia baru mengalahkan Alden, tetapi tersenyum mengejek karena Alden pergi dengan kekalahannya, ya walau bukan dirinya yang mengalahkannya.

Razka bangkit dari posisinya, cowok itu mulai mendekati Vano. Ia tersenyum simpul, jika tak ada Vano entahlah apa yang akan terjadi setelahnya.

"Thanks, bang." Ucap Razka melalukan tos ala cowok-cowok dengan Vano.

"Santai." Jawab Vano, setelahnya cowok itu pergi meninggalkan tempat itu tanpa sepatah kata. Motornya yang terparkir tak jauh dari sana mulai ia dekati, setelah ia menaiki kuda besi miliknya dan tak lupa memakai helm full face, ia segera menancap gas dan mulai membelah jalanan ibukota pada sore ini.

"Raz." Panggil Zella mendekati Razka. Muka Razka begitu menyeramkan, luka luka yang terpatri di wajahnya sungguh membuat gadis itu ngilu. Bahkan sampai bibir sebelah kirinya robek hingga mengeluarkan darah yang mulai mengering.

"Ya? Kenapa?" Jawab Razka mengernyitkan dahinya.

"Luka, lo?" Tanya Zella dengan suara kecil, telunjuknya ia gunakan untuk menunjuk wajah Razka yang bonyok akibat ulah Alden.

"Nggak papa, luka biasa." Balas Razka tersenyum tipis, sangat tipis. Hingga nyaris tak terlihat.

"Luka kayak gini nggak sebanding sama luka yang orang tua gue beri, Zel." Batin Razka berkata.

°•°•°•°

Hari sudah cukup sore, cuaca saat ini pun cukup tak mendukung. Awan-awan hitam menghiasi langit diatas sana, angin juga berhembus cukup kencang, menerbangkan ranting-ranting pohon yang ada disana.

Dua remaja baru saja sampai di depan pelataran rumah gadis yang saat ini tengah mengenakan cardigan berwarna biru. setelah berjam-jam waktunya ia gunakan untuk belajar dan belajar di sekolah barunya, akhirnya ia bisa pulang dan beristirahat di kasur kesayangan. Ah, ia lupa jika hal itu mungkin tak akan dilakukannya, mengingat ibunya yang selalu menuntutnya untuk terus belajar, agar mendapatkan nilai yang memuaskan.

CerebretoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang