12. Merasa Bersalah

74 14 5
                                    

"nggak usah mencintai terlalu dalam, inget lo pendek, nanti tenggelam yang ada" -Aksel Arkana Lergan


Happy reading

Brak!

Pintu yang sudah terlihat usang terbuka begitu lebar menampakkan sosok pemuda yang bertubuh atletis. Semua pasang mata yang ada di seluruh ruangan mengarah padanya. Pemuda itu berjalan pelan memasuki ruangan, ada gejolak amarah yang membara dalam dadanya. Ia berjalan perlahan ke dalam ruangan itu, bau lembab perlahan menusuk indera penciumannya. Tangannya mengepal, napasnya naik turun menahan amarah. Mata elangnya menghunus tajam, siapapun yang melihatnya dipastikan akan menciut begitu saja.

Prok!

Prok!

"Dateng juga lo?" Suara itu mengisi keheningan ruangan ini. Aura bengis terlihat pada dirinya, ia tersenyum angkuh karena target yang ditunggu-tunggunya akhirnya datang juga.

"Cih!" Decih pemuda tadi. Dirinya benar-benar muak berada di sini, ingin rasanya ia cepat-cepat menghajar orang yang ada di depannya ini.

"Lepasin cewek itu!" suruh pemuda tadi mutlak.

"Vano, Vano. Nyantai dululah, nggak usah buru-buru," ucap Alden meremehkan. Ya, orang itu Alden. Ketua Black Blood, musuh bebuyutan Javegas.

Mendengar ucapan Alden lantas Vano menyeringai. Ternyata orang itu masih mau main-main dengannya setelah kekalahannya.

"Masih mau main-main lo?" tanya Vano tersirat kebencian.

"Hm, mungkin. Hahaha!" tawa Alden merambat ke penjuru ruangan. Dirinya sudah terlihat seperti peran antagonis di film-film.

Vano maju satu langkah, ia menatap Alden dengan sorot kebencian. Ia tersenyum miring layaknya pyscopat. Jari jemarinya bergerak dengan secepat kilat menarik kerah baju Alden. Dengan hanya sekali dorongan tubuh Alden sedikit limbung ke belakang.

"Cih! Cuma segitu?" kata Alden menantang.

"Oke. Gue bisa aja lepasin cewek nggak berguna itu, tadi dengan syarat lo harus serahin geng lo itu ke tangan gue," final Alden pada akhirnya.

Mendengar penuturan Alden, tanpa sadar kedua tangan Vano mengepal. Emosinya memuncak, ia menggerakkan gigi gerahamnya menahan hasrat untuk menghajar Alden saat itu juga.

"Sayangnya nggak semudah itu," tantang Vano.

"Cih!" decih Alden.

"Nggak usah main-main lo, Alden..." Desis Vano dengan aura bengisnya.

Bruk!

Hanya dengan sekali dorongan tubuh Alden terkapar di atas lantai yang kotor. Kaki Vano menginjak dada Alden, napasnya kembali memburu. Dengan sekali hentakan Alden terbatuk, dadanya terasa lumayan sakit. Namun ia tak tinggal diam, ia dengan cepat menyingkirkan kaki Vano yang berada di atas dadanya.

Bugh!

Pukulan telak Alden layangkan pada rahang Vano. Keduanya terus beradu, tak ada yang berniat berhenti.

Gadis berambut sepunggung yang menyaksikan perkelahian di depannya meringis ngilu, pasalnya kedua cowo itu sudah mulai berlumur darah. Namun, keduanya tak gentar untuk mengakhiri. Keduanya memang sama-sama kuat dan sama-sama mempunyai tingkat emosional yang tinggi, hingga tak heran jika berakhir seperti ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CerebretoniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang