Bab 8: 💦

193 21 0
                                    

Satu lagi yang membuktikan perasaannya selalu benar. Seokmin benar-benar datang menemuinya untuk mengembalikan payung. Jisoo ditemani oleh Jeonghan ketika menerima payung itu. Jisoo merasa canggung berada di sekitar lelaki itu. Seokmin memang tampak ingin memberitahu sesuatu, tapi urung.

Jeonghan malah terlihat akrab dengan Seokmin. Bahkan gadis itu membelikan sepotong roti cokelat untuk lelaki itu. Apa reaksi Seungcheol jika melihat pemandangan ini?

Sepertinya Seokmin sadar akan kehadirannya yang membuat Jisoo tidak nyaman, lelaki itu segera berpamitan setelah menerima roti dari Jeonghan dengan sopan.

"Kau lihat? Anak sepolos itu, sebaik itu. Apa yang kau takutkan, Hong? Sekarang jelaskan tentang keadaanmu yang basah kuyup ini," Jisoo menceritakan kronologinya. Kebodohannya hingga Chan mengira Soonyoung membulinya.

"Anak yang selalu menempeli Soonyoung itu maksudmu?" Jisoo tidak tahu informasi apapun tentang Chan.

"Lagi-lagi karena hujan," Keluh Jeonghan. "Hujan itu cuma air," Ucapnya kesal.

"Tsunami juga cuma air, Han," Jawab Jisoo tenang.

"Ya...ya gak gitu konsepnya,"

"Terserah, aku memang berbuat bodoh hari ini," Jisoo mengaku. Ia sadar dirinya begitu gegabah hari ini. Jeonghan sudah datang dengan tas Jisoo yang tertinggal di perpustakaan. Sudah menyusahkan orang, membuat khawatir, menyebalkan memang punya teman seperti Hong Jisoo.

Kepala gadis itu dilapisi handuk, tangannya memegang susu cokelat panas. " Oppa akan memarahiku kalau membawamu pulang seperti jemuran baru cuci begini, sudah kusut, basah pula," Jeonghan meneruskan omelannya.

"Benar, hari ini kau pulang lebih awal, aku mau pergi kencan dengan Choi Seungcheol nanti," Jisoo sih tidak masalah, asal teman-teman Dowoon sedang tidak di rumah, dengan begitu, Jisoo menghubungi Dowoon lebih dulu.

🔷🔷🔷

Keberuntungan tidak berpihak padanya, ia bertemu dengan Seokmin di halte. Walau merasa tidak nyaman dan waspada, Jisoo berusaha terlihat biasa, walau sulit mengetahui Seokmin sudah tahu ia dihindari.

"Kapan kau mengalami mimpi itu?" Tanya Jisoo ketika mereka sudah duduk di dalam bus. Mereka terpaksa duduk bersama karena tidak mengenal orang lain di bus ini.

"Sejak usia berapa yah? Lupa. Aku ingat itu kelas 9," Jawab Seokmin. Jisoo mengangguk. "Aku harus melakukannya, terima kasih, Seokmin, kau begitu baik selama kita mengenal di mimpi,"

Kalimat itu terdengar berbatas. Yah, terbatas mimpi saja. Seokmin tidak dianggap baik oleh Jisoo di dunia nyata. Seokmin tahu dirinya dihindari, tapi ia tidak mengerti alasannya. Bahkan karena sifat pemalunya itu, Seokmin menyampaikan perasaannya melalui Jeonghan. Sungguh, jauh di dalam hati Seokmin, ia ingin mimpi mereka benar-benar menjadi nyata. Ia ingin benar-benar bisa memberi sesuatu untuk Jisoo.

"Maafkan sifatku selama ini, mungkin karena penyesuaian. Selama ini aku tinggal di California, aku baru belajar bahasa Korea beberapa hari sebelum berkuliah," Jelas Jisoo. Seokmin tampak bingung.

"Um, Jisoo," Itu pertama kalinya Seokmin memanggil namanya secara langsung. "Aku baru belajar bahasa inggris ketika berkuliah. Aku tidak tahu bahasa inggris sama sekali," Sambung Seokmin.

Jisoo ikut bingung.

"Bahasa apa yang kita gunakan untuk komunikasi di mimpi?" Seokmin dan Jisoo bisa-bisanya mengucapkan pertanyaan yang sama persis, bahkan sampai bertatapan.

Seokmin tampak takjub, berbanding terbalik dengan Jisoo yang malah terlihat semakin takut. Aneh! Sungguh aneh!

"Jika kau tidak keberatan, kau bisa menggunakan jaketku, um, bagaimana mengatakannya yah," Seokmin tampak gelagapan. "Anu, aku pikir kau pasti kedinginan,"

CRYSTAL [Seoksoo GS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang