Sebutir kristal yang terbuat dari air mengubah kehidupan Hong Jisoo. Di mulai dari memimpikan sesosok lelaki, hingga bertemu secara langsung dan semuanya berubah mengerikan.
Jisoo memiliki ketakutan yang besar terhadap Lee Seokmin, lelaki misterius...
Jihoon terpaksa membeli kue sebelum mengunjungi Soonyoung malam ini. Gadis itu mendengar keluhan kekasihnya terhadap sikap polos Seokmin yang menemukan kue kecil di dalam laci.
Siapa yang kepikiran simpan kue di dalam laci? Hanya Chan! Omel Jihoon dalam hati. Sayangnya, Jihoon tidak suka membeli kue, gadis itu lebih memilih untuk membuatnya sendiri.
Ia dibantu oleh Jisoo, Sebenarnya Jihoon yang mengajak gadis itu. Kue yang mereka buat cukup mirip dengan yang Seungkwan buat, hanya saja mereka menggunakan warna langit malam yang sedikit biru. Menyesuaikan dengan suasana malam di musim dingin.
Jika pernah mendengar nama raindrop cake, itulah yang mereka buat. Tidak perlu waktu lama, hanya butuh bantuan freezer sehingga kue transparan itu menjadi terlihat menarik.
Karena tidak memiliki rasa, Jisoo menambahkan taburan berupa kacang tanah yang sudah mereka hancurkan namun tidak begitu halus agar masih bisa dikunyah.
Kue yang sederhana, namun begitu menyenangkan jika membuatnya untuk seseorang yang kau cintai. Pikir Jisoo. Apakah dia harus mengikuti saran Jihoon untuk berhenti membahas permata indah itu? Ah, Jisoo tidak bisa. Ia akan terus menerus dicap pembohong oleh Seokmin.
"Jihoon, ku dengar kau satu sekolah dengan Soonyoung dan teman-temannya sejak SMA, kan? Tapi kenapa kau baru terlihat bersama dengan Soonyoung setelah kuliah?" Tanya Jisoo ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju apartemen Seokmin.
"Sekolah kami besar sekali. Aku bahkan hanya mengenal Seungkwan. Oh iya, Seungkwan pernah mencintai Seokmin, lho," Jihoon terkikik. "Dulu dia sampai membelikan banyak hal untuk Seokmin, padahal dia di posisi perempuan. Sepertinya Seungkwan memiliki act of service untuk love language-nya,"
Jisoo tampak khawatir, sebab Seungkwan lebih dekat dengan Seokmin. Tapi Jihoon mengatakan bahwa sekarang mereka tidak lebih dari sekedar sahabat. Mungkin lebih dekat, saudara.
Soonyoung sudah menunggu mereka di depan gerbang. "Cepat, kebetulan Seokmin sedang bertengkar dengan Chan dan Seungkwan," Ajak Soonyoung.
"Jihoon duluanlah, buat keributan. Aku tidak bisa cepat karena kue ini mudah hancur," ucap Jisoo. Jihoon benar-benar jalan lebih dulu setelahnya bersama Soonyoung. Jisoo bisa mendengar teriakan dan omelan Seungkwan ketika pintu terbuka.
Jisoo benar-benar harus perlahan saat meniti tangga. Tersandung sedikit, retak sudah kuenya yang rapuh. Jisoo hanya membuat 6 buah, sesuai dengan jumlah mereka, sebab waktunya tidak cukup untuk membuat lebih, faktor kekurangan alat yang lengkap.
"Jangan di buka!" Pekik panik Seungkwan pada Chan yang mengancam. Ia sudah berada di depan lemari kecil di dapur. "Buka nanti saat tidak ada yang lain di sini, Chan!" Seungkwan masih panik. Entah mengapa suasananya menjadi terbalik, Seokmin duduk santai dan Seungkwan yang dijahili oleh Chan.
Oh, tidak. Rahasia terbesarnya! Pekik Seungkwan takut. "Tidak!" Teriak Seungkwan ketika Chan langsung membuka lemari itu. Bersamaan dengan itu Jisoo baru selesai meniti tangga, kini tinggal jalan lurus menuju ujung koridor, letak unit milik Seokmin.
Seisi lemari kecil itu penuh dengan foto Seokmin. Momen-momen lucu, menggemaskan, menyebalkan juga tersimpan semua. Chan mengeluarkan sesuatu dari sana. "Kau bahkan menyimpan permen pemberian Seokmin tiga tahun yang lalu. Apa lagi ini? Mangga? Sudah busuk!" Cerca Chan habis-habisan.
"I-itu...itu semua waktu aku masih suka pada Seokmin...itu semua kenangan," Ucap Seungkwan, kepalanya tertunduk, wajahnya merah. Soonyoung tertawa puas di sudut ruangan, Seokmin yang tercengang dan Jihoon yang menggelengkan kepalanya. "Segitu terobsesinya kau dulu," komentar Jihoon.
Jisoo yang tidak tahu cerita langsung masuk dengan gembira "Happy Birthday,"
Ucapan ceria itu langsung mencuri atensi, Jihoon yang peka langsung bertepuk tangan, begitupun dengan Seungkwan. Seokmin bingung, antara masih ingin menyelesaikan masalah atau menikmati pesta.
Jisoo merasa terganggu dengan aroma tidak sedap yang mengelilingi ruangan. Segera Soonyoung menutup pintu apartemen karena sadar mereka akan membuat keributan.
Chan meminta izin untuk membuang beberapa makanan busuk yang ada dalam lemari pusaka Seungkwan, sedang pemiliknya berusaha menahan Chan. "Memangnya mau diapakan lagi? Ini layak masuk tempat sampah!" Seru Chan emosi.
Tidak ingin merusak acara kejutan, Soonyoung mengambil alih kantong sampah di tangan Chan dan memasukkannya kembali ke dalam lemari Seungkwan. "Buang nanti setelah acara selesai, Chan," Peringat Soonyoung.
Mereka menikmati acara yang berubah hangat setelah peperangan itu.
Kue bening berwarna biru itu menjadi saksi keharmonisan persahabatan mereka malam ini, merayakan kebatalan Seokmin untuk pergi, sekaligus ulang tahun lelaki itu.
Karena kue itu bernama raindrop, Seokmin teringat tentang kutipan di buku yang Chan beli.
Mengingat permata dari partikel air memiliki ukuran yang begitu mungil, mungkin saja bagi Jisoo untuk menghilangkannya. Malam itu Seokmin melihat kejujuran terpancar di mata Jisoo. Ia tahu sekarang bahwa gadis pecinta hujan itu tidak berbohong.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🔷🔷🔷
Jisoo duduk sendiri di taman yang sunyi, di tengah bunga kosmos di sore hari. Ia memandangi batu topaz yang ada di pangkuannya. Batu itu tampak cantik dan berkilau, namun hatinya tidak lagi terpesona oleh keindahannya. Permata itu adalah hadiah terakhir yang diberikan Seokmin sebelum perpisahan mereka yang tak terduga. Permata biru di pangkuannya itu telah menjadi saksi bisu dari kisah cinta mereka yang singkat namun intens.
Seperti permata biru yang gemerlap, cinta mereka bertumbuh dan bersinar dengan kekuatan yang mempesona.
Namun tadir mempermainkan kebahagiaan mereka. Kecelakaan tragis merenggut nyawa Seokmin, meninggalkannya sendiri dengan hati yang hancur. Permata topaz itu menjadi satu-satunya benda yang tersisa untuk mengingatkannya akan cinta yang pernah mereka bagi.
Setiap kali memandang permata kebiruan itu, kenangan mereka terlintas di benarknya. Jisoo bisa merasakan kehangatan cinta mereka yang pernah berkembang, Air mata jatuh deras seperti hujan, mengalir di pipinya yang pucat. Permata ini telah menjadi simbol kesedihan yang tak terucap. Setiap kali menyentuh permata itu, ia bisa merasakan kehadiran Seokmin, ia dapat mendengar bisikan cinta mereka. Namun, rasa sakit tak pernah benar-benar hilang, seperti terjebak dalam hujan badai tanpa ada pelangi di ufuk mata.
Jisoo sadar bahwa ia harus tetap hidup, tetapi hatinya masih terjebak dalam waktu yang berhenti di masa lalu. Ada kekosongan yang mendalam, kehilangan yang tak terucap.
Malam berganti pagi, dia masih duduk di taman, membiarkan gaun emasnya dikotori tanah. Perempuan itu memeluk permatanya dengan erat. Dia harus belajar untuk melanjutkan langkahnya, cintanya untuk Seokmin akan selalu terukir abadi. Permata ini akan menjadi penjaga cinta mereka, mengingatkannya akan keindahan dan kesedihan yang pernah mereka alami.
Dalam kesedihan itu, Jisoo berjanji dalam hatinya untuk tetap menghormati cinta mereka, ia akan menjaga permata pemberian Seokmin ini dengan penuh kasih sayang, meski air mata dan luka masih menyertainya.
Ketika terbaung dari mimpinya, Jisoo merasakan pipinya basah. Mimpi! Itu semua mimpi! Jisoo melirik ke arah teman-temannya yang masih tertidur di ruang tamu Seungkwan. Jisoo bernapas lega ketika melihat gerakan naik turun di dada Seokmin, menandakan lelaki itu masih hidup. Mimpi itu menyadarkannya, betapa dalamnya perasaannya terhadap Lee Seokmin.