Choi Seungcheol, lelaki berkulit pucat dengan bibir merah seperti habis memakan darah, padahal alami. Mata bulat seperti boneka dengan iris hitam pekat. Herannya lelaki itu memiliki bulu mata yang panjang dan lentik seperti perempuan. Jisoo iri.
"Kenalkan, ini sahabatku, Hong Jisoo," Jeonghan memperkenalkan. Jisoo mengulurkan tangannya untuk menyapa Seungcheol, di balas oleh lelaki itu.
"Jadi kamu orang yang paling disayangi oleh Jeonghan? Dia menceritakan banyak hal tentangmu," Jisoo bisa menangkap binar genit di mata Seungcheol, membuatnya tidak nyaman dan segera melepas tautan tangan mereka.
"Ya, Jeonghan juga sering membicarakanmu," Balas Jisoo canggung. Selama hidupnya ia belum pernah merasa begitu aneh. Ia belum pernah merasa canggung pada siapapun. Mungkin karena kepribadiannya yang Extrovert.
Beberapa percakapan singkat lalu Seungcheol pamit setelah mengecup pipi Jeonghan. Jisoo memperhatikan rumah Jeonghan. Masih sama seperti belasan tahun silam. Hanya perabotnya yang berubah, namun rumah ini masih bisa Jisoo ingat.
Rumah kecil bertingkat dua. Ada dua kamar di atas dan satu ruang belajar di lantai atas. Jisoo ingat ruang belajar itu dulunya ruang bermain mereka. Di lantai bawah ada satu kamar lagi yang khusus untuk tamu, dapur, ruang tamu dan mini bar.
Nuansa segar dari warna biru yang dominan di setiap ruangan. Jisoo ingat bahwa ibu dari Jeonghan juga sangat menyukai warna biru.
"Hey, kau masih menyimpan ini?" Jisoo menyentuh gantungan awan putih dengan beberapa manik menggantung seperti hujan. Awan hujan ini adalah hadiah dari Jisoo untuk ulangtahun Jeonghan.
"Tentu aku menyimpannya, barang bagus tidak boleh dibuang," jelas Jeonghan. Jisoo merasa berempati pada Jeonghan, mengingat masa kecil sahabatnya itu cukup kelam. Adik Jeonghan, Yoon Sanha pernah di culik, tidak diketahui hingga saat ini keberadaannya, sedang kakak laki-lakinya kabur dari rumah pada saat Jeonghan masih berusia 7 tahun. Kakaknya berdebat dengan sang ayah dan memutuskan untuk pergi. Jeonghan bilang karena ia penyebab Sanha diculik.Karena rasa bersalahnya, ayah Jeonghan meninggal karena depresi, kehilangan dua puteranya dalam waktu dekat. Inilah mengapa Jisoo merasakan sesak yang amat sangat ketika menatap Jeonghan yang ceria. Sebanyak apa gadis itu menangis sendirian selama ini?
"Ish, kan! Nangis lagi! Yah sudah, beres-beres sana, besok kau harus hadir di pemakaman. Kau bisa melihat eomma untuk terakhir,"
Jeonghan tampak enteng saja berbicara, Jisoo yang bisa merasakan kepedihan itu. "Kau tidak perlu pelukan?" Tanya Jisoo.
Jeonghan datang memeluknya. "Eomma berpesan padamu, jangan tangisi dia. Eomma sudah lepas dari belenggu rasa sakit. Kita pasti bersedih, tapi aku percaya, satu saat aku masih bisa bertemu lagi. Aku tidak takut," Jisoo bisa merasakan Jeonghan menghela napas, gadis itu juga pasti merasa sedih, dalam, namun demi ibunya, Jeonghan terlihat baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
CRYSTAL [Seoksoo GS]
FanfictionSebutir kristal yang terbuat dari air mengubah kehidupan Hong Jisoo. Di mulai dari memimpikan sesosok lelaki, hingga bertemu secara langsung dan semuanya berubah mengerikan. Jisoo memiliki ketakutan yang besar terhadap Lee Seokmin, lelaki misterius...