[Arc 1] Chapter 4 : bukan pertanda bagus

29 7 0
                                    

Helpy melihat bolak-balik diantara tuannya dan orang baru itu, mereka masih menatap satu sama lain dengan pandangan tidak terbaca, yang tidak Helpy pahami sama sekali, dia tidak mengerti apa yang mereka pikirkan.

Helpy memandang kembali orang baru itu, seorang pria paruh baya kalau Helpy tidak lupa. Rambut pirang pucatnya disisir rapi kebelakang, beberapa untaian rambut keluar, memberikan kesan agak liar? Kulitnya berwarna agak pucat, mungkin karena tidak mengharapkan kehadiran mereka disana. Dan ada sedikit bercak hitam? Pria itu memakai hoodie hitam dibalik jaket hijaunya, tinggi nya juga tidak lebih tinggi dari tuannya. Sebenarnya tinggi pria itu bahkan tidak sampai ke bawah dagu tuannya. Dan mata pria itu berwarna biru kristal, warna paling biru yang pernah dilihat Helpy.

Helpy sebenarnya juga tidak mengerti kenapa dia datang kesini, sesuatu tak kasat mata menuntunnya, perasaan yang tidak bisa dia tolak begitu saja. Tarikan kecil dari sesuatu di tubuhnya, yang dia tidak yakin apa itu.

Mengalihkan pikirannya, Helpy mendekati kaki tuannya, dia harus setidaknya yang membuat suasana tidak terlalu tegang. Ini terlalu menyesakkan! Mereka masih menatap satu sama lain lumayan lama. Dengan dengusan kesal Helpy menarik-narik celana hitam tuannya, berusaha menarik perhatiannya yang terbukti berhasil saat tuannya sedikit tersentak terkejut sebelum memandang kebawah padanya. Helpy mengangkat kedua tangannya, mengayunkan nya dengan sebal.

"M-maaf Helpy..." tuannya bergumam sangat pelan sebelum membungkukkan tubuhnya untuk menjangkau nya, Helpy tidak bisa mengabaikan ekspresi dari pria lain yang bersama dengan mereka. Bagaimana wajahnya terpelintir menjadi kepanikan dan ketegangan yang cukup jelas untuk tidak dilewatkan Helpy, mungkin dia masih takut pada tuannya? Tuannya memang kadang terlihat terlalu mengintimidasi dengan ketinggian nya itu. Setelah tuannya mengangkat dan menggendongnya, Helpy memposisikan tubuhnya dengan nyaman di lengan tuannya, sebelum kembali memandang pria baru yang mereka temui. Pria itu sudah terlihat tidak terlalu panik meski tatapan kewaspadaan itu masih tercermin pada mata birunya. Helpy tidak terlalu mempermasalahkan nya, hanya menatap pria itu dengan minat kecil.

Entah kenapa Helpy merasa pria itu akan menjadi teman yang baik untuk tuannya.
.
.
.
.
.
.
.
.

=======================

Ini sangat canggung, Michael tidak mengerti mengapa dia masih disini. Dia merasa jika dia pergi sekarang, dia akan melewatkan sesuatu yang sangat penting. Lagipula pria itu tidak terlihat berbahaya, dia juga merasa bahwa pria itu tidak memiliki niat buruk padanya. Michael tahu itu karena pekerjaannya selama bertahun-tahun telah memaksa nya untuk menekan instingnya sampai keluar batas, sehingga dia tahu niat seseorang padanya hanya dengan melihatnya. Lagipula instingnya tidak pernah berbohong padanya. Saat terakhir kali dia mengabaikan instingnya, itu menjadi hari terakhirnya untuk hidup menjadi manusia. Dan dia juga terlihat lebih muda darinya. Dengan pemikiran itu, Michael menekan ketakutannya kembali kedalam. Dengan Helpy dipelukan nya dia bisa membumikan dirinya untuk sedikit lebih tenang, menelan kegugupannya sendiri.

"Aku-kami minta maaf jika mengganggu mu..." suaranya pelan, terlalu pelan tapi cukup keras untuk didengar oleh yang lebih muda, terlihat dari cara bahunya menegang. Keheningan disekelilingnya cukup menjernihkan suaranya. Michael jadi merasa tidak enak saat yang lebih muda masih menatapnya dengan kewaspadaan dimatanya, tapi sepertinya pria yang lebih muda sudah tidak terlalu takut padanya lagi, melihat dari bahunya yang mulai sedikit lebih rileks.

Dia akui bahwa tinggi nya kadang sangat mengintimidasi orang lain. Dan itu tidak berubah dari dulu sampai sekarang.

"Kalian sudah saling mengenal saat aku pergi?? Padahal aku ingin melihat reaksi kalian satu sama lain"

Tommorow Is Another Day Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang