Anak Berbakti

3.1K 6 0
                                    

CUPLIKAN:

Setelah menjalani operasi dan opname di rumah sakit selama dua malam, aku pulang ke rumah dengan kedua lengan digipsum dan harus menggunakan arm sling selama tiga bulan.

Sejak saat itu, tidak saja aku tidak bisa mengurus anakkku, tetapi sebaliknya dia malah harus merawat dan mengurusku selama dalam masa recovery, termasuk menyuapi makanku, dan bahkan memandikanku.

Walaupun aku adalah ibu kandungnya, dan dia adalah anak kandungku, tetapi tetap saja aku adalah seorang perempuan dewasa dan dia juga seorang laki-laki dewasa.

Seorang ibu yang sedang sakit dimandikan anaknya mungkin terasa tidak ada masalah bagi orang yang tidak mengalaminya, tetapi bagi aku yang mengalaminya, aku tahu butuh perjuangan untuk mengatasi rasa risih telanjang di depan anakku, apalagi saat dia memandikanku.

Pada hari pertama dia memandikanku, aku bisa merasakan ketegangan yang intens, baik pada diriku maupun dirinya, saat dia membuka pakaianku satu per satu.

Ketika dia berhasil melepas atasanku, dia menjadi kikuk dan salah tingkah, walaupun aku mendapati matanya berulang kali melirik kedua susuku yang terpampang polos di depannya.

Lalu setelah melepas bawahanku dan melihat memekku yang berjembut tipis, dia menjadi gugup dan menelan ludah berulang kali.

Dengan gerakan kikuk seperti robot, dia lalu mengambil hand shower dan membasahi badanku, kemudian menyabuni wajah, leher, perut, punggung, pantat dan kakiku, sebelum menyemprotnya lagi untuk membilasnya.

Walau dia melewatkan bagian dada dan selangkanganku, atau lebih tepatnya susu dan memekku, tetapi aku membiarkannya, karena aku juga tidak tahu harus bagaimana.

Pada hari kedua dan ketiga memandikanku, aku masih merasakan ketegangan yang sama, dan dia masih melewatkan bagian dada dan selangkanganku.

Sebetulnya aku sangat makhlum kalau dia mungkin tidak berani, segan atau risih untuk menyabuni susu dan memek ibunya, tetapi setelah tiga hari kedua bagian tubuhku tersebut tidak dibersihkan, terutama memekku, aku pun mulai merasa tidak nyaman.

Pada hari keempat, kami pun mengulangi rutinitas menengangkan yang sama sekali lagi.

Saat dia sudah selesai menyabuni seluruh tubuhku, kecuali susu dan memekku, dan akan membilasnya, mau tidak mau aku pun bersuara untuk pertama kalinya setelah empat hari dia memandikan aku.

"Rio," panggilku ketika dia mengambil hand shower.

"Iya, Ma?!" jawabnya dengan suara agak bergetar dengan hand shower di tangan.

Mendadak kepalaku blank, seakan semua perbendaharaan kataku lenyap begitu saja.

Masih dengan hand shower di tangannya, dia memandangiku dengan ekspresi bingung.

"Kenapa, Ma?" tanyanya setelah beberapa lama menunggu.

"Ehm..."

Aku tergagap bingung tidak tahu harus bagaimana mengatakannya.

"Maafkan Mama sudah merepotkanmu," kataku setelah menarik napas dalam-dalam.

"Tidak merepotkan kok, Ma," jawabnya tersenyum, lalu mengarahkan hand shower dan akan menyemprot badanku.

"Jangan dulu," cegahku.

"Oh?" gumammnya dengan bingung.

"Mama tidak tahu bagaimana mengatakan ini, tapi harap kamu jangan salah paham ya?!," kataku kemudian.

"Iya!" jawabnya.

"Sudah tiga hari ada bagian badan Mama yang tidak kamu bersihkan," aku memaksakan diri mengatakannya.

Dunia Klasik (Short Stories)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang