Tiga Putra (part 3)

520 1 0
                                    

CUPLIKAN:

Masuk ke kamar tidurnya, Rosa menutup pintu di belakangnya dan melepas pakaiannya.

Setelah semuanya sudah terjadi, sekarang dia merasa sulit percaya kalau dia benar-benar baru saja bermesraan dengan putranya sendiri.

Dia ingat Mario menciumnya, memainkan kedua susunya, dan memijat memeknya dari luar calananya sampai dia meledak seperti bom.

Semua itu sangat nyata dan memalukan, tetapi yang paling memalukan adalah cara dia mengocok kontolnya dan menelan pejuhnya.

Dia selalu merasa dirinya adalah seorang perempuan yang beradab, istri dan ibu rumah tangga yang terhormat, dan tidak pernah dalam fantasi terliarnya sekali pun dia akan melakukan sesuatu seperti itu.

Dengan pikiran terguncang atas apa yang telah terjadi, dia mengenakan gaun tidur lalu duduk di atas tempat tidurnya.

Satu hal yang pasti, dia tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi lagi.

Tidak peduli seberapa terangsang dirinya, dia tidak bisa mencari kepuasan seksual dengan putranya sendiri.

Mungkin dia harus lebih sering mandi air dingin, atau mulai joging lagi, atau entah apa pun caranya, dia harus bisa menahan nafsunya sampai perceraiannya selesai.

Setelah itu, dia baru boleh bebas mencari sebanyak mungkin laki-laki untuk mengentotnya, yang seusia dengannya tentunya.

Dia berjanji pada dirinya sendiri, sebelum kemudian mematikan lampu dan merebahkan badannya di atas tempat tidurnya.

Memeknya masih panas oleh hasratnya, karena orgasme yang diberikan Mario dengan tangannya tidak cukup, dan hanya membuatnya ingin lebih.

Jelas dia harus memuaskan dirinya sendiri lagi agar bisa tidur.

Dia pun menyelipkan tangan kanannya ke bawah, ke antara kedua kakinya dan merasakan memeknya yang panas dan basah.

Baru saja dia memasukkan jari tangannya ke celah memeknya dan mulai mencolek-colek isinya, terdengar ketukan pada pintu kamarnya, membuatnya tersentak kaget dan secara refleks menarik tangannya dari memeknya.

"Ya?" dia menjawab setelah menyalakan lampu samping tempat tidur.

"Ma," terdengar suara Mario di luar pintu kamarnya.

"Aku perlu bicara dengan Mama. Tolong izinkan aku masuk."

Naluri pertama Rosa adalah menyuruhnya pergi ke kamarnya dan tidur, karena setelah apa yang barusan terjadi, akan sangat berbahaya membiarkannya masuk ke dalam kamarnya.

Berbahaya bukan karena Mario mungkin akan melakukan sesuatu padanya, tetapi karena dia mungkin membiarkan Mario melakukannya.

Dia diam dalam dilema selama beberapa detik, tetapi kemudian tebersit pikiran mungkin saja putranya itu ingin meminta maaf atas apa yang telah terjadi.

Sambil menghembuskan nafas berat, dia menegakkan badannya duduk di tempat tidur dan menyisir rambutnya dengan jari-jari tangan.

"Iya, Mario," katanya, dan menunggu.

Pintu kamarnya terbuka, kemudian Mario melangkah masuk dan menutupnya kembali.

Mendekat dan duduk di tepi tempat tidur, mata Mario mengamati sekilas gaun tidur yang dipakai ibunya.

Bahannya tipis hingga transparan, dengan tali bahu sempit dan lubang leher yang sangat rendah pada bagian depan, sehingga tidak saja memperlihatkan kedalaman lembah di antara kedua gunung kembarnya, tetapi juga sebagian dari susunya yang besar.

Dunia Klasik (Short Stories)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang