CUPLIKAN:
Malam itu, saat aku mulai coli, tiba-tiba aku merasa tidak bergairah dan tidak berminat.
Setelah melihat memeknya, membukanya dan memasukkan vibrator, dan juga melihatnya menggelinjang keenakan secara langsung, aku merasa membayangkannya saja sudah tidak cukup memuaskan bagiku.
Aku tidak ingin hanya membayangkannya. Aku ingin lebih dari hanya membayangkannya. Aku ingin melihatnya secara langsung lagi dan kalau mungkin merasakannya.
Aku melihat jam pada ponselku, hampir pukul sepuluh malam, dan merasa tidak terlalu malam untuk mengunjungi ibuku.
Siapa tahu dia sedang menggelinjang keenakan dengan vibrator dalam memeknya dan tidak keberatan aku melihatnya seperti waktu aku mengajarinya.
Turun dari tempat tidur, aku mengenakan celana pendekku, lalu keluar dari kamar tidurku.
Lewat celah bawah pintu, terlihat lampu di dalam kamarnya masih menyala, pertanda dia masih belum tidur.
Aku mengetuk pintu kamarnya 2 kali, lalu tanpa menunggu jawabannya, aku langsung mencoba membukanya, dengan pemikiran jika dia sedang telanjang, maka tidak akan sempat untuk berpakaian.
Dan ternyata pintunya tidak terkunci.
Di tempat tidurnya, dia duduk bersandar dengan kaki berselonjor, hanya memakai beha dan celana dalam, dan ponsel di tangannya.
"Ada apa?" tanyanya heran, tetapi tanpa terkesan risih hanya dengan pakaian dalam.
"Gak apa-apa. Pengen ngobrol aja."
"Hmmm.... malam-malam pengen ngobrol sama Mama? Pasti ada apa-apanya!" katanya dengan nada menyelidik.
Aku tersipu karena dugaannya jitu.
"Iya udah. Duduk sini. Mau ngobrol apa? " katanya lalu beringsut agak ke tengah, memberi ruang buat aku.
Aku pun duduk bersandar di sampingnya, dengan kaki berselonjor seperti dirinya.
"Mama suka kadonya?" tanyaku tanpa berpikir, tetapi masih saja tidak bisa jauh dari seputar vibrator dan memeknya.
"Suka," jawabnya singkat.
"Mama masih memakainya sekarang?"
Dia menoleh menatapku, lalu tersenyum.
Aku ikut tersenyum mengerti kalau dia masih memakainya.
Karena dia sama sekali tidak ada masalah dengan pertanyaan seputar topik itu, aku pun semakin berani.
"Gimana rasanya ada benda asing dalam itunya Mama?" tanyaku memancingnya tetapi tidak berani menggunakan kata memek.
"Dalam itunya Mama? Maksudmu, dalam memek Mama?" tanyanya.
Aku benar-benar terkejut mendengar dia menggunakan kata memek denganku seakan itu bukan kata yang saru, hingga aku sempat kaku terdiam beberapa lama.
Dia menoleh, dan mata kami beradu.
Belum juga hilang rasa terkejutku dengan kata-katanya, aku terkesiap saat melihat kilatan yang tidak biasa, kalau tidak bisa dibilang aneh atau misterius, dalam matanya.
Apalagi aku yakin dia mengerti apa yang aku maksud dengan 'itunya Mama' tetapi dia sepertinya sengaja mengkonfirmasinya dengan menggunakan kata 'memeknya Mama'.
Mendadak aku merasa seperti bukan aku yang sedang memancing dia, tetapi justru dia yang sedang memancing aku.
Dipancing ibuku yang sedang aku pancing? Kedengarannya tidak ada ruginya bagi aku.
Aku pun memberanikan diri untuk tidak terlalu memikirkan kalau dia adalah ibuku dan aku adalah anaknya.
Dia menggunakan kata memek denganku, maka aku merasa sah-sah saja jika aku juga menggunakan kata yang sama dengannya.
"Iya, gimana rasanya ada vibrator dalam memek Mama?," aku mengulangi pertanyaanku tetapi menggunakan kata memek.
"Terasa ada yang ngganjel dalam memek Mama, tapi enak sih."
"Kalau bergetar pasti lebih enak lagi kan? Mama sampai menggelinjang gak karuan gitu."
"Enak sih enak, tapi tetap saja tidak bisa dibandingkan dengan rasanya dientot kontol papamu."
Apa tidak salah dengar ibuku baru saja menggunakan kata dientot kontol dengan aku?
Aku hampir tidak bisa mempercayainya, tetapi kontol dalam celanaku sudah bereaksi.
"Papa kuat ngentot ya?" tanyaku merasa makin panas dan ingin terus membicarakannya.
"Oh! Jangan tanya. Kalau papamu baru pulang dari berlayar, Mama bisa semalaman gak tidur dientot terus sama papamu."
"Mama senang aja dientot berulang-ulang, apa lagi kontol papamu besar!"
"Sebesar apa?" tanyaku melihat sebuah kesempatan di situ.
Aku berharap dia akan mencari sesuatu untuk membandingkannya, dan aku akan bisa menawarkan kontolku sebagai pembanding.
"Sebesar apa ya? Kira-kira sebesar ini," katanya memeragakan dengan tangannya.
"Kalau dibandingkan kontolku?" tanyaku memancing lebih jauh, dan sudah menduga dia akan menjawab apa.
"Gimana membandingkannya? Mama kan gak pernah lihat kontolmu," jawabnya, persis seperi dugaanku.
Tanpa berkata apa-apa, aku mengangkat pantatku dari permukaan tempat tidur, lalu memelorotkan celana beserta celana dalamku hingga ujung kaki dan menendangnya lepas.
"Ya Tuhan!" serunya kaget begitu melihat kontolku yang sudah ngaceng keras sempurna mencuat dari selangkanganku.
--oo0oo--
Baca cerita lengkapnya di:
https://karyakarsa.com/teteknakal/kado-istimewa-untuk-mama-2-end