Pukul lima sore, barang-barang logistik yang kupesan semalam sudah diantar Garuda Sepuluh ke gudang. Tempat itu sebenarnya garasi besar untuk memarkir mobil-mobil mewah, mungkin cukup menampung enam unit Rubicon. Kontainer berisi peralatan pesananku tersimpan aman di dalamnya dan masih akan ada peralatan yang lain nantinya.
Aku masuk ke gudang untuk mengecek semuanya ditemani Garuda Satu. Ada pikiran yang harus kudistraski saat ini. Sepanjang sore aku mencoba melupakan satu hal "itu", supaya aku bisa fokus pada misiku di sini.
"Beberapa peralatan masih dalam perjalanan. Mungkin tiba besok pagi," ungkap Garuda Satu sambil membuntutiku. "Silakan Tuan cek perlengkapan yang sudah ada."
"Mereka masih tidur, ya?"
"Masih, Tuan. Kalau perlu dibangunkan. Saya akan—"
"Enggak perlu," penggalku. "Tunggu perintahku yang lain untuk membangunkan mereka."
"Baik, Tuan."
"Pindahkan tujuh kandang anjing ini ke kamar kosong. Jejerkan karung-karung pasir ini di halaman depan, berjejer sepuluh paket, masing-masing dua. Sisanya, di titik tengah hutan yang nanti aku beri tahu lokasinya. Bak mandi besar ini besok pagi kita pakai di pinggir pantai."
Garuda Satu mencatatnya dengan cekatan. "Baik, Tuan."
"Obat-obatan yang kuminta sudah ada?"
Garuda Satu mengeluarkan satu boks berisi obat kuat herbal dan medis. "Semua tersedia di sini."
"Oke. Masukkan ke makanan mereka nanti malam."
"Baik."
Ketika aku sedang mengamati logistik yang lain, Garuda Satu mengajukan sebuah pertanyaan.
"Kalau saya boleh bertanya," katanya, "bagaimana konsep Tuan dalam memilih mereka? Apa faktor penentu eliminasi dan bertahan? Informasi ini akan berguna untuk saya menyiapkan perlengkapan lebih cepat."
"Semalam kamu mention Rupaul's Drag Race, jadi aku terpikir reality TV competition, supaya mudah. Katakan setiap satu babak eliminasi adalah satu episode. Dalam satu episode, akan ada tiga jenis tantangan yang perlu mereka hadapi. Tantangan itu terdiri dari physical, humiliation, dan sensual. Kita akan mengurutkan kandidat mana yang skornya bagus dan jelek dalam satu episode. Pemenangnya akan tidur dengan nyaman, dua terbawah akan tidur di atas lantai, lalu besok paginya harus meyakinkanku bahwa mereka pantas bertahan dibandingkan kandidat satunya lagi.
"Segala keputusan siapa yang menang atau tereliminasi ada di tanganku. Enggak peduli datanya bilang hal sebaliknya. Sampai sini dipahami, enggak?"
"Dipahami, Tuan," balas Garuda Satu sambil mengangguk.
"Boleh aku lihat data tantangan yang tadi? Yang enggak boleh bergerak?"
Garuda Satu mengotak-atik sesuatu di ponselnya, tahu-tahu data itu terkirim ke ponselku. Ini urutan kandidat dari yang paling sedikit bergerak hingga paling banyak bergerak.
3, 7, 9, 8, 6, 4, 1, 5, 10, 2.
Aku membelalak kecil sambil tersenyum sebelah. Andi si kontol kecil ada di urutan pertama. Enggak heran, sih. Bagi bodybuilder seperti dia, diam tak bergerak adalah sesuatu yang mudah dilakukan. Kalau perlu sambil pamer otot.
"Oke. Setengah tujuh mereka harus makan malam daging merah 500 gram, ditambah dua kapsul obat kuat di situ. Dan mereka harus minum air putih satu setengah liter, enggak boleh pipis."
"Baik, Tuan."
Aku berjalan kembali ke kamar meninggalkan Garuda Satu yang berbelok ke dapur, yang mulai memerintahkan bawahannya untuk mengatur makanan sesuai perintahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Budak Setia
General FictionUntuk hadiah ulangtahunnya, Tama memiliki tugas menyeleksi cowok-cowok kekar yang akan menjadi ajudan baru ayahnya. Tak ada syarat. Tak ada batas. Tama boleh melakukan apa pun kepada para kandidat ajudan tersebut. Story by Bocah Titipan yang sengaja...