Gara-gara aturan telanjang di area kamarku, Garuda Satu belum menginjakkan kaki lagi ke dalam kamar.
Sialan.
Dia mendelegasikan Garuda Sepuluh untuk bolak-balik masuk ke kamar sekaligus menangani urusan logistik. Sisanya, dia mengawasi sepuluh kandidat yang berkeliaran di area mansion, memastikan mereka tidak mengenakan penutup badan lebih dari 15%. Atau tidak melipir untuk merencanakan peledakan pada pulau ini.
Pukul empat sore, Garuda Sepuluh masuk ke dalam kamar telanjang bulat, kecuali bagian wajahnya ditutup oleh topeng. Topengnya Garuda juga, tetapi desainnya berbeda. Warnanya juga biru muda mengilat. Tubuh Garuda Sepuluh bulky. Berotot besar, basah, banyak bulunya, seperti beruang yang kekar. Kontolnya juga tebal. Sudah disunat. Pangkalnya dikalungi cock ring hitam yang membuat batang kontolnya seperti berurat-urat.
Tubuh Garuda Sepuluh lebih besar dibandingkan Andi. Mungkin sebelumnya dia binaragawan juga. Seolah-olah setiap bagian tubuhnya adalah otot. Meski begitu, dia adalah Garuda yang sopan. Dia masuk sambil membungkuk ke arahku dan menyapa ramah.
"Selamat sore, Tuan. Gimana kabarnya?" katanya sambil berdiri di ambang pintu dan menganggukkan kepala.
Aku sempat terkejut ditanya kabar seperti itu. "Kabarku ... baik. Aku baru nyelesaiin daftar logistik yang kuperlukan."
"Terima kasih, Tuan. Boleh saya lihat?" Suaranya seperti seorang guru yang pengertian.
"Ya. Kamu ke sini dulu. Coba cek berapa lama kamu bisa dapatin ini semua."
"Baik, Tuan. Saya izin masuk, ya." Dia berjalan dengan gagah dan menggemaskan menghampiri mejaku. Lalu berdiri di sampingku dan membungkuk lagi. Di situlah aku bisa melihat kontolnya setengah ngaceng gara-gara cock ring di pangkal kontol. "Sepanjang kita mendiskusikan ini, Tuan boleh mainkan burung saya sebagai stressball. Oke, kita mulai dari daftar pertama ini ya ...."
Wow. Ini adalah servis Tim Garuda yang menyenangkan. Selain kata-kata yang digunakan lebih approachable—memang sih kalimatnya masih kaku, tapi Garuda Sepuluh menyampaikannya dengan santai dan ramah—dia juga inisiatif menawarkan kontolnya. Ketika aku bersandar di kursiku sambil meremas-remas kontol Garuda Sepuluh yang makin lama makin membesar, Garuda Sepuluh juga dengan santai mengekspresikan rasa enaknya.
"... mungkin untuk barang ini ... aaahhh ...." Badannya bergidik sebentar. "Tuan, saya mohon izin untuk keenakan ya Tuan. Boleh?"
"Keenakan?"
"Iya, nih. Remasan Tuan bikin saya enak. Hehehe. Mohon maaf kalau saya gampangan. Takutnya saya mendesah-desah sambil menjelaskan. Tuannya malah enggak nyaman."
"Oh, boleh, boleh. Kamu lakukan aja yang mau kamu lakukan."
"Terima kasih banyak, Tuan." Dia mengangguk sopan. Dan aku balik memainkan kontolnya. Meremas, mengocok, menggelitik biji peler, atau menarik-narik jembutnya. "Kita balik lagi ke sini. Untuk barang ini, karena kita harus impor dari ... aaahhh ... yeeesss ... kita harus impor dari Jogja, mungkin butuh waktu pengiriman sekitar ... aaahhh ...."
Bintang lima deh servis dari Garuda Sepuluh!
Enggak kayak Garuda Satu yang kaku, tukang bantah, dan pengecut.
Garuda Sepuluh enggak crot selama kami meeting membahas logistik. Namun kontolnya ngaceng keras dan mengeluarkan precum. Aku benar-benar menikmati stress ball dari Garuda Sepuluh. Saking nikmatnya aku lupa bahwa yang kuremas-remas adalah kontol, bukan stress ball betulan.
Garuda Sepuluh keluar dari kamarku pukul lima untuk memproses semua kebutuhan logistik itu. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Garuda Satu di sana.
Pukul enam sore, ketika aku sedang mengamati matahari terbenam dari salah satu jendela kamarku, Garuda Sepuluh masuk lagi ke dalam kamar untuk mengajakku makan malam. "Sudah waktunya makan, Tuan. Kita punya sate kambing bumbu kecap sama nasi pandan hijau yang Tuan request kemarin," sapanya sambil masuk ke dalam kamar dan berdiri di sampingku. Tentunya dia masih telanjang bulat. Dan masih mengenakan cock ring. Bedanya, kontol Garuda Sepuluh sudah ngaceng penuh saat menghampiriku. "Satu lagi, ibu-ibu yang kemarin ikutan acara 'jual ikan' ada yang ngasih kita oleh-oleh bingke kembang. Haduh, enak banget itu, Tuan. Manis dan lembut kuenya. Tuan harus coba."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mencari Budak Setia
सामान्य साहित्यUntuk hadiah ulangtahunnya, Tama memiliki tugas menyeleksi cowok-cowok kekar yang akan menjadi ajudan baru ayahnya. Tak ada syarat. Tak ada batas. Tama boleh melakukan apa pun kepada para kandidat ajudan tersebut. Story by Bocah Titipan yang sengaja...