Bukan Hal Besar, Tapi Spesial.

9 3 0
                                    

Yang ketujuh
Bukan Hal Besar, Tapi Spesial.

Desember, 2022.

Ini masih Desember, terlalu banyak kisah di bulan ini sampai aku terkesan ingin terus kembali ke desember, padahal hanya ada kamu di sana. Itu bukan hal besar tapi spesial.
Setelah kemah tiga hari itu, kami tidak saling menghubungi satu sama lain karna aku tidak memiliki kontaknya dan ia pun begitu, aku terlalu malu untuk meminta nomor aga kepada rekanku, lagipula jika memilikinya kontaknya aku tidak tahu bagaimana harus memulai, bukan tidak tahu tapi tidak mau menghubunginya lebih dulu.
Sebelumnya aku juga menyukai seseorang di umurku yang ke 15 tahun, aku memiliki kontak laki-laki itu tapi tidak pernah berani menghubungi nya, aku hanya melihat profil dan tanda online yang berhasil membuatku histeris.

Jika bukan ia, aku hanya akan menyimpan nomor aga di ponselku sama seperti 5 tahun lalu. Tapi malam itu, aku tengah menulis beberapa judul di laptop ku tiba-tiba menerima pesan baru, sebuah stiker dari nomor tak dikenal. Aku mengira itu hanya pesan dari grup jadi tidak membuka pesannya.

Tapi aku gelisah setelah menulis beberapa paragraf, aku lalu membuka pesan itu, dan menghentikan kegiatan menulisku sebentar.

Ada stiker bertuliskan "assalamualaikum" di sana, nomor tak dikenal serta bio yang tidak jelas dan profil kartun dengan topi hitam menutupi wajah.
Aku terdiam agak lama, lagian siapa yang mengirim stiker untuk percakapan awal? Aku baru kali ini mendapatkannya.
Aku lalu membalas
"Waalaikumsalam"
Tak lama, muncul pesan baru
"Save, aga buk"
Deg itu suara jantungku yang hilang kendali, aku dengan mulut terbuka lebar menatap tulisan namanya tidak percaya tapi memberi balasan
"Oke pak" otakku seperti melambat sejenak setelah menyimpan nomor aga, lalu mulai mencerna semuanya perlahan.

Hatiku berujar
"Ini beneran aga?"
"Kalau ada yang jahil gimana?"
"Kalau bukan aga beneran gimana?"
"Kok aga punya nomorku?"

Karna aku takut ini bukan aga yang sesungguhnya, aku menanyakan nomor aga pada rekan kerjaku, dan ya aku hanya ketakutan saja karna hal jahil seperti berpura-pura jadi orang lain pernah terjadi di aku.

"Dia (aga) ngirim aneh-aneh?" Tanya rekan kerjaku, ternyata ia yang memberikan nomor ku pada aga.
"Engga kok"
"Cuma takut ada yang jahil aja"
Kurang lebih begitu lah percakapan kami setelah aga menghubungiku terlebih dahulu.

Sebelum hari ini, aku sudah pasrah kalau-kalau aga tak menghubungi ku sama sekali, lagian itu hanya perkenalan biasa seperti orang-orang pada umumnya, aga pasti sering menjumpai hal seperti itu sebelumnya jadi, aku harus berhenti mengharapkan banyak hal.

Tapi malam itu, yang meyakinkan aku bahwa itu memang aga adalah kartun dengan topi hitam di profilnya, ia seolah mengambarkan sosok aga saat pertama kali aku melihatnya. Kenapa aku takut hanya karna hal jahil seperti mengaku-ngaku sering terjadi, aku pernah ditipu teman-teman SD ku mereka mengaku sebagai orang yang aku suka padahal bukan, syukurnya aku tidak percaya dan menyerang balik.

Dari awal aku selalu ingin otakku yang memenangkan pertarungan ini, hati dan otak sulit sekali diajak berdamai dan sejalan.
Mereka punya jalannya masing-masing sedangkan aku bingung harus belok ke mana, aku ingin berkompromi agar otakku terus menang padahal diam-diam aku juga memihak hatiku.
Ada satu kalimat yang mendapat pembenaran dariku, begini katanya

" kalau kamu lagi ngerasain suka sama seseorang nikmati aja masanya, nikmati aja fasenya, karna fase itu akan berlalu satu per satu, jadi nggak apa-apa kalau kamu lagi ngerasa respect sama seseorang, nikmati aja, kamu pasti tahu di mana batas yang kamu punya"

Aku juga membaca salah satu halaman buku yang berkata:

"Kita selalu memiliki fase di hidup kita, saat kau menyukai sesuatu jalani, hadapi, jika kau terluka atau patah hati juga rasakan fase itu agar kau bisa belajar dan itu manusiawi " Kurang lebih serpti itu kata di dalam buku yang kubaca.

Dari awal aku sadar, bukan hanya bahagia berbunga-bunga yang membuat hariku menyenangkan tapi aku akan jatuh dari kebun bunga itu dan tertancap duri, sama seperti melihat kupu-kupu berwarna cerah, selalu ada lebah yang menyengat ku tanpa ampun juga.
Aku sadar akan semua itu, sejak awal mula yang aga ciptakan tanpa aba-aba, aku hanya ingin sejalan dengan otak dan hatiku, aku ingin tahu apa yang otakku dan hatiku inginkan.
Walau kalah dari otakku sering kali terjadi, tapi ia tak pernah meninggalkan hatiku, barang sekalipun.

"Aga, dari banyaknya harapanku pada sesuatu di muka bumi ini, aku tak ingin mengharapkan apapun pada sosokmu, aku ingin otakku tidak memberikan gambaran ekspektasi berlebih yang selalu berhasil membuatku goyah.
Dan itu melelahkan.
Aku ingin terus waras, berkali-kali kalah juga membuatku menggila."

-Aga-

Desemberku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang