21. midnight talk.

10.8K 1.3K 52
                                    

Malam telah cukup larut di atas sana tapi rasanya kantuk tak juga mau datang dengan mudah kepada Jaemin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam telah cukup larut di atas sana tapi rasanya kantuk tak juga mau datang dengan mudah kepada Jaemin. Mungkinkah ini efek kafein dari kopi hitam yang Jaemin konsumsi beberapa jam yang lalu? karena itu matanya masih terasa segar sekali sampai saat ini.

Jemu memandangi langit kamar sebab Jisung yang sudah tertidur lelap, Jaemin lalu memutuskan untuk beranjak keluar, membawa langkahnya menuju deretan rak-rak tinggi tempat dimana kumpulan buku-buku diletakkan.

Jaemin sempat terkejut saat mendapati keberadaan Jeno di sana. Lelaki di kepala tiga itu terlihat sibuk membaca sesuatu di atas sofa tunggal. Tampak tak tergoyahkan oleh sebab kedatangannya.

Jaemin lalu berdiri di depan rak tinggi itu. Matanya menjelajah, berupaya menemukan satu buku yang sekiranya bisa mengundang efek kantuk pada matanya. Sampai ketika ia menemukan satu yang cocok, dia lalu berniat mengambilnya.

Saat menarik buku itu, Jaemin tidak sengaja menjatuhkan beberapa buku lainnya. Dia lalu membungkuk untuk mengambil buku-buku yang jatuh itu. Mematung sejenak saat mendapati salah satu majalah dengan cover seorang perempuan cantik yang tampak familiar.

"Aeri Uchinaga." ejanya dalam hati.

Ingatan samar nya lalu dengan cepat memutar, mengingatkan Jaemin pada memori minggu lalu saat dia berada di sebuah pernikahan. Perempuan yang hampir saja di tabrak nya di depan pintu toilet, Jaemin kini mengingatnya.

Kabar angin itu lalu secara acak kembali lagi. Tentang Jeno yang katanya tengah dekat dengan seorang model cantik dan sekarang Jaemin mengetahui bahwa perempuan inilah orangnya.

"Hyung," bibirnya tiba-tiba saja terbuka, memanggil nama sang kakak ipar.

"Apakah dia orangnya, perempuan yang katanya dekat dengan mu?"

Kepala Jeno terangkat, dalam bendang cahaya ruangan yang tidak terlalu terang ini Jaemin mungkin saja tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana dahi Jeno yang mengerut samar.

Dalam benaknya lelaki itu bertanya-tanya bagaimana Jaemin bisa ikut termakan gosip murahan tersebut dan bagaimana adik iparnya itu bisa tahu.

Jeno menebak satu, itu sudah pasti ulah Park Doyun.

"Bagaimana menurut mu?"

"Ya?"

Jaemin benar-benar terkejut dengan pertanyaan balik yang Jeno lontarkan. Alih-alih berusaha menyangkal laki-laki itu malah menanyai pendapatnya, seolah-olah itulah kenyataannya.

"Aku.." Jaemin menunduk, melihat kembali pada majalah di tangannya. Selain itu dia berusaha untuk menghindari kontak mata yang sedang Jeno lakukan saat ini.

Jaemin menarik senyum tipis. Kepalanya kembali menghitung mundur. Entah mungkin karena Jaemin yang tidak terlalu peduli atau Jeno memang sengaja membiarkan hatinya kosong selama ini. Jaemin tidak pernah sekalipun mendengar bahwa kakak iparnya itu dekat dengan seseorang. Ini sungguh pertama kalinya.

Jeno yang membekukan hatinya di tahun-tahun awal kepergian sang kakak masih membekas jelas di benaknya.

Apakah selama ini Jeno kesepian?

"... Aku pikir tidak ada yang salah selama orang itu baik dan Jisung menyukainya."

"Jisung akan menyukainya."

Jaemin kembali menatap Jeno. Arah pandang lelaki itu masih lurus tepat kepada matanya.

"Jisung akan sangat menyukainya." tegas lelaki itu sekali lagi.

🦭🗯️

"Haruskah ku warnai dengan warna biru?"

"Bagaimana kalau hijau?"

Lamat Jaemin pandangi sosok mungil Jisung yang saat ini sedang berceloteh riang mewarnai hasil gambarnya.

Matanya awas memperhatikan perkembangan lelaki kecil itu. Bayinya yang sudah tumbuh besar.

Jaemin lalu bawa perhatiannya ke arah buku gambar Jisung. Sejauh ini hasil menggambar anak itu semakin bertambah baik saja. Mungkin karena sejak Jisung berusia tiga tahun, Jaemin telah meletakan anak itu di atas berbagai macam alat mewarnai. Dan kemudian kegiatan menodai kertas telah menjadi hobi Jisung hingga sampai saat ini.

"Apa Jisung mau pergi ke Akademi saat besar nanti?"

"Bolehkah?"

Jaemin mengangguk,"Tentu."

"Kalau begitu mau! Aku mau!"

Jaemin tersenyum tipis. Tangannya bergerak mengusap surai lebat putranya itu dengan sayang.

Lama dia melakukan hal yang sama, berulang ulang, sampai kemudian ingatan tentang percakapan tadi malam membuat tarikan tipis pada bibirnya mengendur seketika.

Jika nanti Jeno mengenalkan orang itu dan berhasil membuat Jisung menyukainya, apa itu berarti Jaemin akan berpisah dengan anak ini?

Setelah tujuh tahun menggantikan peran sang kakak dengan menjadi sosok ibu yang baik, apa mungkin pada akhirnya mereka akan dipisahkan?

"Nana menangis?"

Jaemin tersentak, tersadar dari gejolak batinnya. Tangannya bergerak menyentuh pipi-baru sadar kalau air matanya jatuh mengalir.

"Oh, i-itu.. Nana hanya sedih, iyaa.. Nana tiba-tiba saja merasa sedih karena sekarang Jisung sudah tumbuh besar. Sudah semakin pandai menggambar," alibinya.

Jisung cemberut. Anak itu bisa rasakan perubahan emosi sang Nana. Meletakkan crayon di tangannya, lelaki kecil itu lantas menghambur-memeluk Jaemin."Nana jangan menangis. Aku akan selalu manjadi bayi Nana sampai kapanpun."

Bukannya berhenti, perkataan Jisung barusan malah semakin mengundang air mata Jaemin mengalir turun.

tbc

bayi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

bayi.. ☹️

Brother-in-law Zone !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang