Terjebak Hujan Bersama

556 25 1
                                    

Dalam sekejap, semuanya berubah. Laura sudah tak lagi memedulikan Lingga semenjak malam Laura meminta Lingga untuk menjauhinya.

Lingga menuruti kemauan Laura, dia tak mau memaksakan Laura. Cowok itu sadar kalau apa yang Laura minta adalah bentuk Laura untuk memikirkan perasaannya juga perasaan cewek itu.

Semenjak malam Laura meminta untuk dijauhi, Lingga benar-benar menjauhi Laura. Dia hanya mengikuti perkataan Laura hingga cewek itu sendiri yang akan menghubungi Lingga.

Cowok yang tengah sibuk memikirkan hubungannya dan Laura itu mendongak, melihat langit siang ini begitu mendung. Selama sebulan ini, hujan lebih sering turun, seolah-olah tahu dengan kesedihan Lingga. Dia pun menghela napasnya. Apa hari ini akan hujan lagi?

Lingga mungkin tak masalah hujan, tapi setiap hujan turun ketika mereka pulang sekolah, cowok itu kerap kali melihat Laura tetap menerobos hujan demi menghindarinya. Lingga tentu kasihan melihatnya Laura, apalagi Laura yang tak bisa kena hujan dan Laura selalu memaksakan diri untuk masuk sekolah.

"Please, jangan turun dulu sebelum Laura pulang," mohon Lingga berharap hujan tak turun sebelum Laura pulang ke rumahnya.

Memang, bel pulang sudah berbunyi sejak beberapa jam yang lalu. Lingga terpaksa pulang lama karena harus latihan basket bersama teman-teman ekstrakulikulernya. Seminggu lagi turnamen dan Lingga menjalin salah satu anggota inti yang akan bermain di turnamen basket antara SMA se-Jakarta.

"Belum pulang lo, Ngga?" tanya Vigo yang baru saja datang setelah tadi membersihkan tubuhnya di kamar mandi.

Lingga yang mendengar suara sahabatnya dari belakang, pun menoleh. Cowok itu tersenyum lalu berkata, "Belum."

Vigo manggut-manggut saja.

"Mau nongkrong dulu gak?"

"Gak dulu, deh," tolak Lingga. Semenjak jauh dengan Laura, Lingga jadi malas melakukan apa saja. Dia sering sekali menolak ajakan menongkrong dari teman-temannya, baik itu teman sekelas,  teman beda kelas, ataupun teman se-ekstrakulikuler.

"Mood lo semenjak jauhan sama Laura jadi jelek," ungkap Vigo.

Cowok itu dapat merasakan perubahan mood Lingga semenjak Laura dan Lingga berjauhan.

"Biasa aja."

Walau berkata seperti itu, Lingga memang menyadari kalau moodnya jelek, bahkan cowok itu juga malas makan kalau tak diingatkan.

"Lo emang gak sadar, tapi anak-anak yang lain sadar banget sama mood lo. Bersyukur performa lo main basket gak berkurang."

Lingga terkekeh geli, dia mengejek dirinya sendiri yang benar-benar terlihat begitu menyedihkan.

"Semenjak jauh dengan Laura, gue hancur," ungkap Lingga. "Gue kayak gak mau ngapa-ngapain, Laura hidup gue. Gue bodoh karena kemarin malah marah sama Laura."

"Bukannya dulu pernah juga jauh dengan Laura?"

"Rasanya beda, Go."

"Gue rasa, lo perlu berjuang lagi untuk kedua kalinya, tapi sebelum itu, kasih nasehat buat sepupu lo. Semuanya bermula karena dia."

***

"Jangan nekat terobos hujan, Kak."

Laura menghela napasnya kesal mendengar larangan maminya. Padahal cewek itu sudah tak sabar ingin pulang setelah tadi harus mengerjakan tugas di perpustakaan bersama Anggi dan Karina.

Gadis itu menyesal mengatakan lambat pulang karena harus mengerjakan tugas di perpustakaan lebih dulu dan menyesal mengatakan kalau dia sudah akan pulang. Hal itu berujung dengan maminya yang menelepon dan melarangnya untuk pulang.

Padahal masih gerimis, belum hujan lebat. Laura rasa, dia bisa sampai rumah sebelum hujan deras tiba.

"Dengerin orang tua ngomong. Kamu itu lagi pilek, kena hujan pasti malah tambah parah. Untung gak demam," omel Gina di seberang sana.

Beberapa hari ini Laura sakit, flu dan batuk.  Gina sudah melarang anaknya itu ke sekolah dan menyuruh anaknya untuk istirahat, tapi ternyata Laura tak mau dan ingin tetap ke sekolah. Alhasil, Laura harus menggunakan masker agar tak tertular oleh teman-temannya, cewek itu juga disiapkan Gina termos kecil untuk meminum air hangat agar tenggorokan Laura mendingan.

Sementara Laura, alasannya ingin bersekolah agar maminya tak curiga kalau dia dan Lingga sedang tak baik-baik saja. Sudah sebulan berlalu, tapi Laura masih tak buka suara pada maminya.

"Padahal masih gerimis, Mi."

"Enak aja. Ini udah mau lebat hujannya."

Baru selesai Gina berkata seperti itu, hujan turun dengan lebat, membuat Gina di seberang sana tertawa.

"Mami bilang juga apa. Tunggu hujan reda, baru pulang."

Setelahnya, Gina mematikan sambungan telepon tanpa pamit pada Laura, membuat Laura berdecak kesal. Maminya sekalipun sudah kepala empat, tapi kelakukan hampir sama dengan Laura.

Cewek itu menatap langit yang menjatuhkan air dengan deras, suara guntur juga terdengar keras. Beberapa siswa-siswi yang belum pulang atau masih menunggu jemputan, berbondong-bondong masuk ke area sekolah dan berteduh di koridor sekolah. Begitu juga dengan Laura yang berteduh, tapi Laura memilih berteduh di gazebo dekat tempat parkir motor.

Cewek itu hanya diam saja, dia sesekali memperbaiki letak maskernya yang melorot. Kemudian dia mendengar suara langkah kaki dari belakang, Laura yakin itu pasti orang yang ingin berteduh.

"Hujan deras lagi. Ini gimana mau pulangnya."

Tubuh Laura menegang mendengar suara di belakangnya. Itu suara Lingga, cewek itu kira Lingga sudah pulang.

"Si Vigo sialan, malah ngajak ngobrol lagi tadi," umpat Lingga yang sama sekali tak menyadari keberadaan Laura.

Laura sama sekali tak bersuara, tak peduli juga dengan Lingga. Dia masih belum mau bertegur sapa dengan Lingga sampai dia benar-benar bisa memantapkan hatinya kalau dia juga menyukai Lingga.

Keduanya diam kurang lebih satu jam sampai hujan berhenti dan matahari memunculkan sinarnya. Laura tak ingin berlama-lama, dia pun langsung mengambil motornya yang kebetulan letaknya ada di depan Lingga.

Sementara Lingga yang melihat Laura, terdiam lantaran tak percaya kalau sejak tadi orang yang berteduh dengannya adalah Laura. Kenapa dia tak sadar?

Cowok itu tak mengeluarkan suara, dia hanya melihat Laura yang mengeluarkan motornya dan keluar dari area sekolah.

"Kita kapan balik kayak dulu, Ra," gumam Lingga.

***

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Ayo Pacaran! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang