Bicara Empat Mata Part 2

627 22 1
                                    

Laura mendengkus kesal karena maminya yang tadi tiba-tiba keluar dari rumah dan menyuruh Lingga untuk masuk. Cewek itu tadi sempat dimarahi karena tak menyuruh Lingga masuk. Tak suka mendengar ocehan maminya, Laura mau tak mau membukakan Lingga pintu gerbang dan menyuruh Lingga masuk.

Saat ini, Lingga ada di ruang tamu, duduk bersama Lisa. Cowok itu sudah membersihkan diri di rumah Laura saat waktu magrib akan tiba, parahnya lagi, Lingga ikut makan malam bersama mereka. Tentu saja hal itu membuat Laura semakin kesal, apalagi maminya yang begitu antusias karena ada Lingga di rumah mereka. Kalau mengingat itu, Laura tak henti-hentinya mendengkus.

"Itu cookies-nya kapan kamu kasih ke Lingga? Dari tadi cuma berdiri terus sambil cemberut," tegur Gina. Pasalnya, sudah sekitar sepuluh menit dia menyuruh Laura membawakan Lingga es jeruk juga cemilan, tapi Laura sama sekali tak membawakan pada Lingga.

"Mami aja, deh. Aku mau ke kamar."

"Gak sopan. Sana bawa!"

"Mi," rengek Laura.

Gina memutar bola matanya malas. Kenapa anaknya ini tak peka-peka juga? Lingga datang jelas saja untuk memperbaiki hubungan mereka. Laura yang lari dari masalah, Lingga yang datang untuk memperbaiki semuanya. Sayangnya, Laura selalu menghindar kala Lingga ingin memperbaiki semuanya.

"Udah sana. Lingga itu mau perbaiki masalah kalian. Jangan menghindar, kasihan Lingga," kata Gina membuat Laura seketika menunduk sedih.

Dia memang pengecut, suka sekali menghindar dari masalah. Tapi tidak bisakah dia menghindar sejenak, hanya untuk menenangkan hatinya.

"Mami kalau ada di posisi aku, bakal gimana?" tanya Laura. Dia memegang erat nampan yang ada di tangannya, seakan takut mendengar jawaban maminya.

"Mami akan perbaiki semuanya. Mami tahu gimana perasaan kamu sama Lingga. Kamu cinta sama dia, tapi takut perasaan kamu itu hanya sesaat. Setidaknya, kasih kejelasan sama Lingga perihal perasaan kamu, biar dia gak berharap."

Laura mengangguk mantap, kemudian melangkah menghampiri Lingga dan Lisa yang duduk di sofa sambil menonton anime di sana. Lisa walaupun tak mengerti, dia tetap ikut menonton juga.

"Minum, Ngga," ucap Laura kala sampai di depan Lingga dan langsung meletakkan nampan tersebut di meja.

Lingga pun mengalihkan perhatiannya pada layar ponselnya, lalu meletakkan ponselnya begitu saja dengan keadaan anime yang masih berjalan.

"Ra, gue mau ngomong banyak hal sama lo," kata Lingga memohon pada Laura.

Cewek itu memutar bola matanya malas, lalu berkata, "Gue tunggu di kolam."

Mata Lingga seketika berbinar mendengarnya, dia berniat untuk bangkit dari duduknya tetapi suara Laura menginterupsinya.

"Cookies sama es jeruknya dihabisin. Jangan sampai Lisa ikut," pungkas Laura. Setelahnya, cewek itu meninggal Lingga yang langsung meminum es jeruk dengan cepat dan Lisa yang kini menonton di ponsel Lingga.

Ketika es jeruknya telah tandas juga dia sudah memakan beberapa keping cookies, Lingga tanpa berpikir panjang langsung menghampiri Laura di kolam. Cowok itu tak ingin membuang-buang waktu selagi Laura mau memberikan dia kesempatan, takutnya Laura nanti malah berubah pikiran.

Lingga menarik napasnya panjang, kemudian menghembuskan secara perlahan saat dia melihat Laura duduk di gazebo seraya memainkan ponselnya. Jantung cowok itu berdetak kencang, pikirannya dipenuhi dengan kata-kata yang akan dia ucapkan pada Laura, senyumnya juga mengembang.

Pelan tapi pasti, Lingga melangkah hingga dia berdiri di dekat gazebo, cukup jauh posisinya dengan Laura, tapi Laura sadar akan keberadaan cowok itu.

"Duduk, Ngga."

Lingga menuruti perkataan Laura, dia pun mengambil tempat cukup jauh dari Laura. Lingga hanya tak ingin membuat Laura tak nyaman.

"Sekarang ngomong," kata Laura lagi setelah Lingga sudah duduk.

"Sorry, gue benar-benar gak ngerti maksud pertanyaan lo waktu itu kalau lo sendiri gak bilang sama gue tadi. Sorry, gue emang bodoh sampai gak sadar dengan perasaan lo. Gue emang bodoh karena gak tahu kalau ternyata Karin punya perasaan sama gue," tutur Lingga.

Cowok itu menarik napasnya dalam, lalu menghembuskan perlahan. Lingga menoleh pada Laura yang masih sibuk memainkan ponselnya, tapi Lingga sadar kalau Laura pasti mendengarnya.

"Gue kemari mau perbaiki semuanya, Ra. Tapi kalau seandainya lo gak mau lanjut komitmen sama gue, kita bisa berhenti. Tapi gue mohon, jangan jauhan, yah? Gue gak sanggup. Kita masih bisa sahabatan kayak dulu."

Jantung Lauda seketika berdetak kencang kala mendengar perkataan Lingga. Apa Lingga ingin menyerah? Apa Lingga tak mau tahu akan perasaannya? Kenapa malah menjadi bumerang baginya?

"Gue—"

"Ok, stop!" sentak Laura membuat Lingga langsung menghentikan perkataannya. Cowok itu menelan ludahnya susah payah.

"Lo kenapa tiba-tiba ngomong kayak gitu? Lo mau nyerah di saat gue pelan-pelan udah mulai ngerti sama perasaan gue?"

Laura berdecak kesal, dia memutar bole matanya malah, lalu meletakkan ponselnya dengan kasar hingga menimbulkan suara cukup keras.

"Banyak hal yang bikin gue marah sama lo. Lo gak tegas, lo gak peka, lo bohongin gue, lo tukang ingkar janji, dan lo gak anggap gue. Seandainya lo bilang sama gue, kalau selama lo temenin Karin jalan-jalan itu atas permintaan nyokap lo, gue bakal maksa lo buat tepatin janji-janji lo. Kemarin-kemarin gue gak paksa karena mungkin lo gak enak sama sepupu lo yang baru datang di Jakarta, tapi setelah gue tahu, gue nyesel karena gak maksa lo," balas Laura mengungkapan semuanya.

Mata cewek itu kini berkaca-kaca, kenapa malah terasa menyakitkan? Apa mungkin karena mengetahui fakta bahwa mamanya Lingga tak menyukainya?

"Jangan nyerah, Ngga. Please."

Laura benar-benar tak mau Lingga menyerah. Cewek itu sudah menyadari perasaannya, sudah tak bingung dengan perasaannya, dan sudah tak ragu dengan perasaan Lingga.

***

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Ayo Pacaran! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang