Masih Bingung

330 15 0
                                    

"Mami itu capek ngasih tahu ke kamu, Ra. Lingga itu sebenarnya kurang apa, sih? Baik, rajin ibadah. Masa kamu masih ragu sama perasaan kamu sendiri," omel Gina.

Yang barusan Laura dengar bukan hanya omelan pertama kalinya, tapi maminya sudah mengomel sejak dia pulang sekolah hingga pagi saat dia akan ke sekolah lantaran mengeluh akan Lingga yang mengingkari janjinya.

Laura menyesal bercerita pada maminya, menyesal karena yang dimarahi hanya dia. Harusnya maminya itu menenangkannya, bukan malah memarahinya.

"Kasihan Lingga, kamu gantung. Itu hati, buka jemuran," imbuh Gina lagi, membuat Laura menghembuskan napasnya lelah mendengar omelan maminya.

"Kamu dengerin Mami, gak sih?"

"Iya-iya, dengar kok."

"Jangan iya-iya aja."

Gina memang lebih membela Lingga, maminya Laura itu sama sekali tak marah apabila Lingga jalan dengan cewek lain. Toh, Laura dan Lingga sama sekali tak memiliki hubungan apa-apa, jadi sah-sah saja jika Lingga jalan dengan cewek lain. Salah Laura juga yang sampai sekarang masih tak mengerti akan perasaannya pada Lingga, padahal sudah jelas-jelas Lingga menyatakan perasaannya pada Laura.

"Mami gak mau bela kamu, Mami juga bukan bermaksud bela Lingga, tapi memang Lingga punya hak untuk jalan sama siapa aja. Dia bukan siapa-siapa kamu. Kamu itu cuma sahabat dia, Aura. Sekalipun kalian sekarang lagi berkomitmen," tutur Gina membuat Laura terdiam seribu bahasa mendengarnya.

Memang benar dengan apa yang maminya katakan, dia tak punya hak untuk melarang Lingga. Tapi tidak bisakah Laura sedikit egois? Lingga sudah berjanji padanya akan menebus hari yang tak mereka lewati, Lingga sendiri yang membuat janji, tapi cowok itu sendiri yang mengingkarinya. Bukankah memang sudah sepantasnya Laura marah?

"Tapi dia udah janji sama aku, Mi," ujar Laura setelah sekian lama diam.

Ini kalau papinya mendengar dia diomeli, kira-kira dibela atau malah ikut-ikutan memarahinya.

"Jangan jadikan itu sebagai alasan. Penyebabnya juga itu kamu."

Laura menghela napasnya, lalu memilih untuk pamit ke sekolah. Kalau dia terus-terusan di sini, yang ada maminya hanya akan mengomel tak henti sampah dia ke sekolah. Jadi, lebih baik Laura ke sekolah lebih awal. Toh, dia sudah sarapan lebih dulu dibandingkan anggota keluarga yang lain.

***

Laura melepaskan helmnya kala dia telah sampai di parkiran sekolah, setelah sekitar lima belas menit diperjalanan. Cewek itu sedikit merapikan rambutnya yang berantakan setelah melepas helmnya, lalu turun dari motor.

Sengaja membawa motor, takutnya nanti Lingga malah ada janji dengan sepupunya lagi.

Baru saja cewek itu turun dari motor, dia sudah dikejutkan dengan Lingga yang memanggilnya.

"Ke kelas bareng, ya?"

Lingga terdengar hati-hati saat berbicara dengan Laura, mengingat kalau Laura tengah marah padanya. Lingga memakluminya, karena mereka kemarin batal untuk jalan-jalan.

"Duluan aja, gue mau ke toilet bentar."

"Gue temenin ke toilet." refleks, Lingga berkata seperti itu, membuat Laura melotot tak percaya mendengarn. Alhasil, cowok itu menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.

Sementara Laura, kini bergidik ngeri melihat cowok di depannya.

"Mesum!"

Bukannya marah, Lingga malah tertawa mendengarnya. Dia sama sekali tak berpikir kalau dia mesum, hanya saja apa yang dikatakan tadi, malah terdengar kalau dia seperti cowok mesum. Cowok itu tak mengatakan apa-apa, tapi menarik Laura menuju toilet yang letaknya ada di dekat tangga menuju lantai dua.

"Gue tungguin di sini," kata Lingga lembut. Cowok itu menatap wajah Laura dengan tatapan hangat, membuat Laura akhirnya luluh juga karena melihatnya.

Tiba-tiba saja Laura teringat bagaimana perlakuan Lingga padanya, bagaimanapun sikap lembut padanya, bagaimana Lingga yang menjadikan dia ratu jika bersama. Cewek itu balas menatap mata Lingga dalam, membuat si empunya mata mengangkat sebelah alisnya tak mengerti.

Syukurnya, sekolah masih cukup sepi, yang datang hanya beberapa siswa dan juga anggota OSIS. Guru saja dapat dihitung jari.

Tangan Laura terangkat mengelus pipi Lingga. Laura terus bertanya-tanya dalam hati, kenapa dia masih ragu sama perasaannya sendiri? Kenapa dia masih tak tahu perasaan apa yang dia miliki untuk Lingga? Kemarin-kemarin dia minta untuk berkomitmen dulu itu sebenarnya dalam rangka apa?

Laura ingin sekali secepatnya tahu akan perasaannya, ingin hubungannya dan Lingga tak gantung lagi. Hubungan tanpa status kadang membuat Laura resah, tetapi dia masih tak bisa meresmikan begitu saja.

"Kenapa, Ra?" tanya Lingga membuat Laura seketika melepaskan tangannya yang tadi mengelus pipi Lingga.

"Jangan tinggalkan gue, ya, Ngga? Gue kayaknya gak mampu kalau lo ninggalin gue, gue gak tahu harus gimana jalanin hidup gue nantinya."

Lingga tersenyum mendengarnya, dia menggeleng pelan, lalu berkata, "Enggak, Ra. Gue gak akan tinggalin lo."

"Tolong bersabar sebentar. Kalau gua udah benar-benar yakin sama perasaan gue sendiri, gue bakal bilang sama lo," ungkap Laura yang dibalas dengan anggukan kepala dari Lingga.

***

Jangan lupa tinggalkan jejak yah

Bye bye

Ayo Pacaran! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang