Sherman tree and a cherry blossom.

138 16 0
                                    


Sejak kami sama-sama sepakat untuk mengerjakan proyek bersama, kami belum sempat membahas apa-apa lagi lebih lanjut karena gadis itu tiba-tiba saja harus pergi setelah menerima telepon. Untung saja kami sempat bertukar nomor telepon.

Omong-omong soal telepon, aku ingat meninggalkan ponselku di apartemen dan memutuskan untuk kembali. Aku takut membuat ibuku semakin khawatir kalau-kalau ia terus menelepon tapi tidak ada jawaban dariku sama sekali.

Sesaat aku sampai di lobi, petugas keamanan setengah berlari menghampiriku. Aku yang baru saja masuk ke lobi sedikit terkejut. Ia berhenti tepat di depanku dan sudah sangat ingin melontarkan kata-kata dari mulutnya.

"Tuan Kyu, ibu anda datang berkunjung dan telah menunggu sejak tadi. Beliau bilang ia tidak bisa menghubungi anda sama sekali dan terlihat sangat khawatir." Ucapnya panjang lebar.

Aku tidak bisa menahan rasa keterkejutanku sampai-sampai aku hampir lupa mengucapkan terima kasih pada petugas keamanan sebelum bergegas. Dia sepertinya paham sebab dia juga ikut merasakan kepanikanku. Ia langsung minggir dan memberiku jalan.

Aku langsung berlari menuju lift dan mendapati diriku memencet tombol dengan tidak sabar. Selama berada di dalam lift, pikiranku memikirkan banyak hal. Selain itu, aku juga berusaha menenangkan diriku dan bersiap untuk menghadapi ibuku.

Bukannya aku takut akan kemarahannya. Aku hanya tidak siap melihat langsung raut kekecewaannya terhadapku.

Lift berhenti dan aku segera berlari menuju unitku. Aku bisa melihat dari kejauhan seseorang sedang berdiri di sana. Bagaimana bisa aku membiarkannya menunggu? Untung saja cuaca hari ini tidak sedingin kemarin.

Sudah semakin dekat, kuperlambat langkahku. Ibuku sedang fokus menatap ke arah balkon jadi dia belum menyadari kedatanganku.

Ia sepertinya menangkap suara langkah kakiku. Saat aku hanya berjarak tiga langkah saja di dekatnya, ia menoleh ke arahku. Aku bisa melihat wajah teduhnya menyambutku. Kedua tangannya dipenuhi tentengan besar.

Aku baru akan berbicara ketika salah satu tangannya terangkat untuk mencegahku. "Kita bicarakan semuanya di dalam." Ucapnya cuek.

Aku segera membuka pintu. Saat kami berdua sudah di dalam, aku baru saja akan mengambil alih tentengan besar itu namun ibuku sudah lebih dulu beralih menuju ruang tengah. Aku menelan ludah. Sepertinya ibuku benar-benar marah.

Ibuku menaruh tentengannya di atas meja dekat sofa lalu duduk. Wajahnya tidak terbaca sama sekali. Aku tidak bisa merasakan emosi apa pun darinya.

Aku menghampirinya yang sekarang tengah mengeluarkan satu persatu isi dari dalam tentengan. Itu adalah beberapa wadah kotak berisi lauk pauk. Ia menatanya rapi di atas meja.

"Apa kau sudah makan?" Tanya ibuku tiba-tiba. Mendengarnya membuat perutku bereaksi. Aku memang belum sempat sarapan pagi ini.

Aku menggeleng. "Makanlah dulu." Perintahnya. Aku mengangguk.

Kuambil meja lipat dan menatanya di atas karpet. Ibuku pergi ke dapur untuk mengambil peralatan makan. Kami berdua sibuk memindahkan makanan ke atas piring. Aku sudah duduk rapi dan bersiap untuk makan. Kutatap ibuku, menunggunya untuk mengangkat sumpit.

"Cepat makan! Makanannya sudah semakin dingin." Ucapnya. Namun, tangannya tidak juga bergerak untuk menyentuh sumpit.

Sepertinya ibuku menyadari aku yang tak kunjung makan juga. Ia memfokuskan pandangan ke arahku. "Aku sudah makan." Jelasnya.

Setelah mengucapkan terima kasih atas makanannya, aku mulai makan dalam diam. Sesaat setelah makanan itu masuk ke mulutku, aku tidak bisa berhenti menyuap. Itu tidak hanya terasa enak, tapi ada rasa kerinduan yang kurasakan di setiap kunyahannya. Aku hampir saja menangis terharu.

[COMPLETED] F/3.9 ApertureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang