It is okay to keep losing.

237 17 2
                                    


Setelah selesai membersihkan diri dan hendak bersiap untuk tidur, aku menyempatkan diri untuk memindahkan file foto di kamera kedalam laptop sekaligus menyortirnya.

Aku melihat beberapa hasil foto yang kuambil hari ini dengan seksama. Ada juga beberapa foto lama yang belum sempat kupindahkan. Aku bahkan hampir lupa pernah memotretnya.

Itu adalah foto-foto yang kuambil saat musim semi tahun lalu. Aku ingat saat itu pamanku berkunjung dengan keluarganya dan kami menghabiskan waktu bersama di taman.

Beberapa foto menampilkan bunga sakura yang mekar penuh dan kami yang berfoto bersama. Sisanya adalah foto tingkah lucu sepupu laki-lakiku yang masih berusia tiga tahun.

Sesekali pamanku dari Busan pasti akan datang ke Seoul untuk berkunjung dan menyapaku. Itu tidak aneh karena memang pekerjaannya memungkinkannya untuk sering pergi ke Seoul. Namun, tahun lalu ia membawa serta keluarganya untuk pergi berlibur.

Foto-foto itu membuatku merasa nostalgia. Waktu yang kami habiskan bersama sangatlah menyenangkan. Aku juga berhasil membangun hubungan yang baik dengan sepupuku dan sekarang kami jadi cukup akrab. Dia sangat menggemaskan dan pintar bicara tetapi sangat tenang dan hampir tidak pernah merengek atau menangis. Itu poin penting buatku. Aku suka anak kecil yang lucu dan tenang.

Setelah memisahkan foto-foto itu kedalam folder khusus, aku fokus memilah-milah foto hari ini. Fotonya tidak banyak namun aku sepertinya butuh waktu ekstra untuk melakukannya. Aku bahkan tidak tahu kapan tepatnya aku mengambil foto pajangan self-portrait gadis itu.

Aku memandangnya lama sekali. Gadis bernama San ini benar-benar membuatku penasaran. Maksudku—dia terlihat mempesona. Dia memang cantik tapi apa yang dia lakukan sungguh keren, apa yang dia tampilkan sungguh membuat orang lain tertarik.

Kubaca lagi kolom informasi tentang pamerannya pada brosur dan itu benar-benar membuatku kagum. Di sini tertulis kalau dia adalah fotografer amatir yang baru membuka pameran pertamanya. Alasannya mengambil tema self-portrait adalah karena ingin melawan rasa takut terbesarnya yaitu kepercayaan diri.

Dia juga secara personal menuliskan bahwa dia ingin bisa lebih mencintai diri sendiri dan berharap dapat menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal yang sama.

Kupikir foto-foto yang ia ambil dan pesan yang ingin disampaikan benar-benar sesuai. Melalui kesederhanaan riasan dan pakaian yang ia pakai seperti berbicara bahwa aku tidak takut untuk menjadi sederhana dan terlihat biasa.

Satu hal lagi yang terpenting—aku benar-benar menghargai keberaniannya untuk melakukan hal ini. Tidak semua orang berani untuk memotret diri sendiri dan memamerkannya ke publik. Itu butuh sesuatu yang lebih besar dari hanya sebuah keberanian saja.

Selagi aku kembali fokus, kuselesaikan semuanya dengan cepat dan mematikan laptop dengan sempurna. Aku tidak ingin teralihkan lagi jika aku terlalu lama memandangi foto gadis itu karena dampaknya tidak akan terlalu bagus untukku.

Aku merangkak ke atas kasur dan menarik selimut, tidak lupa juga menatap langit-langit kamar sebelum tidur sebagai bagian dari kebiasaanku. Aku mendapati diriku yang menelan ludah dengan susah, rasanya seperti ada yang tersangkut di sana.

Aku memejamkan mata dan menaruh punggung tanganku di atas kening. "Tidak lagi," kataku pelan.

Keheningan malam yang sempurna semakin memudahkanku untuk bisa mendengar suara jantungku dengan jelas. Itu bahkan bukan lagi hanya sekedar detakan. Aku merasa dadaku terhentak setiap kali jantungku berdetak dan itu membuatku gelisah.

Kuatur napasku, berharap mengurangi intensitasnya. Tidak berhasil, kuambil bantal ekstra di sebelah kiriku untuk menutupi wajahku dan berteriak sekencang mungkin. Setelah melakukan itu, aku sedikit menyesal. Kuharap teriakanku tidak akan sekencang itu sampai bisa didengar oleh orang lain.

[COMPLETED] F/3.9 ApertureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang