Across the two seasons.

95 15 0
                                    


Aku terbangun dengan kepala pening. Hal pertama yang kulakukan begitu membuka mata adalah menoleh ke sebelah kanan dan bingung karena tidak mendapati San di sana.

Kulirik jam di atas nakas, pukul sembilan lewat sepuluh menit. Apa San sudah pulang ke unitnya?

Aku bangkit dari kasur dengan terburu dan bahkan menghiraukan sensasi berputar di kepalaku berkat bangun terlalu tiba-tiba karena terlalu sibuk mencari letak ponselku.

Baru akan menghubungi San, gerakanku terhenti berkat satu pesannya yang belum terbaca terpampang di ruang obrolan. Itu masuk sekitar dua jam yang lalu.

Segera kubuka pesannya. Entah kenapa aku sedikit berdebar ketika melihat pesannya yang berisi deretan kalimat panjang.


Unit 193 San-ssi:
Kyu-ssi, aku tahu seharusnya aku memberitahumu ini secara langsung, tapi aku akan pergi selama beberapa waktu untuk menenangkan pikiranku.

Aku harap kau bisa mengerti. Aku minta maaf, ini salahku. Aku tidak ingin membuatmu kecewa meski pun kuyakin aku pasti sudah melakukannya.

Kumohon jangan mencariku. Jika sudah saatnya, aku pasti akan kembali. Sekali lagi, maafkan aku.

Tubuhku seketika merosot, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja kubaca. Kubaca ulang pesan itu dengan lebih hati-hati, tapi tidak ada yang berubah satu pun dari sebelumnya.

Tanganku terangkat untuk mengusap mataku yang terasa kabur karena air mata yang mulai menggenang. Dadaku sesak sekali sampai-sampai rasanya aku bisa kehilangan napas kapan saja.

Apakah aku telah berbuat sesuatu yang salah? Apa alasannya? Apakah aku membuatnya marah karena telah berbuat lancang padanya?

Tubuhku bergetar karena tangis yang tertahan. Aku sudah berusaha sekuat tenaga untuk membendungnya, tapi pertahananku akhirnya runtuh juga.

Aku menangis hebat, benar-benar merasa ketakutan. Apakah aku akan kehilangan gadis itu? Apakah kebodohanku membuatnya justru pergi dari kehidupanku?

Aku mendial nomornya, berharap ia akan mengangkatnya walau pun jelas-jelas ia telah menyuruhku untuk tidak mencarinya.

Tidak ada jawaban, tentu saja. Teleponnya bahkan tidak tersambung sama sekali.

Aku memeluk lututku dan menenggelamkan wajahku di sana, lalu menangis sekeras-kerasnya.

Aku tidak ingin egois dan rela memberinya waktu sebanyak apa pun yang ia perlukan, tapi... aku takut. Aku takut San tidak akan pernah kembali lagi.

***

Setelah berhari-hari selalu menunggunya di depan pintu tanpa hasil, aku pergi menemui agen properti, berharap ia punya informasi mengenai gadis itu.

"Apakah gadis dari unit seratus sembilan puluh tiga menghubungimu akhir-akhir ini?" Tanyaku langsung begitu tiba di sana.

Bu Kim menggeleng. "Tidak." Jawabnya, pendek. Wajahku tertunduk lesu. "Apakah ada masalah?" Tanyanya, kemudian.

Menghiraukan pertanyaannya, aku kembali bertanya. "Apa dia pernah bilang ingin pindah?"

Bu Kim mengerutkan dahinya. "Pindah? Kurasa tidak. Dia bahkan sudah membayar sewa hingga akhir tahun."

Jawabannya membuatku sedih tapi juga lega secara bersamaan. Aku kembali naik dengan terburu dan berhenti beberapa saat di depan unitnya.

Aku nekat untuk masuk ke dalam dan menemukan bahwa semua barang-barangnya masih utuh ada di sana, kecuali keberadaannya. Aku yakin gadis itu pasti akan kembali, kan?

[COMPLETED] F/3.9 ApertureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang