Another layer.

95 15 0
                                    


Sekarang aku tengah berdiri cemberut memandangi dua orang yang sedang asyik bermain ayunan di taman bermain seberang gedung apartemen.

Masih ingat sepupuku yang berusia tiga tahun—yang pada musim semi tahun lalu berlibur ke Seoul? Namanya Hyun, dan dia adalah satu dari dua orang yang sedang asyik bermain itu. Salah satunya lagi adalah San.

Aku benar-benar terkejut ketika pamanku menelepon pagi tadi dan berkata bahwa ia sedang berada dalam perjalanan menuju apartemenku. Sejujurnya aku tidak tahu apa yang sedang terjadi karena sesaat pamanku sampai, ia tampak buru-buru sekali.

Itu pasti sangat mendesak karena dia sampai harus menitipkan Hyun padaku. Maka pagi-pagi sekali aku sudah sangat pusing karena harus menghadapi tangisannya ketika harus berpisah dengan ayahnya.

Aku pernah bilang kan kalau Hyun adalah anak yang tenang? Jadi, jujur saja itu pertama kalinya aku melihatnya menangis histeris sekali. Untung saja ada San. Tidak tahu juga bagaimana akhirnya mereka bisa akrab secepat itu. Ya, aku sedikit cemburu. Pasalnya Hyun jadi lengket sekali dengan San dan mereka telah mengabaikanku sejak tadi.

Kau tahu apa yang lebih mengesalkan lagi? Hyun memanggilku samchun, sedangkan ia memanggil San dengan sapaan noona. Seingatku aku tidak menua secepat itu dalam waktu setahun untuk dipanggil samchun.

Padahal rencananya hari ini kami akan melakukan camera testing tapi jadi batal berkat kedatangan makhluk kecil itu. Tidak, aku tidak ingin kesal pada anak kecil. Itu kekanak-kanakan sekali.

Suara teriakan San menyadarkanku. "Kyu-ssi, kemarilah!" Serunya seraya melambaikan tangan ke arahku. Hyun ikut menoleh. Entah kenapa tatapannya terlihat tajam.

Aku berjalan menghampiri mereka. Baru saja sampai, Hyun langsung turun dari ayunan dan berdiri di depan San. Ada apa dengan gesturnya itu? Kenapa dia terlihat seperti berusaha menghalangi San? Ia merentangkan tangannya lengkap dengan wajah memberengut.

Aku tersenyum menyeringai ke arahnya. Bahkan tingginya saja hanya lebih tinggi sedikit dari lututku. Dengan sengaja, kugendong tubuhnya agar menjauh dari San. Ia sedikit memberontak tentu saja, tapi aku sangat puas membuatnya kesal.

"Aku tidak mau! Turunkan aku!" Protesnya sambil terus memberontak. "Samchun!" Kali ini, ia berteriak kecil. Ketika akhirnya ia memukul-mukul kepala dan menjambak rambutku, aku menyerah.

Aku menurunkannya dari gendonganku, "Baiklah, baiklah..." lalu mengusap kepalaku di bagian ia menjambaknya, itu cukup sakit.

Melihatku meringis, San hanya tertawa kecil. Kemudian Hyun segera berlari ke arahnya. Wah, sepertinya aku punya saingan hari ini. Tidak apa, aku hanya harus bersabar hari ini saja. Tanpa sadar aku sudah menatapnya tajam sedari tadi. Nikmati saja waktumu hari ini karena besok kau akan pulang!

Hyun mulai lagi. Tiba-tiba saja ia merengek. "Noona, aku ingin es krim." Ujarnya pada San.

Mata San melebar. "Oh, noona tidak punya es krim, tapi kita bisa membelinya di minimarket."

Kemudian aku teringat aku masih punya es loli di kulkas. "Tidak, tidak perlu. Aku masih punya es loli di kulkas." Sergahku.

Sebelum Hyun kembali merengek, "Lagi pula, ini sudah hampir siang. Kita harus pulang." aku menambahkan. Dan lagi, suhu udara memang semakin bertambah panas.

San mengangguk, ia mengalihkan tatapan penuh pada Hyun dan berlutut untuk menyejajarkan tinggi mereka. "Bagaimana Hyun?" Tanyanya, lembut sekali.

Wah, tidak bisa. Biarkan saja aku kekanak-kanakan. Asal bisa mendapat perhatian dari San selembut itu, aku akan melakukan apa pun. Aku sampai terpana melihatnya. Yah, wajar saja Hyun terlihat senyaman itu bersamanya.

[COMPLETED] F/3.9 ApertureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang