0.0 Bellis Perennis

95 22 34
                                    

___

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___

Semilir angin berhembus, melewati jalanan yang mulai sepi dari hiruk pikuk kehidupan, lampu-lampu jalan hidup menerangi hari yang mulai gelap. Begitu pula tempat peristirahatan terakhir manusia, malam itu sesosok gadis kecil berlari-lari disekitar pemakaman umum di tepi kota.

Remang-remang cahaya serta sunyinya tempat tersebut tak membuat gadis dengan gaun berwarna kuning keemasan itu gentar ketakutan. Entahlah, di pikirannya saat ini hanya ada perasaan takut kehilangan, takut jika dirinya berakhir menyedihkan.

"Ibu, Ayah..," panggil gadis itu dengan nada putus asa. Matanya yang selalu bersinar kini terlihat sendu. Netranya terus menyapu ke berbagai arah, suara-suara yang ia dengar sore tadi pun terus bergema ditelinga gadis itu.

"Bu, kapan kita kasih tau Binar?"

"Nanti yah, ada waktunya."

"Kapan bu? hari ini Binar sudah 8 tahun. Ini saatnya Binar tau kalo orang tuanya sudah meninggal."

"Binar masih kecil, aku ngga mau buat putri ku sedih karna tragedi tiga tahun yang lalu.."

Tanpa mereka berdua sadari, Binar kecil yang sedang membawa sepotong kue ulang tahun itu mendengar semuanya.

“Kalian bohong, kata ibu dan ayah mereka bakal jemput aku..,”

"Mereka ngga mungkin meninggal." gumam gadis itu sembari memegang dadanya yang sesak.

Binar kecil sudah lelah.

Terhitung sudah 30 menit ia berlari kesana kemari mencari makam orang tuanya, namun ia tak bisa menemukan apa-apa karna hari begitu gelap. Binar sesekali meringis merasakan pergelangan kakinya yang sakit, ia berhenti tepat di depan makam seseorang.

Angin malam pada saat itu terasa lebih dingin, taburan permata yang biasanya menghiasi cakrawala kini tak menampakkan eksistensinya. Binar menunduk kala melihat sepatu putihnya yang sudah berbalut dengan tanah berwarna coklat.

Binar berjongkok untuk mengusap sepatu kesayangannya, namun rintik hujan pertama sampai di ujung sepatu kecil itu.

Hujan kemudian turun dengan deras, bahkan tanpa aba-aba.

Binar kini memeluk lututnya dengan gemetar, tangis gadis kecil itu akhirnya menyeruak ke permukaan.

Hujan turun membasahi seluruh area pemakaman serta sesosok gadis kecil yang ada di tengah-tengahnya. Bahkan hujan juga tahu, bahwa hati Binar kecil begitu terluka saat ini.

Binar menangis di tempat gelap itu, bahkan tanpa orang dewasa disekelilingnya. Hari itu adalah hari ulang tahun Binar, namun hari itu juga akan menjadi hari yang paling menyakitkan baginya.

Hingga saat hujan turun semakin deras, Binar seketika tak merasakan hujan itu sama sekali. Ia mendongak dan mendapati dirinya sedang berada dibawah payung berwarna kuning. Seseorang sedang memayunginya saat ini.

Binar dan Sembilu [On-Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang