21

9.1K 1K 85
                                    

“Kau mau ikut?” Taeyong melemparkan tanya dengan rasa tak percaya.

Ada sedikit rasa haru mengetahui Jaemin ingin ikut menjenguk Jeno. Entah apa alasan di baliknya, Taeyong tak ingin peduli dulu. Membawa Jaemin yang artinya Jaemin sudah siap bertemu Jeno.

“Kau sungguh ingin ikut aku menemui Jeno?” Tanya Taeyong lagi memastikan, dia dapati sebuah anggukan dari Jaemin dengan senyum tipis.

“Sungguh?” Tanya Taeyong yang lagi-lagi di angguki oleh Jaemin.

Taeyong langsung menganga bahagia, dia tampak antusias melihat Jaemin akhirnya melempar senyum. Dia tak ingin bertanya apa pun, takut jika Jaemin berubah pikiran.

“Boleh, tentu saja boleh. Ayo” Ajak Taeyong antusias.

Jaemin tersenyum lalu beranjak dari tempatnya, dia putuskan mengganti baju lebih dulu, kemudian menghampiri Taeyong yang sejak tadi menunggunya. Pria itu menyambut kehadiran Jaemin dengan senyum lalu keduanya masuk ke dalam mobil.

Selama perjalanan, keduanya tak terlibat pembicaraan, Taeyong fokus mengemudi dan Jaemin sibuk memperhatikan jalanan, sampai akhirnya keduanya tiba pada mess yang di tinggali Jeno.

Jaemin turun bersamaan dengan Taeyong lalu dia menghampiri pria itu, dia pandangi bangunan yang tak cukup luas itu, dengan cat berwarna cream yang sudah mulai pudar khas bangunan lama. Memang masih sangat layak, bagaimana pun ini tempat yang di berikan bos Jeno.

“Ayo” Ajak Taeyong yang kemudian di angguki oleh Jaemin, keduanya mulai melangkah, Taeyong membuka gerbang untuk masuk dan Jaemin mengekor.

Jemari Taeyong bergerak mengetuk pintu, keduanya diam selama menunggu pintu bercat maroon itu terbuka.

Jantung Jaemin berpacu cepat saat melihat knop pintu terputar yang artinya pintu mulai terbuka. Rasanya ia seperti begitu merindukan Jeno, tidak sabar melihat reaksi Jeno jika tahu ia datang.

Sekujur tubuh Jeno menggigil, dia sudah membalut tubuhnya dengan selimut dan mengenakan jaket tebal, wajahnya juga pucat. Dengan susah payah dia beranjak dari kasurnya saat mendengar pintu di ketuk.

Begitu pintu terbuka, dia melihat Taeyong berdiri di depannya dengan senyum, pria itu melenggang masuk hingga muncullah Jaemin dari balik tubuh sang kakak. Matanya yang sipit dan sayu sontak melebar, dia lihat pemuda itu tersenyum tipis ke arahnya.

Cukup melegakan bagi Jaemin setelah melihat Jeno, meski khawatir yang ia dapat saat melihat tubuh itu pucat dan tampak lesu.

“Jaemin...” Pekik Jeno.

“Kau pasti kaget karena dia ikut” Celetuk Taeyong seraya melangkah masuk ke dalam mess adiknya.

“Ayo masuk” Ajak Jeno.

Jaemin melangkahkan kakinya menyusul Jeno dan Taeyong untuk masuk, Jeno lekas menyambar masker di atas nakas, sementara Jaemin hanya diam, dia duduk pada sofa di depan kasur Jeno, memandangi bangunan itu.

Lalu matanya menangkap mata sebuah cup minuman dan tempat kue yang sudah kosong dengan nota di atasnya. Jeno yang menyadari arah pandang Jaemin langsung memasukkan bekas kue dan cup minuman itu ke dalam lemari.

Jaemin ingat itu adalah pemberiannya.
Mengapa Jeno harus sampai menyimpannya? Sebegitu berartikah bahkan hanya sampah bekas minuman dan kue?

“Kau datang?” Tanya Jeno.

Karena kau tidak datang ke perpustakaan kemarin.

“Maaf, kau pasti menunggu”

Taeyong yang tengah menyusun lauk yang ia bawa untuk Jeno lantas menoleh saat mendengar suara parau adiknya. Dia lihat, Jeno tengah asik berinteraksi dengan Jaemin membuat alisnya bertaut.

Dandelions [NOMIN]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang