XIV. Menimbang

38 6 0
                                    

Happy Reading 💓



Happy Reading 💓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Etnan menahan lengan Lean yang hendak pergi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Etnan menahan lengan Lean yang hendak pergi.

"Gue tanya sekali lagi Lean, lo hamil? "

Lean menatap mata Etnan penuh selama beberapa detik lalu ia alihkan.

"Lepas! "

"Rein! "

Lean terhenti mendengar Etnan memanggil namanya berbeda.

"Gue rasa, gue harus manggil lo beda. "ucap Etnan begitu saja membuat Lean terkekeh pelan.

"Atas dasar? "

"Gue---ini bukan saatnya bahas itu. Jujur sama gue, lo hamil? "

Lean menatap Etnan kesal lama kelamaan. Perempuan itu berbalik dan berjalan menjauhi Etnan.

Sedangkan Etnan menatap punggung perempuan itu yang menjauh darinya. Ia pun mengikuti.

Dilihatnya Lean menyibak selimut lalu memunggut sesuatu.

Lean mengambil benda pipih itu, lalu berjalan mendekati Etnan yang terdiam menatapnya.

Di hadapan cowok itu, Lean berhenti. Menatap lurus ke arah seorang Etnan.

Tangannya ia angkat, tepat di hadapan mata Etnan dengan tiga benda pipih itu yang menghadap ke arah cowok itu.

Etnan yang melihat itu terhenyak. Ia terdiam selama beberapa saat. Berusaha memahami hal yang ada di depannya.

Se-yang pernah ia lihat, itu adalah alat untuk mengecek dini atas kehamilan seseorang dan bila menunjukkan hasil dua garis merah, itu artinya positif.

Dan Lean?

"Len, lo---"

Lean mengangguk singkat, setelah itu berjalan mendekati tempat sampah kamarnya.

Etnan yang melihat dan mengetahui apa maksud Lean langsung berlari mencegah. Membuat Lean menatap bingung cowok itu.

"Jangan lo buang. "

Etnan mengambil alih benda itu dari tangan Lean ke tangannya.

"Apasih lo?! Sini, mau gue buang --"

"Gak. "

"Kenapa?! "Lean menatap kesal ke arah Etnan.

Etnan berdehem sejenak, "alasan lo buang ini? "

"Kalo gak gue buang bahaya Etnan. Bisa aja ditemuin. "

Etnan mendecih mendengar itu, "justru lebih bahaya. Gimana kalo bi Rum ngecek isi sampah lo dan lihat ini?! "

Ucapan Etnan tersebut membuat Lean terdiam. Merutuki kebodohannya yang hampir bisa saja membuat keadaannya sekarang terbongkar begitu saja.

"Terus? "

"Gue aja yang simpan. Maksud gue, gue aja yang buang."ucap Etnan dan menaruh benda itu di saku jaketnya.

Lean masih menatap Etnan, membuat cowok itu menatapnya juga.

"Gue minta maaf Len. Gue gak nyangka bakal secepat ini terjadi sama lo. "ucap Etnan akhirnya.

"Gue tanya dan jawab dengan jujur. Lo pasti sedih banget kan dengan kenyataan ini? "

Lean berdehem. Air matanya sudah cukup terkuras banyak sejak kejadian malam itu. Jadi ia cukup tahan sekarang, di hadapan Etnan.

"Len... "Etnan memegang kedua bahu Lean.

"Gue mohon, apapun keputusan lo tentang bayi ini adalah yang terbaik. Gue bakal tanggungjawab entah dalam bentuk apapun tentang bayi ini dan diri lo. Gue sadar gue udah menghancurkan sebagian dari diri lo tapi plis... Terbuka sama gue. Jangan ambil keputusan sendiri tentang hal ini. "ucap cowok itu menegaskan.

Etnan sadar ia salah penuh di sini.

Korban yang sesungguhnya adalah Lean. Ia yang lebih banyak menerima, menanggung semua risiko dari kejadian satu malam itu saja.

Satu malam yang mampu mengubah banyak hal dari diri Lean dan Etnan sangat menyesali dirinya yang tak mampu menahan barang sejenak saja malam itu.

Lean masih bergeming di tempatnya. Melihat Etnan yang sepertinya menunggu jawabannya membuat ia menghela.

"Gue gak tau. "

"Len, kita hampir usai di kelas 11 dua bulan lagi. Kalo dihitung sampai sembilan bulan, pertengahan semester kelas 12 lo melahirkan. "

"Gue tau Etnan dan semakin bertambah hari perut gue juga bakal berubah. Bakal tambah besar. "Lean melirik ke arah perutnya yang masih rata.

Ia masih tidak menyangka bahwa sekarang di perutnya tumbuh sebuah janin yang hidup. Yang usianya masih sangat kecil.

"Maaf Lean... Gue nyesel dan bersalah banget asal lo tau aja. "Etnan menatap sesal ke arah Lean. Cowok itu tentu dipenuhi rasa bersalah.

Lean mengalihkan pandangannya, mengangguk sekilas lalu berjalan ke arah balkon kamarnya. Etnan mengikuti.

"Gue belum tau harus apa sama janin ini. Pertahanin atau justru aborsi? Dengan segala risiko nantinya gue harus siap. Lo juga Etnan. "

Etnan mengangguk, tangannya terangkat ke bahu Lean. Mengusapnya pelan.

"Gue tau lo kuat, tapi kalo mau nangis sama gue Len. Gue harus tau sedalam apa luka lo. Biar gue bisa bantu menyembuhkannya. Karena gue sebab luka dalam diri lo. "

Lean terkekeh pelan mendengar itu.

Tak ada yang salah dari Etnan baginya.

Semua itu karena sebuah kecelakaan. Sama sekali bukan salah Etnan atau dirinya.

Mungkin semesta ikut berperan lebih malanmn itu sehingga terjadi begitu saja.

"Its Okay Etnan. Gue mencoba baik-baik aja dan lo harusnya gitu."

"Len---"

Lean tersenyum simpul dan menjauhkan tangan Etnan dari bahunya lalu masuk ke dalam kamarnya.

Etnan menatap Lean yang menjauh darinya dengan tatapan sulit.

Ia sangat sadar posisinya di sini, sehingga untuk----Etnan menggelengkan kepalanya saat pikiran aneh terlintas dalam dirinya.

"Gue bakal bilang sama Papa tentang hal ini. "

"Lo mau jujur? "

"Setelah lo buat keputusan. Pertahanin atau aborsi. Setelah itu gue bakal jujur dan tanggungjawab. Gue bakal bilang sama keluarga lo dan Papa. "

Saat ada yang kurang dengan ucapan Etnan, Lean bertanya. "Mama Lo---gak? "

"Gue gak punya Mama. "

"Maksud lo? "

Etnan menggeleng lalu membalikkan tubuhnya. Lean merasa bingung sekaligus aneh.

Kenapa rasanya Etnan tidak ingin ia bertanya jauh tentang Mamanya? Memangnya ada yang salah?




Jangan lupa VOTE nya yaa 💓💓

Accident | On HOLD Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang