" Hellen ! Kenapa baju olah raga mu kotor semua ? " tanya ibu kepada ku. " Hellen ikut pertandingan porak, mi " jawab ku singkat. Ibu mengambil stelan kaos dan celana olah raga ku, karena ibu akan mencuci baju. " lantas, kenapa jalan mu seperti itu nak ? " tanya ibu ku kembali. " oh, tubuh ku didorong oleh lawan sehingga aku terjatuh, dan kaki ku terkilir mi, sakit banget ! " jawab ku sambil meringis nahan rasa sakit. " kaki mu harus segera diurut, nak. Agar tidak bengkak, yuk sekarang diurut ke rumah pak Yoyo " ajak ibu dengan bijak. " gak ah mi, sakit ! " tolak ku. " " Hellen, kalau seperti ini kamu akan kesulitan untuk berjalan malah kaki mu akan semakin sakit " bujuk ibu. " ya, mi. Hellen ganti baju dulu " ucap ku.
Tiba lah aku dan ibu di rumah Pak Yoyo, rumah yang sangat asri karena banyak pepohonan rindang.
" assalamualaikum ! " salam ibu ku.
" waalaikum salam " jawab seseorang dari dalam rumah. Krekkkk pintu ruang tamu terbuka, tampak isteri pak Yoyo muncul di balik pintu. " oh, bu Sarah, hai Hellen ayo masuk ! " sapa ibu Rina. Ibu ku langsung memasuki ruang tamu, disusul aku. " kenapa toh nduk ? " tanya pak Yoyo dengan ramah. " kaki ku terkilir mbah sewaktu bertanding basket di sekolah " jawab ku sambil menahan rasa sakit. " oh, kamu berbaring ya nduk posisi tubuh mu tengkurap biar mbah urut kaki mu ! " perintah mbah Yoyo. " inggih mbah ! " lanjut ku sambil menuruti kemauan si mbahDengan cekatan si mbah mengurut kaki ku, tanpa sadar aku menjerit " aduh ! Sakit mbah ! Mi, sakit ! " erang ku. Ku tarik kaki ku tapi dengan sigap si mbah meluruskan kaki ku. " sabar nduk ! Tahan ya ! " ujar mbah Yoyo. " sayang, mimi tau kamu sakit " kata ibu sambil elus rambut ku. Satu jam sudah mbah Yoyo mengurut kaki ku, alhamdulillah sudah mendingan kaki ku tak merasakan sakit lagi. Tak lama kemudian kami pamit untuk pulang. " nah, sudah selesai nduk ! Semoga tidak sakit lagi ya kaki mu aamiin ! " ucap mbah Yoyo. " aamiin " seru kami. " ini mbah, terima kasih sudah mengurut kaki Hellen " kata ibu ku seraya menyodorkan amplop putih berisi uang kertas entah berapa nilai nominal nya aku tak tahu. " oalah mbak yu, mbok yo ojo repot - repot toh, lah wong bapake ikhlas kok bantu Hellen " ujar bu Rina sambil memegang tangan ibu ku. " ah ndak papa toh, hanya sedekar untuk membeli gula dan teh saja jeng ! Nyuwun sewu ndak bisa ngasih lebih ! " cakap ibu ku. " yo wis kami pulang dulu ya, matur nuwun mbah ! " kata ibu ku " inggih, monggo ! Ati - ati yo ! " seru bu Rina dan mbah Yoyo.
Kami pun menaiki becak untuk kembali ke rumah karena tidak ada sarana transfortasi seperti mobil angkutan umum, jarak rumah ku dengan rumah mbah Yoyo lumayan cukup jauh. " gimana nak, kaki mu masih sakit ? " tanya ibu ku dengan lembut sambil belai rambut ku. " alhamdulillah sudah membaik, mi ! " jawab ku sambil meringis karena masih sedikit sakit akibat pijitan mbah Yo. " kalau sampai di rumah kamu istirahat ya ! " pinta ibu ku sambil menatap mata ku yang bening, sebening telaga biru. " ya, mi " jawab ku pelan.
Akhir nya sampai lah kami di rumah, ibu memberikan sejumlah uang kepada abang tukang becak. Aku berjalan menuju kamar, ku buka pintu. Ku rebah kan tubuh ku yang ringkih. Ku pejam kan mata, tak lama aku hanyut dalam dunia mimpi.
Sayup - sayup ku dengar nama ku dipanggil oleh mbak Ocha, perlahan ku buka mata tampak mbak yu ku duduk di sebelah dipan. " bangun, molor aja. Piring tuh cuci, sekarang kan giliran mu ! Ayoooo cepat bangun, dasar pemalas ! " umpat kakak ku. " ya, kak " jawab ku pelan.
Aku mendapatkan jadual piket cuci piring hari ini. Dalam keluarga ku ada semacam perjanjian piket cuci piring. Ku ambil satu persatu piring dan gelas yang kotor di atas meja makan, mangkok di meja ruang tamu. Ku menuju sumur tak lama kemudian aku menimba air, lalu ku cuci semua perabot rumah tangga.
Selesai sudah acara cuci piring, kemudian aku pergi ke rumah Melly untuk berlatih bulu tangkis, jam dinding menunjukkan pukul 15.30 wib. " mi, dedek mau ke rumah Melly ya. Ingin berlatih bulu tangkis " ijin ku. " latihan di mana dek ? " tanya ibu " di pinggir Klenteng Setia Bakti " jawab ku. " ya, boleh. Tapi pulang lah sebelum maghrib, karena anak gadis tak baik kluyuran pada saat Maghrib. Salam ya buat Koko Liu " ujar ibu. " ya, mi. Kalau begitu dedek berangkat dulu ya mi " ucap ku. " ya, nak ! Hati hati di jalan " lanjut ibu ku.
Ku bergegas mempercepat langkah ku menuju rumah Melly. Jarak rumah Melly dengan ku lumayan cukup jauh tetapi aku sudah terbiasa berjalan kaki. Benar saja Melly sudah menunggu ku di teras rumah nya. " Tumben lama, kemana ja lo ? Gue nunggu lo hampir satu jam. Lo datang malah cengar - cengir. Udah telat nih, yuk lah cabut. Kita beli shuttle cock dulu di toko Babah Alip " omel Melly panjang lebar kali tinggi kali lebar hihihi tanpa memberikan aku untuk berbicara. " iya, maaf Mell. Gue abis nyupir alias nyupir piring hari ini jadual ku piket . Sudah ya jangan marah lagi " jelas ku.
Segera Melly menstarter motor kesayangan nya, lalu tanpa disuruh pun aku segera bonceng di belakang nya. Sebelum menuju ke Lapangan bulu tangkis, kami membeli satu set shuttle cock di toko Babah Alip.
( bersambung )
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, Izin kan Aku Bahagia Ongoing
General FictionPerjalanan hidup seorang perempuan berjuang membesarkan anak semata wayang nya. Tak semudah membalikkan telapak tangan, ujian demi ujian silih berganti.Mampu kah ia ?