Tanpa kita sadari, 3 tahun sangat lah cepat berlalu. Itu arti nya aku harus berpisah dengan teman - teman ku. Campur aduk perasaan ku. Satu minggu lagi kita akan ikuti ujian Ebtanas.
" kamu mau lanjut kemana, nak setelah lulus nanti ? " tanya bapak ku ketika kami berkumpul di ruang keluarga menyaksikan televisi.
" belum tau, pak ! " jawab ku pendek. Jujur aku masih bingung ingin melanjutkan kemana.
" yang deket aja, dek ! Bila perlu di SMAN 1 Harapan Pertiwi. Enak kan ga keluar ongkos. Jalan kaki, biar sehat. Kamu kan jarang olah raga " ujar ibu seraya memberikan solusi.
" apa yang dikatakan mimi itu benar Hellen ! " ucap bapak ku.
" lagi pula kamu ga usah capek - capek nunggu angkot, apa lagi ditambah ongkos angkot mahal. Mending buat jajan aja dek " kata mbak yu ku yang nomor lima. Kebetulan mbak yu ku menuntut ilmu di sekolah yang direkomendasikan mimi ku.
" terima kasih pak, bu, yayu sudah merekomendasikan sekolah yang harus ku tempuh, tapi nyuwun sewu biarkan adek pikir - pikir dulu " ujar ku tanpa ingin berdebat dengan mereka.
" baik lah, kami tidak memaksa kamu mau menuntut ilmu di mana pun akan kami dukung, asal dengan satu syarat harus rajin belajar. Ingat itu. Kalau kamu tidak rajin belajar, lebih baik ga usah sekolah. Biaya sekolah itu mahal, dek ! " ancam bapak sambil menatap mata ku dengan sorot mata yang tajam. Bak elang yang siap terkam mangsa nya.
" Insya Allah,pak. Hellen janji akan belajar sungguh - sungguh ! " ucap ku mantap.
" nyuwun sewu, Hellen sudah ngantuk. Ingin tidur " pamit ku kepada mereka yang masih asyik menyaksikan televisi.
" Ya, tidur lah. Lagi pula sudah malam. " kata mimi dengan bijak.
Aku pun beranjak dari tempat duduk, kemudian ku ayun kan langkah ku menuju kamar.
Ku buka pintu kamar, lalu ku menuju sebuah dipan beralaskan kasur. Ku rebah kan tubuh ku yang mungil. Ku pandangi langit - langit kamar.Tembok kamar ku sengaja ber cat biru, warna favorit. Entah mengapa aku menyukai warna biru. Ada ketenangan ketika ku lihat warna yang bermiliki warna biru. Lantas aku pun membaca doa tidur. Tak lama kemudian aku pun terlelap di buai malam yang dingin, se dingin es di kutub utara.
Sayup - sayup ku dengar suara adzan subuh berkumandang, dengan malas ku buka ke dua mata ku. Masih dalam posisi terbaring sambil ku kumpul kan tenaga. Suara khas perempuan paruh baya memanggil nama ku. Itu arti nya aku harus segera pergi ke arah sumber suara dan membantu beliau mempersiapkan dagangan nya. " Huaahhh hhmmmm " desis ku. Bergegas ku menuju dapur, aku tak ingin mimi menunggu lama kehadiran ku.
Kalau aku tidak menampakkan batang hidung ku. Baru lah bapak ku yang turun tangan memanggil ku. " Hellen, ayo bangun. Bantuin nih, molor mulu ! " teriak kakak ke - 6. " Iya, kak. Iya. Aku sudah bangun nih. Ga usah pake teriak - teriak bisa ga sih mbak ? Kek di terminal aja ! " sungut ku sambil ku lirik wajah nya. " Apa lo liat - liat ! " hardik nya seraya melototkan mata nya. " Sudah ! Sudah, jangan bertengkar ! Pamali bikin rejeki seret tau ga sih ? " lerai mimi dengan bijak nya. " Hellen, sholat subuh ya. Setelah itu, kamu bantu mimi " ucap beliau sambil mengelus rambut ku.
Ku langkah kan kaki ke sumur, aku ambil ember kemudian aku cemplungin ember sehingga jatuh ke bawah sumur. Ku tarik ember yang berisi air lalu aku tumpahkan air itu ke dalam wadasan ( semacam kendi berukuran besar, terbuat dari tanah liat ). Bergegas aku berwudu
Setelah itu, aku menuju ke kamar untuk menunaikan shalat subuh.Rutinitas ku di pagi hari sebelum berangkat sekolah, aku selalu membantu mimi menyiapkan masakan sate usus, cumi - cumi, dan sambal goreng kerang. Dagangan tersebut dititipkan pada salah satu bandar nasi yang ada di daerah ku.
Ibu ku sengaja berjualan untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari. Mengandalkan gaji dari bapak ku tidak lah mencukupi. Bukan nya kami tidak mensyukuri nikmat.
Ayah ku seorang pensiunan PNS harus menghidupi keluarga kecil nya. Kadang aku tak kebagian uang jajan karena kebutuhan kakak ke - 4 tengah melanjutkan kuluah nya.
Meski aku sebagai anak bungsu, namun aku mengerti tentang kondisi keuangan di dalam keluarga ku. Aku tidak menuntut untuk mendapatkan uang jajan.
Kakak pertama ku menikah dengan seseorang yang berprofesi sebagai satpam pada suatu perusahaan yang terkemuka di kota ku. Dikaruniai dua anak lelaki yang pertama bernama Josep, dan yang bungsu bernama Johan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuhan, Izin kan Aku Bahagia Ongoing
General FictionPerjalanan hidup seorang perempuan berjuang membesarkan anak semata wayang nya. Tak semudah membalikkan telapak tangan, ujian demi ujian silih berganti.Mampu kah ia ?