Part 2

64 46 34
                                    

"Orang asing dapat menipumu, sebaik-baiknya rumah yang tak memiliki topeng adalah keluarga"

***

"Astagfirullah." Shafa berkali-kali menarik ulur nafasnya, meredakan emosi yang kini telah memuncak hingga kepala, air mata yang tak henti menetes, segelinter tanya ada dalam benaknnya, kenapa aku? Tapi lagi-lagi malaikat membisikkan karena Allah tahu kamu sanggup melewatinya.

"Allahhuma shali alla syaidina Muhammad. Laa haula wala kuata illah billah." Shafa tak henti bergumam ditengah tangisnya, sambil menatap layar hp berisikan pesan-pesan panjang berwarna hijau abu-abu.

"Yang kamu tipu ini. Orang nggak mampu, tega makan uang nipu fakir miskin. Sungguh kamu bukan islam, wajah islam tak seperti ini!" teriak Shafa tak terima, tanggisnya terdengar hingga luar kamar, hingga adik dan ibunya datang dari pintu kamar yang tertutup, "Kenapa kamu, nak?"

Sontak tanggis Shafa terhenti, bibirnya keluh tak berani berucap satu katapun.

"Kenapa, yuk?" Denis—adik laki-laki Shafa datang dan mendobrak pintu kamar, Marwah—ibu Shafa terlebih dahulu melihat kondisinya baru setelah itu disusul Denis.

"Shafa nggak kenapa-kenapa, bu."

"Bikin kaget saja. Ayukmu tuh." Marwah yang pergi meninggalkan Denis dan Shafa karena menyadari tidak ada yang aneh dari putrinya itu.

Lima menit Denis berdiri didepan pintu kamar Shafa yang terbuka, dengan kedua tanggan yang terpangku diatas dada, "Kenapa lu yuk?" tanya Denis dengan mata yang menunjukkan rasa penasaran.

Belum sempat Shafa membuka mulutnya untuk berbicara, air matanya terjatuh lagi, "Ayuk kena tipu." Rasa sedih yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata bahkan suara tangispun tak bisa terdengar lagi. Kalian tahu kan bahwa tangisan yang tanpa mengeluarkan suara adalah tangisan yang paling sakit.

"Kena tipu siapa? Siapa yang berani nipu lu?" Denis mendekat duduk sejajar diatas kasur dengan Shafa, Shafa menunjukkan layar hp yang dia pegang sedari tadi kepada Denis.

Shafa bercerita dengan detail kepada Denis, dari pertama ia bertemu dengan aplikasi yang menipunya hingga akhir ia berpikir 'aku telah dikhianati'.

"Capt semuanya, kirim ke Denis, sekarang!" Denis pergi dengan wajah yang tak terima, emosi yang mungkin saja sudah diujung kepala.

Shafa masih tak percaya, dia meringkuh tubuhnya dengan tangisan kecil yang tak berkesudahan.

Ada orang asing yang baik, ada juga orang asing yang jahat, ada orang asing yang bisa dijadikan saudara dan ada juga orang asing yang memilih menjadi musuh. Semua datang karena Allah yang izinkan dan selalu ingat Dia mendatangkan sesuatu bukan secara percuma tapi pasti ada hikmah yang tersirat. Itu tergantung kita yang memaknainya.

Matanya menangis tapi hatinya ikhlas, bibirnya terus dibasahi dengan kalimat tahlil dan tahmid, ia tahu semua ini salahnya, semua ini karena hawa nafsunya yang mendominasi, kecewa sudah pasti, ingin rasa putar waktu tapi tak bisa.

Orang-orang akan tetap asing selama mereka kenal tapi tetap diam, Shafa berkeinginan seperti itu. Setelah kejadian ini menjadi orang asing yang tak dikenal seperti sebuah keharusan. Diam tak bergerak.

***

Selamat datang Lampung.

Mata Faqih terpesona dengan gedung kuning berbentuk siger diatas bukit sana, beberapa kali Ia mengabadikan keindahan dengan kameranya, banyak hal yang ia temui ditempat yang baru saja pertama kalinya dia kunjungi.

Rasa tak percaya tak kuasa ditahan, itu terlihat jelas dari raut wajah bahagia Faqih, datang sendiri dengan penuh keberanian tanpa tahu arah yang dituju, tidak punya kisi-kisi tentang seseorang yang selalu ada dalam benaknya, daerah ini cukup luas, bagaimana ia menemukan seseorang diantara jutaan manusia yang tinggal disini?

Seingat Faqih gadis itu tinggal dikota dan untuk menuju pusat kota tidak terlalu jauh dari Bakau, mungkin hanya memakan waktu dua jam menuju kesana. Bermodalkan handphone dan kuota, Faqih memutuskan untuk memilih penginapan yang terdekat, dia akan memulai mencari dari ujung kota. Berharap rencana yang telah disusunnya berjalan dengan lancar.

Mencari seseorang yang kita tidak tahu identitasnya dengan baik suatu pekerjaan yang mustahil berhasil dengan cepat, ini bukan berarti tidak mungkin ya.

Tapi Faqih selalu berbatin, jika memang Shafa adalah takdir untuknya, segala ketidakmungkinan itu akan hilang diganti dengan keyakinan.

Faqih selalu berprasangka bahwa takdir baik ada pada dirinya dan Shafa.

"Hotel Shahid ya, Dek?" Lamunan Faqih menghilang ketika Pak Sopir memberitahu bahwa tujuannya telah sampai.

"Ah, iya pak. Maaf saya kurang tahu kalo sudah sampai." Alibi Faqih sambil menunjukkan cengiran manisnya.

"Iya, ndak apa-apa toh."

"Terima kasih ya, Pak."

Faqih turun dari travel yang telah mengantarnya dengan selamat, "Shafa sebentar lagi aku akan menemukanmu!" yakin Faqih sambil melangkahkan kakinya menuju kedalam.

Perjalanan ini akan menjadi sejarah, semua Faqih rekam dalam memori kameranya, sejah awal bertemu dan berpisah dan semua pencarian ini ia sangat berharap takdir memihak padanya, mempertemukannya dan mewujudkan mimpi masa depannya bersama Shafa.

Ia ingin bertemu seseorang yang sangat berpengaruh dalam hidupnya, bagaimana pertemuan awal mereka sangat berdampak baik dalam kehidupan Faqih dimasa kini.

SHAFA [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang