Part 6

7 0 0
                                    

"Nomor telepon yang ada hubungi tidak menjawab"

Seorang petugas polisi, menutup gagang telepon dengan kesal

"Doni apa sudah ada update?" tanya Pak Dwi

"Belum pak, namun Lia sedang menelpon beberapa hotel yang kemungkinan ditinggali oleh ayah Maudy" 

"Oke bagus, kabari saya jika ada perkembangan"

"baik pak"

Pak Dwi pun berjalan ke kantornya, disana partnernya Andhika sedang menyusun beberapa file

"ada info dari ayahnya Maudy, pak?" tanya Andhika

"belum, tapi sembari menunggu kita masih harus mencari pola si pelaku" 

"berdasarkan pengakuan Maudy, pelaku menggunakan jubah hitam dan topeng putih sementara kostum seperti itu dijual secara umum dimana mana. Bisa semua orang menjadi pelaku nya"

"tidak, tidak pasti ada pola tertentu dik"

"atau memang mungkin ada penjahat kriminal yang tinggal didaerah sini pak. Sejak 2 bulan lalu, peningkatan kriminalitas memang meningkat terutama di kota kota besar"

"Dika, kota besar sudah pasti identik dengan kriminalitas. Itu sudah hukum alamnya. Sudah kodrat mereka"

Andhika terdiam sebentar dan memang benar perkataan dari pak Dwi.

"Yang saya ingin lakukan adalah menghubungkan ini semua dengan pembunuhan pada 15 tahun lalu" 

Andhika terkejut melihat Pak Dwi kembali mengungkapkan mimpi buruk di kota tersebut. Ibarat, ia mendengar suatu hal yang tabu

"Maksud bapak, pembunuhan keluarga Cahyadi?" tanya Andhika

"Iya, karena kurang lebih pelaku nya memiliki kostum yang sama"

"tapi apa mungkin pak? itu sudah 15 tahun yang lalu. Itu sudah cukup lama, mungkin sudah terlupakan bahkan"

"terlupakan iya, tapi belum mati dika"

Pak Dwi berjalan menuju papan tulis yang berisi rentetan pembunuhan dari 15 tahun lalu hingga penyerangan Maudy. 

Andhika berjalan ke papan tersebut dan melihat informasi mengenai Jessica dan Angga.

"Pak Dwi, Jessica dan Maudy apakah pernah satu kelas?" tanya Dhika

"Iyaa, mereka satu kelas. Kenapa?"

"Apakah ibu Maudy dan Ibu Jessica juga pernah satu kelas?" 

Pak Dwi terdiam dan mereka pun saling berpandangan. Keduanya memikirkan hal yang sama.

Buku tahunan.

"Baik, kita ke sekolah sekarang" ucap Pak Dwi

"Tidak perlu pak, biar saya saja. Saya akan pergi bersama Doni" 

Andhika pun pergi dari ruangan.

Sementara Pak Dwi masih memandangi papan tulisnya.

.

Bel sekolah berbunyi,

para siswa pun berhamburan keluar sementara Theo sudah menunggu di gerbang dengan girangnya.

20 menit pun berlalu. Theo berusaha menghubungi Chelsea, namun tidak diangkat.

Ia berusaha menelpon Brian pun tidak diangkat. Theo pun berjalan masuk ke koridor sekolah kembali untuk mencari Chelsea. 

Beberapa murid dan guru masih berada di sekolah. Suasana masih cukup ramai namun wujud Chelsea tidak terlihat oleh Theo. Sesekali ia masih berusaha menghubunginya namun belum dijawab. Theo pun menunggu di salah satu kelas. 

Sendirian.

"Chelsea, lu belum balik?" ucap salah seorang gadis

"belum nih, masih ada satu jurnal lagi. Kalian duluan aja" ucap Chelsea

"Oke deh kalau gitu, kita duluan ya. Jangan lama lama ya" 

"iyaa, nanti kalau ketemu Bu Linda dibawah, bilang aja masih ada Chelsea ya. Jadi pintu perpus jangan dikunci dulu" 

"Okee siap!"

Kedua temen Chelsea pun pergi.

Chelsea beranjak dari kursinya dan mencari disekitaran rak psikologis yang berada di ujung ruangan. Cukup berdebu dan cukup sesak, namun Chelsea masih berusaha mencari buku yang dia mau.

BRUK!

Chelsea tersentak mendengar suara dentuman keras.

"Halo?" 

Hening

"Elsa, kok lu balik lagi?" 

Hening.

"Sa?"

Chelsea pun berjalan menuju ruang tengah perpustakaan.

Kosong. Tidak ada seorangpun.

Ia pun melihat sekitar. 

Tidak ada seseorangpun

"Bu Linda" ucap Chelsea

Hening.

Chelsea pun menghiraukan dan kembali duduk di mejanya. Ia merogoh tas untuk mencari handphone nya dan ia sadari bahwa handphone nya tidak ada.

.

Andhika dan Doni sampai di sekolah. Koridor sekolah mulai terlihat sepi. Mereka berdua berjalan cepat menuju ruang kepala sekolah. Pak James.

"Siang pak James" ucap Andhika

"Oh, hai. Ada apa lagi? Ada yang bisa saya bantu?"

"pak saya butuh buku tahunan sekolah ini untuk pemeriksaa"

"ohh, oke baik. saya bawa kalian ke ruang arsip" 

"baik pak. Don, lu stay diluar ya. Jaga lapangan" perintah Andhika

"Oke baik dik. Jangan lama lama ya. Gua ada janji sama tunangan gua malam ini soalnya"

Andhika pun meringis dan berjalan masuk bersama pak James.

Theo yang melihat Pak James dan Andhika berjalan bersamaan merasa kebingungan sembari masih berusaha menelpon Chelsea. 

Sudah 35 menit ia menunggu, Theo pun akhirnya berjalan menuju toilet cowok. Brian pun tidak membalas telepon dan chat nya. Sesampainya di toilet, kondisi sepi. Tidak ada seorangpun.

Theo berjalan ke salah satu wastafel, sambil mengirim chat kepada Brian bahwa ia akan berangkat ke rumah sakit. Sekali lagi, Theo berusaha menelpon Chelsea

di tengah kesunyian toilet, suara dering hp memecah keheningan.

suara itu berasal dari salah satu bilik. Theo masih berusaha menelpon Chelsea kembali namun suara dering hp itu mengikuti Theo.

Theo sadar ia tidak sendirian.

Theo berpaling arah ke arah bilik. Terdapat 6 bilik dan semuanya terlihat kosong karena tidak ada kaki yang menginjak lantai. 

Theo kebingungan darimana suara tersebut. 

ia pun melangkah ke arah tengah toilet, dimana 6 bilik secara keseluruhan bisa ia lihat secara bersamaan. Suara dering hp itu masih ada. Theo melihat dengan seksama, dari bilik mana suara itu berasal.

Sampai, 

terjadi keanehan di bilik nomor 2, sebuah kaki muncul dan perlahan menginjak lantai. Selanjutnya, kaki kiri muncul mengikuti pola yang sama. Kaki itu diam serasa melihat ke arah Theo.

Keringat deras membanjiri kepala Theo, badannya terasa kaku.

Ia berusaha berjalan pelan ke arah pintu keluar toilet.

Sampai pintu bilik nomor 2 terbuka dengan cepat.



End part 6

Alone ?Where stories live. Discover now