Keping Tiga ; Bhajkama Dierja, Sebuah Keinginan untuk Hidup

75 10 31
                                    

Warning before reading!

Untuk Bhajkama Dierja, aku sengaja tulis lumayan panjang. Beda dengan Sekala Madya, Bhajkama sedikit lebih pelik.

Jadi bacanya pelan pelan aja. Kalau nggak kuat, lanjutin besok aja wkwkwk.

Selamat memahami kisah hidupnya Kama, teman teman ✨

Selamat memahami kisah hidupnya Kama, teman teman ✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


'Drtt'

'Drtt'

Ponsel tua milik Kama bergetar ketika pemuda laki laki itu sibuk jaga warnet. Kama sudah tau siapa yang akan menelfonnya di tengah tengah kesibukan yang dia lakukan saat ini.

Ibu.

Wanita itu selalu menelfon Kama setiap hari. Mungkin ada tiga sampai empat kali sejak pagi. Seharusnya, itu hal yang romantis, kan? Seharusnya hal itu menandakan bahwa Kama merupakan anak kesayangan Ibu. Namun nyatanya, Ibu menelfon bukan untuk menanyakan kabar. Ibu menelfon bukan dengan tujuan untuk memberikan Kama semangat. Ada alasan lain, yaitu ...

"Halo Bu?"

"Kenapa jam segini belum pulang?! Ngelayap kemana aja, lu?!"

Lagi dan lagi. Setelah hari hari panjang yang Kama lewati, suara teriakan Ibu dan segala macam tuduhannya akan selalu menjadi melodi sedih yang Kama dengar melalui telinganya di akhir hari.

"Masih jam setengah sembilan, Bu. Warnet tutupnya jam sembilan. Setengah jam lagi, sabar ya..."

"Halah! Pulang aja dulu! Udah pada abis semuanya nih. Lu pan tau gue nggak bisa kehabisan minum."

Kama diam. Tangannya meremat ponsel yang menempel di telinganya dengan erat. Jika Kama mampu berbicara, Kama ingin bertanya pada Ibu.

Apa susahnya sih lepas dari benda benda yang membuat ketergantungan itu?

Apa salahnya Ibu minum air putih sekali sehari daripada terus menerus minum miras?

Bukan kah uangnya lebih baik ditabung daripada dihamburkan dengan cara yang tidak baik seperti itu?

Sejujurnya, Kama lelah. Laki laki itu kerja dari pagi sampai pagi untuk mengumpulkan uang. Kama rela jaga warnet, jadi tukang parkir, atau bahkan menyanyi dari kafe ke kafe untuk menghidupi Ibu dan dirinya. Namun tetap, tidak peduli seberapa keras Kama berusaha, Ibu tidak akan pernah melirik hal itu. Karena yang ada di fikiran ibu saat ini hanyalah miras dan obat obatan miliknya.

Sejak Bapak pergi, ibu jadi suka mabuk mabukan. Dulu, Bapak adalah seorang supir truk barang yang pergi ke luar kota setiap tiga hari sekali. Jadi Bapak jarang sekali ada di rumah. Makanya kalau ditanya kenangan apa yang bisa Kama ingat tentang Bapak, maka jawabannya adalah tidak banyak. Kama ingat beberapa dan salah satunya adalah ketika Bapak memberikannya mainan mobil mobilan baru yang dia beli dari luar kota.

Saat itu, sekalipun hidup mereka sederhana dan jauh dari kata cukup, Kama merasa bahwa dirinya di masa itu mampu lebih bersyukur karena keadaan tampak masih sangat baik. Dia bisa tidur dengan tenang tanpa suara racauan ibu yang tidak jelas. Kama masih bisa main dan menikmati hari harinya. Kama mampu pulang ke rumah tanpa rasa takut.

Pondok Pak Biyyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang