Keping Sebelas ; Heksa dan Sahabat Seumur Hidupnya

63 10 2
                                    

"DM tipe satu."

Pak Biyyu datang dan mengangetkan Janu yang tengah terdiam di depan ruang rawat Heksa.

"Diabetes melitus?"

Abiyyu mengangguk sebagai jawaban. Keduanya sama sama diam. Abiyyu tidak tau apa yang harus dia lakukan setelah ini. Tidak pernah terbayangkan dalam benaknya bahwa bocah yang begitu berisik ini nyatanya sedang bergelut dengan sebuah penyakit yang bertahun tahun bersarang di tubuhnya. Sedangkan Janu, hatinya terasa berat setelah mendengar pernyataan dari Abiyyu tadi. Bagaimana mungkin Heksa menyembunyikan hal sebesar itu dari mereka semua?

"Sudah dari kapan, Pak?"

"Bapak juga nggak tau, Nu. Dokter bilang Heksa merupakan anggota tetap komunitas DM tipe satu dari dua tahun yang lalu."

"Itu artinya, Heksa sudah hidup dengan penyakit ini selama dua tahun?"

"Bapak nggak tau. Kita coba pastikan ke Heksa kalau dia sudah sadar nanti."

Janu hanya menganggukkan kepalanya. Tidak lama setelah itu, satu persatu mulai dari Mada, Kama, dan Syeka mulai berdatangan.

"Heksa kenapa, Pak?" Tanya Mada dengan panik.

"Bapak akan cerita tapi nggak disini."

Abiyyu pun membawa anak anak itu untuk pergi ke tempat yang lebih aman. Syeka dan Kama mengekori Pak Biyyu secara otomatis. Mada pun juga demikian namun langkahnya terhenti ketika melihat Janu hanya diam di tempatnya.

"Nu, kamu nggak ikut?"

Janu menggeleng "Gue disini aja, Bang."

"Yaudah. Nitip Heksa, ya..."

Setelah Mada pergi, suasana menjadi sepi kembali. Janu masih tetap setia berdiri di depan ruang rawat Heksa. Beberapa kali pemuda itu melirik ke arah jam dinding. Perawat tadi bilang kalau Heksa akan segera bangun. Ini sudah hampir satu jam, tapi kenapa Heksa belum juga bangun?

Tidak lama setelah itu, ada perawat yang datang. Janu membiarkan perawat tersebut masuk. Sedangkan Janu tetap berdiri di depan pintu.

"Kenapa berdiri disini? Kenapa anda tidak masuk ke dalam?" Tanya si perawat begitu selesai mengecek cairan infus milik Heksa.

Janu hanya menggeleng sebagai jawaban. "Sus, anu... Saya mau tanya sesuatu boleh?"

"Tentu saja boleh."

"Itu... Em... Anu..."

Haduh. Bagaimana ya? Janu mau tanya kenapa Heksa belum kunjung bangun. Janu khawatir setengah mati dari tadi. Tapi kalau Janu tanya lagi tentang hal yang sama, bisa bisa dikepret Janu sama si perawat karena kebanyakan tanya.

"Biusnya belum sepenuhnya habis. Itu alasan kenapa saudara anda belum juga bangun."

Wah! Sepertinya selama kuliah, perawat juga diajari bagaimana caranya membaca pikiran orang. Janu kemudian menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia mengerti.

"Anda boleh masuk. Ajak saudara anda mengobrol sembari menunggunya bangun. Bukankah itu lebih baik daripada anda menunggunya di depan sini?" Ujar si perawat kemudian berlalu dari sana.

Namun, tetap saja. Janu akan selalu jadi Janu yang kalah dengan rasa bersalah miliknya. Pemuda itu bahkan tidak masuk ke ruang rawat Heksa sampai saat dimana Heksa sudah sadar.

Janu malah diam di depan pintu sembari memandang Mada, Kama, dan juga Syeka yang tengah sibuk menghibur ataupun mencoba untuk menyuapi Heksa makan.

"Ayo, makan dulu anak manis.... Buka mulutnya... Aaaaa...." Syeka menyuapi Heksa roti gandum dengan nada khas seperti merayu anak kecil.

Pondok Pak Biyyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang