"Askebennaya... Askebennaya.... Son soniyehoo~"
Kama menghembuskan nafasnya jengkel. Bagaimana tidak, Heksa sudah berkali kali mengulang video anak kecil dengan gigi ompong bagian depan yang bernyanyi demikian. Pemuda itu bahkan tertawa terbahak bahak tidak peduli berapa puluh kali video itu diputar.
"Aduh!"
Heksa mengaduh ketika Kama dengan sengaja melemparkan bantal ke arahnya. Biarkan saja. Kama sudah muak mendengar video itu berkali kali diputar hingga rasanya telinga milik pemuda itu terbakar di tempat.
"Kenapa sih?! Sirik aja lo."
"Berisik, ya nyet!"
"Nye nye nye nye."
Memang dasar Heksa manusia kurang ajar. Bukannya membantu menyiapkan bakar bakar untuk makan malam, Heksa malah sibuk tertawa tidak jelas dengan ponselnya. Berbanding terbalik dengan Mada, Kama, Janu, dan Syeka yang berusaha keras menyalakan api demi kelancaran acara makan malam ini.
Tadi siang Pak Biyyu memutuskan untuk mengajak kelima anak nya untuk makan malam dengan cara barbeque-an. Jika difikir fikir halaman belakang rumah cukup luas untuk digunakan makan bersama sembari bakar bakar daging atau sosis.
Sederhananya, ini adalah cara yang Abiyyu lakukan untuk membuat kelima anaknya semakin lebih dekat. Walaupun sudah seminggu sejak Heksa keluar dari rumah sakit, dan selama itu pula anak anaknya bergantian untuk menjaga Heksa, hal itu tidak cukup membuat mereka mengenal satu sama lain.
Sebab Mada masih sungkan untuk mengutarakan maksud yang dia ingin ungkapkan. Pemuda itu masih bingung tentang alasan kenapa dia datang kemari. Kadang, ada waktu dimana Mada akan bertanya tanya apakah keputusan untuk datang kemari adalah keputusan yang tepat atau tidak. Abiyyu masih bisa melihat kebimbangan besar yang berusaha Mada tutupi disini.
Untuk Kama, dia masih sering melamun ketika sedang sendirian. Abiyyu cukup sering mendapati anak itu terdiam di depan jendela ketika larut malam ataupun ketika hujan sedang turun. Mata milik Bhajkama Dierja masih sama sendunya seperti pertama kali bertemu Abiyyu. Hati milik anak itu masih sama beratnya. Abiyyu bingung, apa dengan datangnya Kama kemari tidak sedikit pun mengurangi berat yang ada di hatinya?
Lalu Janu Jiwatrisna yang akhir akhir ini lebih sering Abiyyu panggil Jiwa daripada Janu, memang anak yang paling banyak berkembang. Meskipun tidak jarang Abiyyu mendapati Janu masih kabur kaburan ketika suasana hatinya tidak cukup baik. Namun setidaknya, Abiyyu lebih sering melihat Janu tersenyum daripada saat pertama kali dia datang kemari. Tidak apa apa, Abiyyu menghargai setiap perubahan kecil yang ada pada anak anaknya.
Selanjutnya adalah Heksa. Walaupun anak itu tampak seperti yang paling terbuka, nyatanya Abiyyu tidak pernah mampu memahami apa yang benar benar Heksa rasakan. Heksa masih tetap menyembunyikan beberapa sisi yang menurutnya tidak perlu untuk ditunjukkan.
Seperti halnya masalah DM seminggu yang lalu. Kalau saja Janu tidak menemukannya pingsan, Abiyyu pasti tidak akan pernah tau kalau Heksa punya riwayat Diabetes melitus. Ketika ditanya tentang alasan kenapa dia tidak memberitahu Abiyyu tentang hal itu, Heksa menjawabnya dengan,"DM bukan lagi masalah yang besar buat saya, Pak. Saya tumbuh dengan penyakit ini sejak saya masih kecil. Sedikit banyak saya tau cara mengendalikannya. Bapak nggak perlu khawatir. Saya bukan tipe orang yang suka membuat diri saya sendiri sakit. Jadi seperti halnya saya, mari membuat penyakit ini menjadi sesuatu yang tidak tampak besar. Ini tubuh saya dan saya yang kendalikan. Mungkin akan ada waktu dimana saya akan pingsan dan berakhir di rumah sakit dengan beberapa suntikan di tubuh. Tapi pada akhirnya, saya akan baik baik saja. DM tidak akan membunuh saya karena kita sudah berjalan bersama layaknya teman sedari kecil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pondok Pak Biyyu
Novela Juvenil"Sebelum gue lupa sama semuanya, gue mau jadi seorang Bapak, gue mau punya anak. Tanpa harus menikah dan berkomitmen sama seorang wanita." Abiyyu Agnibrata, didiagnosis alzheimer saat usianya menginjak empat puluh dua tahun. Dokter bilang dia akan k...