Keping Lima ; Laksamana Heksa Madani

66 9 0
                                    

Heksa termenung dalam kamarnya sembari memandang pamflet yang diberikan temannya kemarin.

Wanderlust!
The biggest music competition 2023!
Sign up and become a new legend in the Asian music industry.

Wanderlust adalah kompetisi musik yang paling dia tunggu tunggu setiap tahunnya. Selain karena Heksa suka musik, di Wanderlust ini ada salah satu komposer musik yang paling dia kagumi,

Bonheur.

Konon katanya, si Bonheur yang tidak pernah menampakkan dirinya itu akan datang dan menjadi juri langsung di kompetisi musik Wanderlust ini. Tentu saja Heksa ingin melihat bagaimana dan seperti apa sosok Bonheur yang karya karya nya selama ini menemani Heksa bertumbuh.

Pemuda laki laki itu menghembuskan nafasnya lelah. Dia ingin ikut, tapi Papa pasti tidak akan mengizinkannya. Mengingat terakhir kali dia ikut kompetisi musik, Papa mengamuk habis habisan hingga hampir melukai Mama dan juga adik perempuannya.

Papa tidak pernah suka Heksa bermain musik. Dulu saat dirinya masih kecil, ketika dia mengutarakan keinginannya untuk jadi seorang komposer musik seperti Bonheur, Papa memarahinya habis habisan.

"Kamu mau jadi komposer musik? Yakin bisa sukses? Mimpi itu yang pasti pasti aja. Jadi dokter, jadi polisi, jadi tentara, atau paling mentok jadi tenaga pengajar kayak Papa. Jangan aneh aneh! Nggak ada ceritanya seorang anak dari keluarga pendidik kerja di dunia musik apalagi jadi penyanyi. Itu memalukan!"

Heksa ingat betul perkataan Papanya. Bagaimana mungkin anak usia sepuluh tahun, dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kepolosannya, dimana dia pertama kali bermimpi dan memberanikan diri untuk menyampaikan mimpi tersebut pada orang tuanya, malah ditentang habis habisan.

Jadi sejak saat itu, Heksa tidak pernah lagi mengutarakan keinginannya untuk jadi seorang pemusik. Heksa tidak lagi berbicara pada Papanya tentang mimpinya, tentang dia ingin jadi apa di masa depan. Heksa juga tidak lagi berbicara pada Papanya semenjak hari dimana Papa selalu mengungkit bahwa dirinya hanyalah anak angkat yang menumpang di rumah dan harusnya tahu diri.

Sejak saat itu, Heksa tidak pernah melirik Papanya lagi. Dia bertahan di rumah ini hanya untuk Mama dan Ara, adik perempuannya.

"Abang... Disuruh makan sama Mama..."

Itu Ara. Adik kecilnya yang berusia tujuh tahun. Heksa tersenyum, dia meraih Ara kedalam pelukannya.

"Ara udah makan?"

"Udah. Ara tadi makan roti."

"Kenapa cuma makan roti?"

"Ara mau diet Abaang..."

Heksa terkekeh. Dia mengusap kepala adiknya dengan sayang.

"Helleh! Masih bocil sok sok an mau diet. Badan udah kayak sapu lidi begini. Makan gih sana.... Makan yang banyak biar cepet besar."

"Ara nggak mau cepat besar, Abang..."

"Kenapa gitu?"

"Abang bilang jadi besar itu nggak enak."

"Ara.... Jadi besar emang nggak enak. Kamu akan punya tanggung jawab yang lebih banyak. Kamu akan kehilangan waktu mu untuk bermain, kehilangan waktu mu sama keluarga, atau mungkin kamu juga akan kehilangan diri mu sendiri. Ketika kamu sudah besar, akan ada banyak standar yang harus kamu capai."

Ara hanya diam mendengarkan ucapan Abangnya yang sepertinya sangat sulit dia pahami. Tapi meskipun begitu, Ara tidak mencoba untuk memutusnya. Gadis kecil itu memutuskan untuk mendengarkan Abangnya hingga selesai berbicara.

Pondok Pak Biyyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang