Keping Delapan ; Day One

38 8 1
                                    

"Adista, kalau aku bawa kamu pergi jauh dari negeri ini, apa kamu mau?"

"Untuk apa kamu bawa aku pergi jauh dari negeri ini, Bi?"

"Supaya kamu bisa bahagia. Supaya aku tidak lagi melihat kamu menangis karena disakiti suami mu atau karena alasan apapun. Ayo, Dis... Aku bisa buat kamu bahagia. Lebih dari yang kamu bayangkan."

Saat itu Adista hanya diam. Abiyyu dengan cintanya yang begitu besar nyatanya tidak pernah mampu menandingi cinta milik Adista pada suaminya.

"Bi, maaf....."

Di titik itu, Abiyyu sadar. Bahwa dia sudah kalah telak, untuk yang kesekian kalinya. Maka dengan itu, Abiyyu pun akhirnya memutuskan untuk pergi jauh dari negeri ini seorang diri. Biyyu pergi ke Paris untuk belajar musik. Dia sengaja memilih tempat yang begitu jauh dengan harapan semoga jarak yang dia tempuh itu mampu membuatnya lupa pada cintanya yang tak sampai.

Dua puluh dua tahun berlalu, hari ini tiba tiba saja seorang pemuda dengan nama Syeka Adam Syah datang ke hadapannya membawa nama yang puluhan tahun ini coba Abiyyu kubur dalam dalam.

Pradista Arthawidya.

****

"Bagaimana bisa kamu tau tentang Adista?"

Pertanyaan Abiyyu sontak membuat Syeka tersenyum. Bahkan Ayahnya pun tidak pernah memanggil Ibu dengan sebutan secantik itu.

"Bagaimana mungkin saya nggak tau apapun tentang Ibu saya?"

Jawaban milik Syeka mampu membuat Abiyyu berkaca kaca. Apa katanya tadi?
Ibu? Jadi, pemuda yang berdiri di hadapannya saat ini adalah bayi laki laki yang dia lihat di inkubator dua puluh dua tahun yang lalu?

Abiyyu tersenyum. Dia berjalan mendekati Syeka. Dia ulurkan tangannya untuk mengusap lembut surai milik anak itu. Dia tatap lamat lamat wajah milik Syeka. Dan memang benar. Pemuda ini adalah putra dari Pradista Arthawidya. Bahkan jika dilihat dari matanya pun, Biyyu sudah mampu mengetahui bahwa pemuda ini adalah anak dari gadis yang begitu dia cintai dulu.

"Masuk, nak..." Ucap Abiyyu pada akhirnya.

"Saya... Boleh masuk?"

"Pintu rumah ini akan selalu terbuka untuk kamu."

Ya Syeka, pintu rumah Abiyyu akan selalu terbuka untuk mu seperti halnya pintu hati Abiyyu yang selalu dia buka untuk cintanya, Pradista Arthawidya.

Disisi lain, Wira membawa Janu untuk duduk di ruang tengah. Dia ambil obat merah dan rentetannya untuk mengobati luka yang ada pada wajah Janu.

"Buseett!! Abis tawuran darimana ini?" Tanya Heksa sembari berjalan mendekati Janu.

"Sa! Minggir deh. Jangan ganggu, Lo ah!" Kama memberi kode pada Heksa untuk tidak berbuat yang aneh aneh.

"Santai aja kenapa siih... Heh, bro! Lo abis tawuran rebutan apa? Sampai bonyok gini."

Janu hanya diam. Enggan menanggapi celotehan Heksa yang menurutnya tidak ada manfaatnya.

"Kok nggak jawab, sih?! Oh... Lo bisu, ya?"

Janu tetap diam.

"Kasihan, deh. Cakep tapi bisu."

Heksa pun berdiri dari duduknya. Dia berlalu dari sana begitu melihat Pak Biyyu membawa satu orang anak lagi untuk masuk bersamanya.

"Buseeett! Bapak nemu anak darimana aja? banyak banget gilee!"

"Dah jangan banyak cincong lo."

Abiyyu pun mengumpulkan mereka di ruang tengah. Dia melihat kondisi Janu sejenak untuk memastikan bahwa pemuda itu baik baik saja. Luka yang ada di wajahnya pun diatasi dengan baik oleh Wira.

Pondok Pak Biyyu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang