- harus gimana? -

3.5K 132 1
                                    

Happy reading

Siapa sih yang tidak mau menikah?

Menikah merupakan ibadah. Ibadah yang paling lama itu ya menikah. Ibadah yang paling banyak pahalanya yang menyempurnakan separuh agama seseorang.

Menikah juga bukan hanya tentang 'butuh modal' berupa uang penghasilan, tetapi juga butuh ilmu, butuh iman yang kuat untuk melawan iblis jahat yang akan selalu menggangu rumah tangga seseorang dan mendapatkan surganya Allah.

"Bun," panggil Tya menatap bundanya yang masih fokus menatap layar televisi di depannya.

"Hm?" bunda Serena berdehem tanpa menoleh. Dia tidak mau ketinggalan satu detik pun melihat siaran kesukaannya.

"Bunda udah pengin cucu ya?"

Pertanyaan Tya berhasil membuat bunda Serena menoleh. "Kenapa, kok kamu tiba - tiba tanya kayak gitu?"

"Lihat reaksi bunda pas Jay panggil oma, buat aku berkesimpulan kayak gitu," jawab Tya.

Bunda Serena menarik ujung bibirnya membentuk senyuman manis. "Siapa sih yang gak mau punya cucu, nak? Apalagi bunda udah gak muda lagi. Bunda pengin di rumah ini ada suara bayi, lihat dia lari - lari kesana kemari, terus main sama bunda."

"Bunda itu suka anak kecil dari dulu, pengin rasain lagi gimana rasanya mengurus bayi, bunda rindu moment itu. Bunda gak bisa hamil lagi, dan harapan satu - satunya ya bunda bisa lihat cucu bunda."

"Bunda itu pengin banget punya cucu dari lama, tapi di lain sisi bunda juga gak siap kalau kamu jauh dari bunda. Kamu juga tahu, kalau sudah menikah itu istri wajib mengikuti kemana pun suaminya melangkah. Bunda belum siap dari sisi itu. Bunda izinkan kamu menikah, dan ikut suami kamu, tapi jangan jauh - jauh."

Tya segera memeluk bundanya. "Jadi, kalau aku menikah dalam waktu dekat, bunda izinin?"

"Izinin, asal dia orangnya baik, bertanggung jawab, dan berbakti kepada orang tua. Jangan memilih pasangan dari tampangnya, karena pada akhirnya kita akan hidup dengan karakternya. Tampang bisa luntur karena usia, tapi karakter tidak. Karena karakter akan terus melekat dan akan selalu menjadi ciri khas dari diri dia sampai dia tua."

Tangan bunda Serena bergerak membalas pelukan putrinya. "Boleh bunda mengatakan sesuatu?" Tya mengangguk mengizinkan.

"Umi Yanti selalu bercerita, gimana susahnya mereka kalau Jay menangis, apalagi sakit. Semenjak Jay mengenal kamu, dia jadi gampang ditenangin. Kalau kamu pulang, dia kembali mencari susu, menangis terus - menerus kalau tidak mendapatkannya, lalu umi Yanti terpaksa memberinya, kemudian ke esokan harinya Jay muntah - muntah."

"Umi pernah nanya sama bunda, kira - kira Tya mau gak jadi ibu sambung buat Jay?"

Tya terdiam. Dia memang sangat menyayangi Jay, bahkan rasanya dia bukan menyayangi Jay sebagai ponakannya, tetapi anaknya sendiri. Namun, apakah dia bisa, jika harus menjadi seorang ibu Jay beneran? Yang dia tahu bahwa menjadi ibu bukanlah hal yang mudah.

"Jay butuh figur ibu di hidupnya. Dari lahir dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari ibunya. Saat bersama kamu, mungkin dia merasa bahwa dia sekarang mempunyai ibu yang selalu ada buat dia. Makanya dia bisa senyaman dan setenang itu kalau bersama kamu."

"Bunda, sebenarnya mas Fathan juga pernah bilang, kalau dia mau aku menjadi ibu sambung buat Jay. Mas Fathan gak papa kalau aku gak mau menyusui Jay, karena setiap sama aku Jay gak pernah cari susu. Dia selalu tenang sama aku, makanya mas Fathan bertanya, mau gak kalau aku jadi ibu sambung buat Jay," ujar Tya.

"Terus, keputusan kamu gimana?" tanya bunda Serena.

"Tapi bukannya yang di butuhkan Jay sekarang itu ibu susu, bukan ibu sambung?"

ibu sambungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang