Bab 15 - Pembalasan

433 29 1
                                    

Revisi
.
.
.

Di cafe tempat sekarang Aruna bekerja, dengan melemahnya fisik gadis itu mulai mempengaruhi cara kerja tubuhnya. Bagaimana saat rasa mual dan pusing hinggap pada saat yang bersamaan disana. Tubuh gadis oleng hingga pada akhirnya ambruk kehilangan kesadarannya.

Alexa yang menyadarinya segera membawa Aruna pergi kerumah sakit untuk memeriksakannya.

"Ata gimana kondisi Aruna?" Tanya Alexa pada Agusta.

Sedikit terkejut sebelumnya melihat siapa pasien yang dibawa oleh pacarnya, Agusta bertanya pada Alexa dan dijelaskan bahwa dia karyawan partime yang pernah ia ceritakan sebelumnya.

"Dia demam, yang pasti juga kelelahan, tapi ada sedikit hal yang mencurigakan pada tubuhnya." Jawab Agusta.

"Apa itu?"

"Terdapat banyak sekali memar, entah itu ditangan atau kakinya. Bagaimana anak itu bisa mendapatkannya, tidak mungkin kakaknya memukulinya karna yang kutahu mereka begitu menyayangi adiknya. Tapi kalau kamu bilang dia karyawanmu kenapa dia bekerja hanya untuk sekolahnya, dia memiliki 4 kakak yang bisa merawat?" Banyak sekali pertanyaan yang hinggap pada hati Agusta begitu juga Alexa setelah mendengar penjelasan yang didengarnya.

"Eunghh," Aruna yang saat ini mulai tersadar dari pingsannya mengalihkan atensi Agusta dan juga Alexa disana.

"Bagaimana perasaanmu? Kamu baik-baik saja? Kenapa kalau sakit tidak bilang? Kenapa maksa buat masuk kerja? Kalau tau kakak ngga bakal maksa kamu Runa,"

"Eh tenang dulu, dia baru sadar banyak sekali kamu tanya." Cegah Agusta menenangkan.

"Hai cantik, inget kakak kan?" Tanya yang kemudian mendapatkan anggukan dari Aruna.

"Sedih liat kamu kaya gini, biasanya ngeliat kamu riang banget. Apa yang dirasain? Masih pusing?" Tanya Agusta sambil memegang kening Aruna memeriksa suhu tubuh gadis dihadapannya ini.

Arunapun menggelengkan kepalanya, "Aku baik-baik aja kak," jawabnya.

"Iya kamu baik, demamnya juga sudah turun. Tapi kakak mau tanya dimana kakakmu? Kenapa kerja? Apa mereka ngga kasih uang ke kamu?" 

"Ngga gitu kaka, mereka kasih uang ke Runa buat bayar sekolah. Aruna cuma kerja buat uang saku aja kok,"

"Sama aja sayang, apa kakakmu ngga mampu cuman buat ngasih uang saku ke adiknya?"

"Aruna yang mau, jangan salahkan mereka kak Agusta. Udah ah, Runa mau pulang aja!"

"Gimana dengan memar yang ada ditubuh mu? Itu juga bukan perbuatan kakakmu?" Tanya yang dilontarkan kali ini mampu membuat gadis yang beranjak dari tidurnya terdiam sejenak.

"Iya itu bukan karna mereka, kakak ngga perlu tau aku dapet lukanya dari mana." Hampir saat gadis itu ingin melepas infus yang berada ditangannya, Alexa dengan cepat memegang tangan Aruna untuk menghentikannya.

"Disini dulu ya, sampai habis infusnya baru kakak anter pulang." 

*****

Sepulang dari rumah sakit terakhir kali Aruna memutuskan untuk mengambil libur beberapa hari, terlepas dari kejadian yang menimpanya sebelumnya yang membuatnya alfa seharian penuh dikelasnya. Aruna memilih untuk sedikit memulihkan kondisi tubuhnya.

"Non ini bibi buat bubur jagung, mau ya bibi ambilkan." Tawar Bi Ina.

"Iya Bi makasih ya,"

Kak Arga kalian masih lama
ya pulangnya, Aruna mau
ngomong penting sama kalian.

Trauma Aruna Mahendra Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang