20

279 36 3
                                    

Happy reading...



Dua bulan kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dua bulan kemudian...

Jaehyun teringat malam-malam lalu, yang dihabiskannya bersama dengan Taeyong. Dulu, Jaehyun terbiasa sendiri, bergelut dengan peralatan masaknya di dapur, berada di sana selama berjam-jam hingga dia merasa lelah dan siap untuk berangkat tidur.

Kemudian tiba-tiba, dia terbiasa berdua. Tidak lagi di dapur. Melainkan di ruang dalam kafe. Menunggu jam-jam terlewat hingga mendekati pagi. Mengobrolkan banyak hal dengan tema beragam. Dan kini, Jaehyun perlu membiasakan diri lagi untuk kembali pada rutinitas sebelumnya, Sendiri.

Entah untuk mengaduk adonan, memasak di wajan, atau sekedar meracik minuman. Semuanya hanya tentang keterbiasaan, begitulah Jaehyun menyakinkan diri. Masalahnya, meskipun dia bisa, segalanya akan tetap terasa berbeda.

Sudah dua bulan, dan secara fisik Jaehyun masih baik-baik saja. Secara mental? Entahlah, mungkin tidak. Dia memang menghabiskan waktunya di dapur untuk membuat dirinya kelelahan dan mengantuk, tapi dia mengunci pintu masuk ke dalam kafe, meninggalkan kuncinya di kamar agar dia tidak tergoda untuk menyelinap ke sana dan melakukan sesuatu yang kekanakan. Seperti menghampiri meja mereka, duduk di sana, dan mengulang waktu beberapa bulan ke belakang.

Ini sungguh seperti sebuah lelucon baginya. Bagi Jaehyun, yang baru merasakan jatuh cinta saat umurnya telah melewati seperempat abad. Membuatnya bertanya-tanya, itukah alasan kenapa dia menghadapi segalanya seperti remaja, bukannya seperti seorang pria dewasa? Dia tidak tahu caranya, tidak juga memiliki petunjuk apa-apa.

Jika saja dia menghadapinya dengan cara berbeda, akankah saat itu Taeyong akan tetap bersamanya? Baginya, itu pikiran yang jauh lebih egois lagi. Betapa pun klisenya, melepaskan Taeyong berarti memberi gadis tersebut kesempatan untuk meraih mimpi. Taeyong akan kembali lagi, itu pasti. Yang harus Jaehyun lakukan hanyalah bersabar.

Setelah itu, akan lebih baik jika dia mulai bersikap seperti seorang pria sungguhan. Menyatakan perasaannya dengan resmi mungkin? Taeyong bodoh itu mungkin masih berpikir bahwa dia hanya main-main saja, lagi-lagi menimbulkan kesalahpahaman. Anggap saja itu balas dendamnya sebagai pihak yang ditinggalkan.

***

Jaehyun memasukkan kunci itu ke dalam lubang pintu dengan ragu. Dia tidak tahu apa yang mempengaruhinya. Karena hujankah? Atau mungkin karena aroma ceri yang dihirupnya saat melewati ruang tamu di lantai atas tadi. Apa pun itu, dia pikir sudah saatnya dia berhenti berlagak sok kuat.

Dia hanya perlu menghadapi semua itu seperti seorang pemberani. Kapan terakhir kali dia berani untuk sekedar melirik ke meja sudut? Kapan terakahir kali dia duduk di sana? Dia menjauhi tempat itu seperti orang yang sedang memghindari virus ebola. Sekarang, sudah saatnya dia membuka kotak pandora.

Jaehyun menghidupkan lampu dalam nyala rendah, sekedar untuk melihat jalan. Kakinya melangkah pelan menyusuri gang-gang di antara meja dan rak, menuju sudut. Di sana, Jaehyun memilih tempat di samping jendela, di sisi yang selalu diduduki oleh Taeyong.

Jaehyun meletakkan cangkir kopinya ke atas meja, mengusap kaca jendela yang berembun, dan memandang ke arah luar. Ke jalanan kosong yang hanya diterangi lampu jalan yang bersinar redup. Ada mobil-mobil yang terparkir, satu-dua orang masih berani berkeliaran di bawah guyuran hujan, dan toko-toko yang sudah tertutup rapat tanpa menghidupkan lampu depan sehingga semuanya terlihat semakin gelap.

Jaehyun duduk sambil berpangku tangan untuk beberapa lama, memandang kosong ke luar, lalu mengalihkan pandangan, tanpa sengaja, dia melihat ke arah rak di dinding yang hanya berjarak satu jangkuan tangan, menyadari keberadaan buku yang terakhir kali Taeyong baca.

Buku itu berjudul The Time Traveler's Wife, ditulis oleh Audrey Niffenegger, dan Jaehyun hampir selalu melihat buku tersebut dibawa Taeyong kemana-mana jika tidak sedang bekerja. Sehingga tampak begitu bulukan, seolah halamannya sudah dibuka ribuan kali. Seolah kata-kata yang tertera di sana telah dibaca berulang-ulang hingga menetap di kepala.

Mereka berdua pernah menghabiskan satu malam penuh untuk membahas buku tersebut. Berdiskusi, berdebat, dengan Taeyong yang tidak sama sekali pun bersedia untuk mengalah. Jaehyun memandangi buku itu untuk seperkian lamanya, sebelum akhirnya memutuskan untuk mengambilnya. Dia membuka buku itu, dan tanpa sengaja menemukan sebuah surat di dalamnya.

Isi suratnya 💌💌:

Jika surat ini akhirnya kau baca, aku akan menyimpulkan bahwa kau sedang merindukanku. Karena itu berarti kau kembali duduk di meja kita yang biasa, melihat keluar jendela, melamum, dan tanpa sengaja melihat buku yang biasa kubawa kemana-mana di rak. Kau mengambilnya, dan seperti itulah surat ini sampai di tanganmu. Aku benar, kan, Jae?

Aku selalu bertanya-tanya. Bagaimana hidupmu sebelum ada aku? Lalu, bagaimana rasanya saat aku akhirnya datang dan mengganggu hari-harimu yang biasanya tenang?

Dan... Seperti apa saat aku pergi? Apakah semuanya kembali hening? Apakah, seperti kau membiasakan diri saat aku ada, tanpaku kau kini juga mulai terbiasa?
Hanya sedikit mungkin, tapi kurasa kau mulai memperhatikanku.

Seperti kau memandangiku, aku juga sering memandangimu. Memilah-milah, membedakan setiap jenis tatapan yang kau miliki. Pada orang-orang biasa, kau melakukan 'pandangan pertama', yang kau perhatikan adalah fisik. Mimik wajah, cara bicara, cara menatap, dan cara berjalan.

Jika menurutmu mereka menarik, kau akan memberikan 'pandangan kedua'. Pendalaman pada gerak-gerik, pembawaan diri, dan ciri khas tertentu.

Dan, jika kau benar-benar tertarik, akan ada 'pandangan ketiga' dan seterusnya. Kali ini lebih intens, lebih mendetail.

Pada malam-malam awal yang kita habiskan bersama, aku bukannya tidak sadar bagaimana kau memandangiku. Aku hanya berpura-pura tidak tahu, karena aku memang ingin kau mengenalku.

Dan, karena pada malam-malam selanjutnya kau masih melakukan hal yang sama, kupikir aku benar-benar berhasil menarik perhatianmu.

Aku tidak meminta pengakuan resmi. Itu bisa kita bahas nanti. Aku juga tidak memintamu lebih memperhatikan perasaanmu atau semacamnya. Aku hanya tahu, dan kupikir itu sudah cukup.

Saat ini, aku masih belum memutuskan apakah ingin berpamitan langsung padamu atau tidak. Aku membenci perpisahan. Aku sudah terlalu sering mengucapkan selamat tinggal.

Karena itu, yang ingin kuucapkan padamu adalah, "Sampai Jumpa, Jaehyun." Karena aku pasti akan kembali. Kau suka atau tidak itu urusan nanti.

Biarkan kalimat itu menjadi pemicu semangatku untuk belajar dengan giat dan secepatnya menjadi orang yang sukses. Yang akan membuat kakakku bangga. Yang akan membuatmu jatuh cinta.

Sebagai gantinya, saat aku kembali nanti, bisakah kau menyediakan jawaban untuk satu pertanyaan?

"Nanti______di masa depan yang entah kapan, bisakah aku memilikimu sepenuhnya untuk diriku sendiri?"

Jaehyun tecengang. Dia sungguh tidak mengira akan mendaptkan surat pengakuan tersebut. Ada perasaan senang yang dialamimya. Tanpa sadar dia pun tersenyum, hingga menampakkan lubang di pipinya.



TBC



Semoga kalian semua suka dengan apa yang aku tulis.
Jangan lupa vote & komen nya guys biar aku makin semangat nulisnya.
Written:Bucinnyabubu


COFFEE PRINCE (Jaeyong) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang