-03-

1.2K 21 0
                                    

Anak laki-laki itu, berjalan menunduk sepanjang perjalanan menuju ke rumahnya. Sial, hari ini adalah hari terburuknya. Ban motornya pecah dan ia harus meninggalkan motor maticnya itu dibengkel untuk diperbaiki.

Sepulang mengantar Nada, niatnya Arsen ingin ke sesuatu tempat untuk membelikan gadis itu makanan ringan. Sekedar menemani gadis itu belajar dan semacamnya.

Dia tahu, Nada tidak akan pernah belajar jika tidak ia paksa dan ia ancam. Sekarang, Arsen memiliki ancaman baru untuk Nada agar gadis itu mau belajar bersamanya.

Rooftop.

Kejadian waktu itu benar-benar cukup membantu Arsen dalam hal ini. Dia tidak menemukan cara lain untuk mengancam agar gadis itu mau belajar bersamanya selain itu.

Hari ini, Arsen memilih untuk tidak pergi ke sanggar tari. Selain karena motornya itu masuk bengkel, Arsen ingin dirumah saja hari ini. Lelah karena ulangan Biologi hari ini sangat menguras tenaganya.

Jujur, Arsen lebih suka Kimia dan Fisika ketimbang Biologi. Ya meskipun nilai anak itu masih bagus juga. Bagaimana tidak, Arsen selalu belajar walaupun dia sudah mengetahuinya.

Tidak belajar pun, Arsen akan bisa menjawabnya karena pada dasarnya anak itu memang pintar.

"Gue nggak ngerti, kenapa Nada bisa lengket sama lo. Atau dia belum tau cerita tentang lo?"

Ucapan tiba-tiba yang datang dari sampingnya membuat Arsen berjenggit kaget. Hampir saja jantungnya meloncat keluar sangking kagetnya.

Praja Dhimuka.

Salah satu lelaki yang sangat Arsen hindari disekolahan. Kini, lelaki itu berdiri tepat disampingnya dengan tatapan remehnya menatap Arsen yang masih setengah terkejut.

"Please stop. Gue nggak mau lo ungkit masa lalu," ucap Arsen sedikit cemas. Dia takut kalau emosi Praja akan naik.

Namun, lelaki itu terkekeh.

"Stop? Ngelawak lo?" nadanya terdengar sinis.

Sungguh, ini bukan perjalanan pulang yang Arsen harapkan.

Dia tidak ingin berhadapan dengan Praja Dhimuka. Satu-satunya lelaki yang dengan sekali ucap langsung membuatnya dibenci oleh semua orang di sekolahnya.

"Ja. Gue mohon sama lo⏤"

"Mohon sama gue? Lo mau gue berhenti? Gue nggak terima. Gue nggak terima karena lo bersikap biasa aja seolah nggak ada yang terjadi." potong Praja dengan sekali tarikan nafas.

Arsen mohon, jangan mengajaknya berdebat. Dia sedang sangat lelah karena otaknya hampir meledak tadi.

"Karena emang nggak ada yang terjadi, Ja." Arsen mengerang frustasi.

DUAGH!

Tanpa aba-aba, lelaki itu. Lelaki bermata tajam itu langsung menghantam wajah Arsen sampai dia terjerembab di jalanan. Pukulan yang sangat keras, Arsen rasa tulang pipinya sedikit tergeser karena itu.

Apakah jawaban Arsen salah?

Praja berdecih lagi. Bisa-bisanya Arsen dengan entengnya mengatakan tidak ada yang terjadi diantara mereka.

Jelas-jelas Arsen yang membuatnya menjadi seperti ini. Apakah Praja harus menghancurkan kepala lelaki di bawahnya itu agar dia sadar apa yang sudah dia perbuat?

"Dasar banci. Lo emang pengecut."

Lelaki berambut setengkuk itu mengusap sudut bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah karena pukulan Praja. Dia menatap Praja.

"Ini yang lo mau kan? Karena image gue nggak bakal pernah ke angkat dan bakal tetep banci dimata lo." ucapnya.

BUGHH!

Satu lagi bogeman mentah mendarat di wajah lelaki rupawan itu. Dia tertawa miris. Sudah ia katakan tadi, bertemu Praja adalah hal yang dia hindari sepanjang perjalanannya. Ini yang akan terjadi.

Sekarang, kalian paham?

"Gue beneran benci sama lo, Sen. Kenapa lo harus hidup dan ada di tengah-tengah kehidupan gue." Praja meraung frustasi.

"Lo beneran cowok yang paling gue benci." sambungnya.

Dan gue juga. Gue benci diri gue sendiri, Ja.

Ingin sekali, Arsen ingin mengatakan hal itu di depan Praja. Tapi, dia tidak bisa. Itu akan memperburuk suasana nantinya.

Memang harusnya, Arsen menunggu dibengkel saja sampai malam. Atau dia naik gojek, maka dia tidak harus bertemu dengan Prama Dhimuka seperti sekarang. Arsen benar-benar takut dengan lelaki itu.

Wajah dendam Praja terpancar jelas. Bahkan Arsen bisa melihatnya dari jauh sekalipun dia berusaha untuk mengalihkan pandangannya ke suatu objek lain.

"Gue bakal terus nyakitin lo. Karena gue pengen lo tau, gimana rasanya." Praja menyunggingkan sebuah senyuman.

Praja benci.

Dia benci dengan sifat dan sikap Arsen yang benar-benar tidak ada perubahan. Bahkan, lelaki itu tidak merasa bersalah sedikitpun. Praja ingin membunuh lelaki.

Pembullyan yang Praja lakukan di sekolah saja tidak cukup. Praja belum puas dengan itu, hatinya masih sakit melihat Arsen hidup dengan tenang tanpa memikirkan masa lalu mereka.

Arsen adalah lelaki brengsek yang pernah Praja temui. Tidak ada lelaki yang lebih brengsek melebihi Arsen.

Lelaki berambut panjang itu berdiri. Dia nampak menghela napasnya.

"Kalau lo dendam sama gue, nggak gini caranya Ja. Lo salah." ucapnya.

Praja kembali berdecih, "salah???"

"Lo beruntung karena ada Nada si begajulan itu. Kalau dia nggak ada, gue bisa aja hajar lo setiap hari di sekolahan." lanjut Praja. Nada bicaranya sangat sinis.

Memang, Arsen akui Praja sangat keras kepadanya. Dia adalah dalang dibalik pembullyan Arsen selama ini.

"Nggak usah bawa-bawa Nada. Gue pergi," Arsen melangkahkan kakinya pergi.

Namun, langkahnya terhenti ketika Praja tiba-tiba saja menanyakan hal yang seharusnya tidak ditanyakan.

"Selama lo temenan sama Nada, lo beneran nggak jatuh cinta sama dia?"

Arsen membisu, dia tidak bisa menjawab karena dia sendiri tidak tahu tentang perasaannya sendiri. Dia tidak tahu bagaimana cinta dan bagaimana perasaan itu bisa muncul.

"Lo beneran nggak suka sama cewek?"

"Sen."

"Lo nggak perlu tahu, Ja."




___________

hidup berjalan spt bjingan..

gk tau ini gimana kedepannya, tp semoga bisa sampai tamat dan jelas.

mksiehhh💖

EXCHANGE ; ARSENA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang