-11-

241 6 1
                                    

Tidak ada percakapan. Sejak Nada meninggalkan perpustakaan, Praja dan Arsen sama-sama diam tidak bersuara. Arsen tidak begitu tahu apa tujuan Praja sebenernya memisahkan dirinya dengan Nada disaat seperti ini.

"Ja."

Satu kata yang keluar dari mulut Arsen berhasil menyadarkan lelaki itu dari lamunannya. Kenapa pikirannya malah berjalan jauh ke masa lalu?

Sial.

Sejujurnya, Praja sendiri tidak tahu kenapa Ia menahan Arsen disini. Dia juga tidak mengerti kenapa spontan dia menarik tangan Arsen dan membuat lelaki itu tinggal bersamanya di dalam perpustakaan ini.

Praja tidak mengerti.

"Lo mau ngomong sesuatu?" Arsen bertanya untuk memastikan.

Karena sejak tadi Praja hanya diam dan hanyut dalam pikirannya sendiri. Kalau tidak ada yang ingin lelaki itu katakan, Arsen akan kembali ke kelas. Lagian bel sekolah juga akan berbunyi sebentar lagi.

Praja masih tidak merepotkan, dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Kesal, Arsen beranjak dari tempat duduknya. Kenapa lelaki yang pernah menjabat sebagai teman baiknya itu mendadak aneh? Dan lagi-lagi, baru satu langkah Ia beranjak tangannya sudah dicekal oleh Praja. Bedanya cekalan lelaki itu kali ini tidak terasa kuat.

"Gue nggak nyuruh lo pergi?" ucap Praja.

"Karena lo diem dari tadi." balas Arsen.

Praja semakin mengeratkan cekalannya. Dia menggeram tertahan. Terdengar suara bel masuk yang mulai menggema ke seluruh antero sekolah.

"Duduk." ucapnya menarik tangan Arsen untuk kembali duduk di tempatnya.

Perpustakaan sudah mulai sepi karena bel masuk. Arsen masih tidak mengerti apa yang tengah Praja lakukan.

"Ja."

"Gue juga nggak tahu kalau lo mau tanya kenapa gue nahan lo disini. Karena gue cuma pengen." sela Praja sebelum Arsen melanjutkan jedanya.

"Nggak jelas lo." cibir Arsen.

Praja diam.

Selama ini, dia selalu bimbang. Selama Ia memukul wajah Arsen Ia akan berpikir setelahnya. Apakah pukulannya menyakitkan atau tidak? Apakah Arsen terluka atau tidak?

Dia selalu memikirkan Arsen setiap kali ketika lelaki itu mendapat gunjingan dari semua orang karena ulahnya. Dia juga tidak tahu kenapa dia selalu memikirkan Arsen padahal dia begitu benci pada lelaki berambut panjang itu.

Praja mengacak wajahnya sendiri dengan kasar. Harus tidak seperti ini. Kenapa dia tidak bisa membenci Arsen seratus persen?

"Kalau lo masih diem gue tinggal ke kelas. Gue mau ikut mapel." ucap Arsen.

Praja sama sekali tidak pernah berubah, pikir Arsen. Lelaki yang lebih tua darinya itu selalu diam saat seperti ini.

Arsen kembali beranjak dan hendak ke kelas sangking kesalnya. Kalau boleh, dia lebih suka Praja yang memukul dirinya daripada Praja yang diam seperti ini.

"Ar." Praja kembali mencekal pergelangan tangannya.

Dan sebentar? Apa katanya?

Praja memanggil namanya?

Sudah lama Arsen tidak mendengar Praja memanggil namanya seperti ini.

"Ya?"

Praja menyerahkan plester motif chibi yang sudah Ia kantungi sejak tadi. Kebiasaan Praja membawa plester seperti ini tidak bisa dihilangkan. Lelaki itu selalu membawa plester kemanapun Ia pergi karena sudah kebiasaan.

EXCHANGE ; ARSENA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang