Nada benci melihat Arsen tidak pernah melawan ketika di bully atau ditindas begitu parah. Nada benar-benar muak dengan sifat dan sikap Arsen yang terlalu lembek itu.
"Gue udah bilang kan? Lawan. Kenapa lo diem aja digebukin kaya gitu!"
Sembari mengobati luka di wajah Arsen, Nada mengomeli sahabatnya itu yang tidak becus melawan.
"Shh, sakit. Obatin yang bener," ringis Arsen. Lukanya terlalu ditekan oleh Nada.
Sepertinya memang gadis cantik itu benar-benar muak.
"Belajar bela diri. Nanti sore, sama gue." ucap Nada.
"Nggak bisa, gue mau ke sanggar tari nanti. Kemarin udah nggak kesana. Kasian anak-anak nunggu gue." tolak Arsen.
"Lo bener-bener nggak kapok ya?! Gue capek lihat lo babak belur, Ar."
Nada membuang kapas bekas itu sembarangan. Dia tidak sanggup lagi. Emosinya sudah di puncak paling tinggi.
Malam ini, Nada berencana untuk mengajak Arsen makan malam dirumahnya. Nada sedikit merasa bersalah kepada Arsen karena dia menghilangkan bolpen lelaki itu tadi pagi.
Meskipun sebenarnya Arsen tidak terlalu mempermasalahkannya. Karena Arsen masih memiliki banyak bolpen dirumahnya.
Namun, betapa terkejutnya ketika Arsen datang ke rumahnya dengan wajah babak belur seperti ini. Darah kering masih menempel diwajah tampannya itu. Nada marah, gadis itu hendak melabrak Praja. Tapi, Arsen menahannya.
Arsen tidak ingin sahabatnya itu berurusan dengan Praja. Lelaki itu adalah salah satu orang yang harus mereka hindari.
"Makanya, gue tadi nggak mau kesini. Gue tau lo bakal ngomel." ucap Arsen.
Iya dia sempat menolak beberapa kali, tapi Nada memaksa dan mengancam Arsen jika lelaki itu tidak datang ke rumahnya.
Orang tua Nada tidak pulang hari ini, dia sendirian di rumah. Makanya, dia mengajak Arsen untuk ke rumahnya makan malam bersama.
Dia kesepian juga sebenarnya.
"Gimana nggak ngomel???!"
"Udahlah, Na. Nggak penting⏤"
"Nggak penting lo bilang???! Lo penting bagi gue, Ar. Masalah lo itu penting bagi gue." potong Nada cepat-cepat.
Gadis itu membereskan kotak P3K nya lagi setelah menempelkan beberapa plester di wajah tampan Arsen.
Mendadak Arsen membeku mendengar ucapan Nada. Benarkah Nada sebegitu perdulinya?
"Tunggu disini. Gue mau ganti baju, kita makan diluar aja." Nada memperingati Arsen.
Lelaki itu hanya mengangguk setuju.
.
.
Nada mengenakan sweater rajutnya. Cuaca hari ini lumayan dingin. Mereka memutuskan untuk jalan kaki ke tempat tujuan karena jaraknya tidak terlalu jauh.
Jujur saja, Nada ingin memarahi Arsen. Tapi, tidak mungkin kan? Lagipula masih dijalan dan wajah Arsen nampak tidak baik-baik saja. Meskipun masih tampan sih.
Plester dimana-mana. Tak heran jika sepanjang perjalanan mereka selalu diperhatikan oleh orang-orang yang melewati mereka. Itu karena wajah Arsen yang sangat kacau, mungkin?
"Na."
"Hmm?"
"Lo, malu nggak sih temenan sama gue tiga tahun ini?" tanya Arsen tiba-tiba.
Selama ini, Arsen belum pernah sekalipun menanyakan tentang hal ini kepada Nada. Gadis itu sedikit terkejut.
"Lo apaan sih nanya ginian? Ngapain juga gue harus malu. Emang lo ngapain?" balas Nada.
Daripada malu, sebenarnya Nada lebih ke repot berteman dengan Arsen. Karena dia harus melindungi lelaki lemah lembut itu dari berbagai gunjingan dan juga bullyan di sekolahnya.
"Ya, lo denger kan? Dari orang-orang mungkin? Gue nggak suka sama cewek." Arsen nampak menggigit bibir bawahnya.
Nada tertawa mendengar itu. "Denger, gue temenan sama orang nggak perduli seksualitas mereka. Lagian itu kan urusan lo. Mau lo suka sama cewek atau cowok, gue nggak berhak ngatur kan?"
Itu adalah jawaban paling tulus yang pernah Arsen dengar selama ini. Mendadak tubuh lelaki itu menghangat.
"Lo nggak masalah kalau gue suka sama cowok? Seriusan?" Arsen kembali mengulang ucapannya yang tadi.
"Ngapain gue masalahin hal kaya gitu sih? Ar. Lo itu temen gue. Gue bukan orang tua lo yang berhak ngelarang lo ini itu." balas Nada.
Arsen diam.
Lelaki itu kemudian mengulum senyumnya.
Tak kerasa karena keasikan mengobrol, mereka sudah sampai di depan sebuah tempat tujuan mereka. Restaurant bernuansa mewah dengan pengunjung yang sangat ramai malam ini.
Biasanya tidak seramai ini, makanya Nada mengajak Arsen untuk makan bersama disini. Kenapa malam ini sangat ramai? Oh, mungkin ada sebuah acara atau sedang discount?
Gadis itu menarik tangan Arsen, menggandengnya. Banyak mata yang menatap Arsen dengan tatapan kurang mengenakkan. Ya, Nada tau Arsen sedikit cantik apalagi dengan plester bunga yang menghiasi wajahnya itu.
Meskipun sedikit terkejut karena Nada menggandeng tangannya, Arsen akhirnya membalas genggaman tangan Nada. Mereka masuk ke dalam untuk memesan makanan mereka.
"Harusnya gue nggak ajak lo kesini sih. Gue kira sepi tadi," bisik Nada.
Arsen terkekeh, "nggak papa kali. Santai aja."
Setelah memesan makanan mereka, Nada memilih tempat yang ada di pojok agar tidak terlalu mendapat banyak atensi dari para pengunjung.
"Makasih buat hari ini, Na." ucap Arsen.
"Kaya sama siapa aja lo. Ngomong-ngomong, besok lo yang traktir gue oke?" tawa gadis itu.
Arsen ikut tertawa. "Iyaa iyaa, gue traktir dua kali lipat dari ini."
"Besok weekend, ada acara kemana?" tanya Nada.
"Biasa lah, sanggar paling. Sekalian ambil motor gue dibengkel," jawab Arsen.
"Gue ikut ke sanggar? Boleh?" tanya Nada dengan mengedipkan matanya berulang kali.
"Bukannya gue selalu ajak lo? Kenapa mendadak lo yang minta ikut?" Arsen mengejek gadis itu.
"Y-yya kan kali aja lo nggak bakal ngajak gue lagi. Karena waktu itu hehehe," Nada meringis canggung.
Arsen menatap mata Nada dengan serius, sebelum akhirnya dia mengucapkan hal yang tidak seharusnya dia ucapkan kepada sahabatnya itu.
"Gue bakal ngajak lo, kemanapun. Karena gue nggak bisa tanpa lo, Nada Kalendestein."
___________
ini cerita tergaje sepanjang sejarah wattpad sumpah. nulis apa gueehhh😭
cpek
KAMU SEDANG MEMBACA
EXCHANGE ; ARSENA
Teen FictionKata orang, Arsen itu banci & nggak doyan cewek. Kata orang, Arsen itu lemah. Kata orang, Arsen itu nggak bisa apa-apa. Kata orang.... Nada hampir muak mendengar apa kata orang, apalagi saat lelaki nomor satu yang membenci serta membully Arsen terny...