-10-

349 7 0
                                    

Kalau ditanya apakah Praja benar-benar membenci Arsen, jawabannya adalah tidak. Karena sejujurnya Arsen adalah teman pertama Praja yang berhasil membuat lelaki itu bangkit dari keterpurukannya.

"Kenapa?" Praja bersuara.

Arsen yang tengah membenarkan kerajinan tanah liatnya mendongak.

"Hah?"

"Kerajinan lo kenapa?"

"Nggak papa. Kenapa tanya?"

Praja berdecak. Ia kemudian mengambil kerajinan bentuk vas nya untuk ia berikan detail kecil lagi.

"Salah nanya sama temen sendiri?"

Arsen tertawa ringan. "Aneh lo."

Setelah selesai memberikan detail, Arsen kemudian membawa vas bunganya ke depan untuk dijemur dibawah sinar matahari langsung. Praja mengikutinya diam-diam. Meletakkan vas nya tepat di samping Arsen.

"Sen!"

Nampak anak lain melambai pada Arsen. Dia menghampiri dengan langkah riang.

Arsen membalas dengan riang dan penuh senyuman juga. Praja dongol karena merasa terabaikan. Padahal niatnya setelah ini mengajak Arsen ke kantin bersamanya. Kenapa anak kelas sebelah ini selalu saja muncul dan menganggu.

"Wihhh, mapel hari ini ya? Punya gue udah nih kemarin." ucap anak laki-laki itu.

"Lo bu—"

"Nggak ada yang tanya sama lo." sarkas Praja.

"Oh hai? Lo temen Arsen? Gue temennya dia juga. Salam kenal." anak itu nampak mengulurkan tangannya.

Praja hanya berdecih, sebelum akhirnya anak itu pergi darisana dengan kesal.

"Jaa!!!" seru Arsen.

Tak digubris.

Praja tetap lanjut jalan menjauhi tempat itu meskipun dalam hati Ia mendidih ingin menarik Arsen ikut bersamanya.

Arsen menghela napas, tidak ada pilihan lain. Praja sering sekali marah dengan hal seperti ini.

"Gue kejar dia dulu ya? Ntar kita ngobrol lagi."

Anak itu langsung lari mengejar Praja yang semakin jauh dengannya. Lihatlah Praja mengarah kemana? Ke taman belakang gudang yang tak terpakai. Anak itu selalu saja kesana kalau sedang tidak baik.

Kalau dihitung, mungkin ini sudah kelima kalinya Praja seperti ini setiap dirinya ngobrol dengan anak kelas sebelah itu. Dan setiap kali ditenangkan, Praja akan semakin marah dan diam padanya seharian penuh.

Lihatlah, anak itu sekarang duduk bersandar dipohon dengan menekuk kedua lututnya untuk tumpuan wajah.

Arsen menghela napas, padahal Praja nampak lebih dewasa ketimbang dirinya. Tapi, kenapa sifatnya sama sekali tidak menunjukkan dewasa.

"Ja."

Tidak ada sautan.

"Pra."

Masih tidak ada sautan.

Dasar keras kepala! Arsen akhirnya ikut duduk disamping anak laki-laki itu.

"Praja Dhimuka."

Praja akhirnya menoleh setelah Arsen mengucapkan nama panjangnya.

"Ck, nggak lakik bener dah lo. Gimana cewek mau nempel ke lo." cerca Arsen.

Mendengus kesal, "sial."

"Lo tuh kenapa sih kalau gue ngobrol sama anak lain gini mulu. Gue nggak enak jadinya sama mereka." ucap Arsen.

EXCHANGE ; ARSENA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang