Di pagi hari, Rafka sudah terbangun karena dia mendengar suara azan berkumandang, sebagai seorang muslim dia pun menjalankan kewajibannya, meskipun Rafka bisa di bilang bad boy tapi kalo soal ibadah Rafka tidak pernah melewatkannya."Masih jam lima, gue lanjut tidur aja deh," Rafka menidurkan tubuhnya lagi di atas kasur. Rumahnya amat sangat sepi, Rafka yakin jika ke dua orang tuanya sudah minggat dari rumah tanpa berpamitan kepadanya, marah sih tapi apa boleh buat Rafka tidak bisa melarang mereka untuk pergi.
_____________"Gimana?"
"Belum di angkat juga cuy, mana bentar lagi madam masuk lagi. nih anak lagi telponan sama siapa sih!" ucap Adam sembari terus menelpon temannya, siapa lagi jika bukan pangeran Rafka ter-ganteng, ter-cool, ter-ter-ter pokoknya.
"Lo dari tadi ngapain sih Vin? Fokus mulu sama hp, ini temen kita belum datang bukannya bantuin cari solusi malah asik sendiri," ucap Ridho.
"Heh Jang Priatna! Gue dari tadi juga lagi nelponin si Rafka," ucap Cilvin sembari menunjukan layar hp nya.
"Tolol, tolol Lo anjir! Dah lah gak mau ngomong lagi gue sama lo!" Ucap Ridho.
"Apaan sih?!"
"Pantesan dari tadi gue telponin kagak nyambung, nih Lo liat," Adam juga menunjukan layar hp nya, ternyata mereka sama-sama menelpon tuan muda Rafka, wah hebat.
"Bangke lah!" Cilvin mematikan layar hp nya.
Di lain tempat terlihat Rafka yang masih senantiasa menggulung tubuhnya menggunakan selimut. Hp nya yang dari tadi terus bergetar dia abaikan.
"Huaaaamm ngantuk banget jir," ucap Rafka tanpa bangun ataupun sekedar membuka matanya.
"Katanya pulang, kok gak bangunin anaknya sih, gini nih nasib anak tiri," dumel Rafka tidak jelas dia berbicara kepada siapa karena di kamarnya hanya ada keheningan.
Setelah puas mendumel akhirnya Rafka mulai duduk di atas kasurnya dan berjalan keluar kamar untuk sarapan, semoga aja dia tidak melupakan peran nya di rumah ini.
"Apa gue bilang, gue itu anak tiri, atau mungkin anak pungut, hah dah lah masak mie lagi deh gue."
Rafka mengambil mie instan yang ada di dalam lemarinya, dia mulai memasak makanan kesukaannya, sangking sukanya Rafka tiap hari makan mie, masa bodo dengan kesehatannya mereka juga tidak peduli toh.
"Selesai, wah harumnya seperti biasa," ucap Rafka setelah itu dia kembali melahap mie instan itu tanpa nasi sedikitpun.
Setelah selesai makan, Rafka kembali ke kamarnya, sebenarnya diam di rumah seperti ini tuh membosankan tapi ya apa boleh buat ke sekolah pun percuma karena sekarang sudah jam sembilan.
Jika di hitung mungkin Rafka masuk sekolah hanya lima hari dalam satu bulan, guru-guru di sekolah nya pun hanya bisa menggelengkan kepalanya karena ulah Kafka, mereka tidak berani untuk mengeluarkan Rafka kecuali menghukum Rafka karena orang tua Rafka itu pemilik yayasan sekolah Rafka.
Dulu waktu kelas sepuluh Rafka pernah hampir di keluarkan dari sekolah karena dia jarang sekolah tapi apa yang terjadi? Kalian tau orang tua Rafka hampir menutup sekolahnya. Dan dari sanalah mereka tidak berani mengeluarkan Rafka, mereka hanya bisa memberi Rafka hukuman meskipun tidak membuat Rafka jera sama sekali.
"Kalo gue mati, mereka bakalan pulang gak ya?"
"Ah mana mungkin mereka pulang, gue kritis aja di rumah sakit mereka gak jengukin gue."
"Berarti gue harus siap siaga nih, yang pertama gue harus beli kain kafannya dulu, nyewa orang buat nganterin mayat gue dari rumah sakit ke rumah, bayar marmot mesjid biar ngumumin kemarin gue, bayar jasa pak ustadz, terus apa lagi ya? Ah iya harus beli liang lahatnya biar nanti pas gue koit bisa langsung di kuburin deh okey Lo emang pinter Rafka."
"Tapi kasian juga ya sama mereka entar pas mereka pulang gue udah gak ada di rumah, mereka gedor-gedor pintu rumah sampe tangannya putus hahaha tapi guenya gak ada, tanya ke tetangga malah gak percaya kalo gue mati, dasar bodoh."
"Emang gue yang paling pinter di keluarga ini, yang lainnya stres semua."
"Apa perlu gue sekalian beliin liang lahat buat mereka? Ah bener bener bener, keknya gue harus sedikit berbakti sama mereka dengan membelikan liang lahat untuk rumah terakhir mereka."
Dia terus berhalusinasi di kamarnya sendirian, Rafka tuh tidak stres apalagi mengonsumsi obat-obatan dia melakukan ini untuk mengusir rasa bosannya di rumah ketika dia sendirian.
Brakkk
"RAFKA!"
"Anjing, gue kaget cuy, kalo mau buka pintu pelan-pelan lah."
PLAKKK
"Apaan sih?! Baru pulang malah nampar gue," ucap Rafka ketika dia di tampar oleh ayahnya yang baru pulang.
"Bolos lagi kamu hah?!" Sendi menjambak rambut Rafka hingga kepala anak itu mendongak.
"Gue gak bolos cuma gak sekolah aja," ucap Rafka.
Bughh
"Aarggghh uhuk uhuk uhuk, sakit," Rafka memegang dadanya yang di pukul oleh Sendi.
"Ngelawan aja kamu ya! Asal kamu tau saya sudah sangat malu dengan tingkah kamu yang berandalan seperti ini! Saya menyekolahkan kamu itu biar kamu pintar, punya otak, dan bisa meneruskan perusahaan saya kelak, tapi kamu malah seperti ini sialan!" Sendi menghempaskan kepala Rafka hingga hampir membuat Rafka terjatuh ke lantai.
"Dari pada lo ngurusin anak sialan ini mending lo balik kerja urusin noh kertas-kertas kebanggan lo, lagian buat apa pulang kalo setiap kali pulang lo nyiksa gue terus," ucap Rafka sembari tersenyum.
"Kurang ajar kamu ya!"
Bughh
Bruk
Rafka terjatuh dari atas tempat tidurnya, sebenarnya cukup kaget tapi Rafka nampak biasa saja karena mungkin dia sudah terbiasa dengan sikap dan perilaku kedua orangtuanya kepada Rafka.
"Kalo bukan orang tua udah gue bales pukulan lo," dumel Rafka.
"Ikut saya!" Sendi menarik tangan Rafka kasar, Rafka terus di seret oleh sendi hingga mereka sampai di tepi kolam renang.
"Tiarap!"
"Gak," Rafka menggelengkan kepalanya.
"TIARAP SAYA BILANG SIALAN!"
"GUE BILANG GAK MAU YA GAK MAU!"
Bughh
"Berani kamu sama saya hah?!"
Byurrr
Rafka di dorong oleh Sendi ke dalam kolam renang itu, tapi untungnya Rafka bisa berenang, dia berenang ke tepi kolam, namun naas nya lagi Sendi malam mendorong kepala Rafka ke dalam air, mengangkatnya sebentar lalu mendorongnya lagi, Sendi terus melakukan itu semua hingga Rafka mengambang di air.
_________________TBC________________
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFKA
Novela Juvenilkata orang keluarga itu rumah ternyaman untuk pulang, kata orang kasih sayang orang tua itu membuat kita merasa nyaman dan aman, namun tidak semua orang mendapatkan kasih sayang itu, termasuk aku. antara takdir dan doa, mana yang lebih kuat