Rafka, Cilvin dan Ridho sekarang berada di sebuah warung yang biasa mereka gunakan untuk nongkrong, jika bertanya kenapa mereka memilik warung ini itu karena warung ini posisinya sangat strategis sekali yaitu berada di tengah-tengah antara jaran ke rumah Rafka, Ridho, dan Cilvin. Harga makanannya pun sangat murah dan penjualnya yang begitu baik sekali, sangking baiknya hutang Cilvin tidak pernah di tagih paling pas di tanya kenapa beliau tidak pernah menagih hutang Cilvin makan dia akan menjawab."Gak papa gak di bayar juga kita ikhlas, anggap saja sebagai tabungan amal saya nanti di akhirat."
Mulia sekali bukan, tapi sangat mencubit hati Cilvin. Saat itu juga Cilvin langsung membayar semua hutangnya kontan di depan muka dengan saksi ke dua sahabatnya, dia juga mengaju jika sering menambil gorengan tiga tapi yang di bayar hanya dua.
"Do, Vin gue butuh bantuan kalian apa," ucap Rafka.
"Bantuan apa? Jadi pembunuh bayaran keluarga Lo?" Ucap Ridho asal ceplos.
"Gak, gue cuma minta bantuan sama kalian cari seseorang."
"Hah siapa? Temen Lo? Sodara Lo? Cewek apa cowok?"
"Ciri-ciri nya gimana?"
"Dia cewek, rambutnya se bahu, kulitnya putih banget kaya susu, matanya indah banget, hidungnya mancung, bibirnya seksi, tingginya sebahu gue terus dia juga baik," ucap Rafka menjelaskan wanita yang dia temui di jalan sepi itu.
"Kayaknya cantik banget tuh cewek, coba mana gue liat fotonya," Cilvin menjulurkan tangannya ke arah Rafka tapi Rafka hanya menggelengkan kepalanya.
"Eh anaknya Samsul, gimana kita mau cari tuh cewek kalo Lo gak punya fotonya."
"Kalo gue punya fotonya gue juga bisa cari dia sendiri, gak usah minta tolong sama kalian."
"Ya udah di mana Lo temuin dia?"
"Gue gak tau tempatnya tapi gue ketemu sama dia itu di jembatan yang udah gak kepake kayaknya karena di sana gak ada kendaraan yang lewat sama sekali, terus juga banyak daun kering yang nutupin jembatan itu."
"Kuntilanak gak sih Do, fix itumah bukan manusia anjir!" Cilvin begitu syok dengan cerita Rafka barusan.
"Dia manusia, gue yakin seratus persen di itu manusia, cuma ya cara ketemunya aja yang gak etis buat kalian ngira dia setan," ucap Rafka.
"Tapi kalian mau gak temenin gue ke sana lagi?"
"Ya gue sih ayo-ayo aja, Lo gimana Vin?" Ridho dan Rafka menatap Cilvin yang hanya diam.
"Hehehe pisss kali ini gue gak ikut," Cilvin mengangkat ke dua jarinya sembari tersenyum.
"Ah lebay Lo Vin masa sama cewek aja takut."
"Bangke Lo Do, gue tau mereka cewek tapi ini ceweknya beda!" Cilvin memukul lengan Ridho membuat sang empu meringis kesakitan.
"Iya, iya terserah Lo deh, kalo mau ikut ayo, kalo gak Lo berarti bukan bagian circle kita lagi," ucap Ridho.
"Bangke Lo Do!"
___________"Raf beneran ini tempatnya?" Ridho melihat sekelilingnya yang penuh dengan pepohonan dan rumput yang menjulang tinggi, jalannya pun sudah di penuhi oleh daun kering, tidak ada apapun di sini selain hewan-hewan kecil dan juga suara air dari sungai.
"Iya di sini, tapi dia lari ke sana," Rafka menunjuk ke arah jalan yang mereka lalui tadi.
"Pulang aja yuk, di sini banyak nyamuk," Cilvin menarik ujung baju Rafka.
"Alasan aja Lo, kita tunggu di sini sampe tuh cewek datang,"Ridho menarik tangan Cilvin supaya anak itu tidak terus sembunyi di balik tubuh Rafka.
____________"Hera kamu mau makan apa?" Tanya Fiola kepada sang anak yang baru saja pulang sekolah. Dari raut wajah Fiola melihat jika Hera sangat kelelahan sekali.
"Apa aja deh Bud," ucap Hera.
"Ya udah kalo gitu Bunda masak dulu ya."
Fiola berjalan ke luar kamar Hera dan menuju ke dapur untuk memasak makanan. Di temani oleh pembantu di rumahnya Fiola mulai memotong sayuran yang akan di masak lalu mencucinya.
"Ibuuu," Rafka memeluk pembantu itu dengan erat, dia sengaja melakukan itu karena di sana ada Fiola biarlah ini pembalasan Rafka kepada Fiola yang sudah membuatnya cemburu.
"Udah pulang?"
"Bu, mau makan dong laper nih," Rafka mengelus perutnya yang rata.
"Kasian banget sih kamu ini, ya udah kamu mau makan apa? Mumpung ibu lagi masak sama nyonya."
"Apa aja deh, yang penting bukan masakan dia, soalnya gak enak," Rafka melihat Fiola yang kini menatapnya marah.
"Huss gak boleh gitu, udah sana kamu mandi dulu nanti biar ibu panggil kamu kalo udah selesai ya," pembantu itu mengelus pundak Rafka dengan lembut.
"Okey, dadah ibu ku yang cantik," Rafka melambaikan tangannya ke arah sang ibu.
"Apa Lo liat-liat?!" Mata Rafka melototi Fiola yang menatapnya. Sedangkan Fiola hanya diam menatap tingkah Rafka.
Berhasil, Rafka berhasil membuat Fiola cemburu, Rafka sudah merobohkan ego Fiola yang menjulang tinggi itu hanya dalam beberapa hari ini saja.
Terutama pada sikap Rafka, Fiola sangat heran dengan sikap Rafka yang suka membangkang kepada suami dan dirinya, suka berkata kasar dan juga melawan. Tapi pada sang pembantu ini Rafka berbeda berbicara lembut dan sepertinya sedikit manja, persis seperti ibu dan anak.
"Bi, bibi udah menghasut Rafka jadi kaya gitu ya?" Tanya Fiola.
"Maksud nyonya?"
"Bibi liat sendiri kan tadi sikap Rafka ke saya sama bibi itu beda."
"Iya saya mengerti nyonya, tapi demi Allah saya tidak menghasut den Rafka nyonya."
"Terus kenapa Rafka nyebut bibi itu 'ibu' dan sikapnya yang pembangkang juga makin parah, dia jadi sering melontarkan kata-kata kasar sama saya."
"Den Rafka menyebut saya ibu karena keinginannya sendiri nyonya, mungkin den Rafka seperti itu karena den Rafka kangen dengan sosok ibu, den Rafka ingin nyonya selalu ada di sisinya memperhatikannya, dan menyayanginya."
"Lain kali tolong bilang sama Rafka jangan panggil bibi 'ibu' karena dia masih mempunyai saya sebagai bunda kandungnya."
"Kenapa tidak nyonya coba bilang sendiri, saya yakin kalo nyonya bilang seperti itu dengan lembut pasti den Rafka nurut."
_________________TBC_________________
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFKA
Teen Fictionkata orang keluarga itu rumah ternyaman untuk pulang, kata orang kasih sayang orang tua itu membuat kita merasa nyaman dan aman, namun tidak semua orang mendapatkan kasih sayang itu, termasuk aku. antara takdir dan doa, mana yang lebih kuat