Hari sudah menjelang siang, tapi pemuda yang bernama Rafka itu masih memejamkan matanya, berbaring di atas kasur empuk kesayangannya dan juga selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.Di kamar Rafka tidak hanya ada sang pemilik kamar saja tapi ada juga Hera yang sedari malam tidur di lantai menemani Rafka yang tengah sakit. Ya benar firasat Hera kemarin sore jika Rafka memang sakit, dan ketika si bibi ke kamar Rafka beliau malah menemukan Rafka yang muntah-muntah di toilet kamarnya sendirian.awalnya dia bingung dengan Rafka yang seperti itu tapi dia baru tau setelah dokter datang ke rumahnya dan mengatakan jika alergi Rafka kambuh.
"Raf, bangun dulu, Lo belum sarapan," ucap Hera.
"Raf, ayo dong bentar lagi dokter ke sini buat cek keadaan Lo, Lo harus makan dulu," Hera sudah berusaha membangunkan Rafka tapi lihatlah anak itu masih setia memejamkan matanya entah masih betah tidur atau hanya pura-pura saja.
"Rafka! Gue hitung sampe tiga kalo Lo gak bangun gue cabut infus Lo ya!"
"Satu," Rafka masih terdiam.
"Dua," Hera sudah memegang tangan Rafka yang tertancap infus tapi anak itu masih belum juga memberikan respon sama sekali.
"Ti---"
"Kesel gue sama lo! Bodo! Lo mau makan atau nggak gue gak peduli!" Hera melangkah keluar dari kamar Rafka tapi saat di depan pintu dia malah berpapasan dengan si bibi.
"Kenapa nona?" Tanya si bibi.
"Tau lah bi, aku udah bangunin dia tapi dianya gak bangun! Aku udh bujuk dia tapi dia gak denger!"
"Kan udah bibi bilang non, ini masih jam sembilan, biasanya kalo den Rafka sakit dia bakalan tidur sampe jam dua belas nanti, jika dia lapar dia pasti akan memanggil bibi."
"Hah? Bi serius? Dia lewatin sarapannya dong?"
"Iya memang non, biasanya kalo sakit Den Rafka itu pas malem hampir gak pernah tidur, pasti aja ada sesuatu yang di rasa entah sakit kepala, apalagi pas alerginya kambuh kaya gini, kalo gak ada non den Rafka itu gak mau di tinggal sendirian katanya sering sesek nafas tiba-tiba."
"Kalo sama bunda dia gini juga gak bi?" Tanya Hera penasaran.
"Tidak, karena tuan dan nyonya tidak pernah pulang, sekalinya pulang itu tengah malam dan paginya langsung berangkat lagi sampe mereka gak tau kalo den Rafka sakit," ucap sang bibi.
"Jadi bener mereka gak pernah pulang? Pantes aja si Rafka nakal minta ampun."
"Ya gitu lah non, kalo ada apa-apa non panggil bibi ya, bibi mau nyuci baju dulu," ucap sang bibi dan di angguki oleh Hera.
Setelah si bibi pergi Hera menatap kamar Rafka dia kembali berjalan gontai masuk ke dalam kamar Rafka mengambil kursi belajar Rafka dan sekarang dia duduk di samping Rafka.
Ada rasa sedih ketika mendengar cerita si bibi tadi, bagaimana bisa Fiola dan Sandi tidak pernah mengutus anak mereka bahkan mereka jarang pulang. Tapi kenapa mereka mau mengangkat Hera sebagai anak angkat mereka jika mereka saja tidak pernah mengurus anaknya sendiri, itu yang sekarang ada di benak Hera sekarang.
Mungkin Rafka nakal juga karena dia kurang kasih sayang dari ke dua orang tuanya, dia menjadi anak nakal seperti ini karena mencari perhatian ke dua orang tuanya yang selalu mengabaikannya. Hera mungkin baru mengenal keluarga ini dia belum tau semua tentang keluarga ini, apa yang sebenarnya mereka sembunyikan sehingga mereka seperti ini.
Kalian tau di dunia ini tidak ada anak yang benar-benar nakal, mereka sebenarnya bukan nakal tapi mereka itu kekurangan kasih sayang, perhatian dan teman, entah itu keluarganya yang bermasalah sehingga anak yang menjadi korban dan kekurangan kasih sayang sehingga mereka mencari perhatian di luaran sana supaya mereka bisa menemukan apa yang kurang di dalam hidupnya.
Dan Rafka juga seperti itu, dia kekurangan perhatian dan kasih sayang dari keluarganya maka dari itu dia mencari semua itu di luaran sana menjadi sesosok remaja yang nakal.
"Halo epribadih! I'm comeback lagi untuk menemani sang pangeran putra mahkota keluarga Sendi yang sedang sakit," Cilvin masuk ke dalam kamar Rafka dengan kedua tangannya yang membawa kantong kresek berwarna putih berputar-putar seperti angin topan sampai mereka tidak menyadari jika ada Hera di sana.
"Eh sapa ni? Cantik banget, halo neng kenalin nama aa Cilvin nama kamu siapa?" Cilvin menjulurkan tangannya ke arah Hera.
"Hera."
"Gue tebak, pasti Lo cewek yang selama ini si Rafka cari kan?" Ridho memotong percakapan antara Hera dan Cilvin.
"Hah? Cewek yang di cari Rafka, maksudnya?"
"Iya selama ini Rafka itu cari-cari Lo neng, dia bahkan rela pulang pergi ke tempat itu sendirian buat ketemu sama Lo, tapi syukur deh kalian udah ketemu," Ridho tersenyum ke arah Hera yang masih mencerna apa yang barusan Ridho ucapkan, dan siapa wanita itu? Ada apa sebenarnya?.
"Makasih ya udah nolongin sahabat kita ini."
"Bukan dia," Hera, Ridho, dan Cilvin menatap Rafka yang sudah membuka matanya ya meskipun mereka melihat jika mata Rafka masih merah.
"Eh coy Lo kenapa bisa sakit gini?" Cilvin menepuk paha Rafka.
"Salah makan."
"Emang Lo abis makan apa sampe alergi Lo kambuh gini?" Sekarang giliran Ridho yang bertanya karena dia juga kepo bukan cuma Cilvin saja.
"Susu, gue gak tau susu yang dia kasih ternyata susu sapi," ucap Rafka.
"Dia? Siapa?" Tanya Cilvin.
"Cewek yang gue cari, kemarin gue ketemu sama dia di cafe Deket jalan itu, dia sama temen-temennya terus pas pulang gue anterin dia ke rumah tapi dia malah ngasih gue susu, gue juga lupa gak baca komposisi nya langsung minum aja."
"Jadi bukan dia?" Tanya Cilvin menunjuk Hera.
"Bukan elah, gue gak tau dia siapa."
"Kalo gak tau kenapa ada di kamar Lo? Jangan bilang dia istri muda Om sendi?"
__________________TBC________________
Maaf ya readers baru bisa up sekarang, stay tune terus ya, hari ini aku mau triple up khusus buat kalian :)
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFKA
Teen Fictionkata orang keluarga itu rumah ternyaman untuk pulang, kata orang kasih sayang orang tua itu membuat kita merasa nyaman dan aman, namun tidak semua orang mendapatkan kasih sayang itu, termasuk aku. antara takdir dan doa, mana yang lebih kuat