Di pagi hari sekolah sudah mulai ramai kedatangan siswa siswi yang akan belajar untuk menimba ilmu untuk masa depan nanti. Memang nilai cuma angka saja tapi angka itulah yang menentukan masa depan kita, nilai akan berguna suatu saat nanti setelah kita tidak bersekolah, di masa depan nanti apalagi di jalan modern seperti ini, pekerjaan apapun pasti bersangkut paut dengan ijasah, dan juga kemampuan kita bukan.Merekapun sama mereka bersekolah dari usia dini agar mereka bisa sukses dengan cara mereka masing-masing.
Seperti satu orang ini berjalan santai di antara siswa-siswi yang sudah lama bersekolah di sana. Banyak sekali orang yang menatapnya heran mungkin karena mereka baru melihat dia atau karena seragam sekolahnya yang berbeda dari mereka, dia tidak tau.
"Emm kak kalo ruang kepala sekolah di mana ya?" Tanya perempuan itu pada dua orang siswa yang berjalan.
"Lo tinggal belok aja ke kanan tar juga ada tulisan di pintunya," ucapnya.
Dia kembali berjalan ke arah tujuannya, setelah sampai di sana tanpa ragu sedikitpun dia mengetuk pintu dan masuk ke dalam.
Mengobrol sebentar dengan kepala sekolah persis seperti yang sudah kenal lama.
"Kamu ganti baju dulu terus nanti saya antar kamu ke kelas ya," ucapnya.
Setelah selesai mengganti seragamnya kini kepala sekolah dan Siswi baru itu kini berjalan menuju ke kelasnya, sudah tidak ada lagi siswa siswi yang berlalu-lalang di lorong sekolah karena mereka semua sudah masuk ke kelas masing-masing untuk menerima pembelajaran hari ini.
"Baik seperti biasa ibu absen dulu, siapa yang tidak masuk?" Tanya sang guru.
"Rafka sakit Bu."
"Sakit apa dia?"
"Alerginya kambuh," ucap Cilvin malas, ya memang malas bagaimana tidak hari Senin, jam pertama langsung pembelajaran matematika, jam ke dua Fisik, lanjut lagi biologi dan di jam terakhir Kimia, tidak enak di otak memang, tapi mau bagaimana lagi itu sudah menjadi kewajiban mereka sebagai seorang pelajar.
"Rafka? Rafka mana ya? Rafka itu bukan si?"
"Kenapa bengong, butuh bantuan?" Teman di sampingnya menyenggol lengan Shakila.
"Ah gak ko, makasih ya."
___________Tok
Tok
Tok"Iya bentar!"
Clek
"Ngapain Lo?"
"Numpang tidur bang heheh," Rafka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sembari tersenyum lebar.
"Kaya yang gak punya rumah aja Lo, sana masuk!" Agisna mempersilahkan sahabat adeknya itu masuk ke dalam rumah, kebetulan juga di rumah ini tidak ada siapapun hanya ada Agisna seorang.
"Gak kuliah bang?" Rafka berjalan di depan Agisna, semena-mena sekali anak satu ini rumah sahabatnya saja sudah di anggap rumahnya sendiri.
"Gak libur gue."
"Terus di rumah ada siapa?"
"Lo gak buta kan? Di sini cuma ada gue doang, berarti gue sendiri lah! Lagian ngapain si Lo numpang tidur di sini? Gak punya rumah Lo?" Agisna itu tipikal orang yang sedikit kasar tapi dia itu sebenarnya baik dan perhatian sekali.
"Kalo gue jujur Lo marah gak?"
"Apaan Lo mau jujur apa? Lo hamilin anak pembantu Lo?" Tebak Agisna asal saja.
"Rumah itu sebenernya, sebenernya di sita karena dulu sertifikat nya pernah gue jadiin jaminan buat minjem uang," Rafka menundukan kepalanya dari wajahnya terlihat gurat sedih den menyesal.
"APA?! ANAK DURHAKA LO YA! RUMAH ORANG TUA LO JADIIN JAMINAN?!"
"Tuh kan marah! Kan gue udah bilang jangan marah!!!" Rafka menghentakkan kakinya kasar ke lantai, matanya sudah memerah karena ingin menangis.
"Tapi, kelakuan Lo di luar prediksi gue anjir! Ngapain Lo lakuin itu hah? Uang dari orang tua Lo kurang? Kan bisa Lo ngomong sama si Cilvin atau si Ridho gak segininya juga Rafka!! Kalo udah gini siapa yang salah hah?!"
"Lo!" Rafka menunjuk Agisna.
"Loh kok gue?!"
"Karena Lo udah percaya gue bohongin, ahahaha mampus Lo bang! Gak bisa tidur malem ini, rasain!" Ucap Rafka dengan nada yang mengejek.
"Sialan Lo bangke!!" Agisna yang tidak terima di bohongi oleh Rafka menampar pipi Rafka tapi yang kena hanya ujung tangannya doang karena Rafka cepat menghindar.
"Sini gak Lo!!"
"Aaaakkkk PAK RT PAK RW TOLONG SAYA MAU DI PERKOSA!!" Teriak Rafka histeris, untunglah rumahnya ini memiliki perendam suara sehingga tetangga tidak mendengar teriakan melengking Rafka.
"Kalo ketangkap gue gorok Lo ya!"
__________Hari sudah larut malam sekali, Rafka pemuda itu kini masih dalam perjalanan pulang dari rumah Cilvin tadi, dia bersikeras ingin pulang dan tidak mau di antaranya oleh siapapun jadi sekarang dia sendirian di tengah kegelapan jalan menuju rumahnya.
Sesampainya di rumah, Rafka langsung masuk saja ke dalam rumahnya karena meskipun di kunci dia masih punya kunci cadangan. Berjalan ke kamarnya.
Celkk
"Ngapain Lo di sini?!" Rafka membuka pintunya Lemar dan melihat ada seorang yang sangat dia kenali kini tengah duduk di atas kasurnya.
"Apa itu?!"
"Apa sih?! Udah sana Lo keluar tar gue baca!" Rafka mengambil amplop yang orang itu berikan dan tanpa di buka sama sekali dia malah menyimpan amplop itu di atas meja belajarnya.
Tanpa rasa bersalah dan melihat wajah Sendi yang di Landa amarah Rafka membuka sepatu yang dia kenakan lalu tertidur dengan posisi terlentang.
Plakk
Plakk
Tamparan-tamparan yang keras terus di layangkan oleh pria paruh baya itu, ke dua tangan Rafka yang di tahan sehingga dia tidak bisa memberontak sama sekali. Posisinya sekarang Rafka itu ada di bawah dan Sendi ada di atas.
"Cuih!! Sakit anjing!" Rafka meludahi Sendi karena Sendi tidak henti-hentinya terus menampar
Rafka.Plakk
"Berani kamu hah?!"
Plakk
"Kamu itu sudah mempermalukan saya?! Tadi ada kepala sekolah ke sini mencari kamu! Dan kamu tau dia bilang jika kamu itu sudah hampir dua Minggu tidak sekolah! Mau jadi apa kamu hah?!"
"Lep--aakhh!"
Sendi tanpa perasaan dia mencekik leher Rafka dengan erat, Rafka dia terus memberontak tangannya yang sudah di lepas pun mencoba untuk menyingkirkan Sendi dari tubuhnya tapi Sendi semakin erat mencekik Rafka alhasil Rafka lemas karena tidak bisa menghirup udara, dia dalam hati Rafka terus berdoa berdoa supaya Sendi segera sadar dari amarahnya dan melepaskan cekikkannya, Rafka belum mau mati Rafka masih ingin hidup di dunia meskipun dunia sangat kejam kepadanya.
Kedua kaki Rafka yang terus menendang angin perlahan mulai menekan, matanya meneteskan air mata.
"AYAHH!!"
Hera, yang melihat itu seketika berlari ke arah mereka mendorong keras tubuh Sendi dari tubuh Rafka hingga cengkraman di leher Rafka terlepas.
"Raf, Raf Lo denger gue kan?!"
Rafka terus mengambil nafas sebanyak-banyaknya meskipun dada dan lehernya terasa sakit, di tambah dengan terkejutnya karena Hera dengan berani melakukan itu.
"Ayah apa apaan sih! Ayah mau Rafka meninggal hah?!" Hera menangis melihat Rafka, dia membangunkan tubuh Rafka menjadi duduk dan memeluknya erat, mencoba melindungi Rafka dari Sendi yang mulai berjalan ke arahnya.
"Ayah stop atau aku panggil Bunda!" Ucap Hera. Bukannya merasa takut Sendi malah seperti semakin gencar untuk melukai Rafka, dia tersenyum sinis melihat Hera yang ketakutan.
__________________TBC________________
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFKA
Teen Fictionkata orang keluarga itu rumah ternyaman untuk pulang, kata orang kasih sayang orang tua itu membuat kita merasa nyaman dan aman, namun tidak semua orang mendapatkan kasih sayang itu, termasuk aku. antara takdir dan doa, mana yang lebih kuat