Rafka anak itu sekarang tengah diam di dalam kamarnya sendirian, menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut bahkan dia melarang siapapun untuk masuk ke dalam kamarnya.
Sudah terhitung sudah dua hari Rafka seperti ini, bukan tanpa alasan dia melakukan ini Rafka hanya saja kesal dengan Nawaf waktu itu ketika dia pingsan di dalam mobilnya Nawaf malah pergi begitu saja tanpa menolong Rafka yang sudah pingsan, jika saja tidak ada supir yang menolong Rafka waktu itu sudah di pastikan Rafka menjadi penghuni mobil kakaknya alias mati.
Clekk
Rafka semakin mengeratkan selimutnya ketika mendengar ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya.
"Dek, jangan gini terus dong, Abang minta maaf ya waktu itu marahin Adek," ucap Nawaf sembari mengusap kepala Rafka yang tertutup selimut.
"Pergi Lo anjing!" Ucap Rafka dari dalam selimut, sedangkan Nawaf mencoba sabar supaya bisa membujuk Rafka yang ngambek mogok makan selama dua hari.
"Dek, gak baik loh bicara kaya gitu ke Abang, udah yuk kita makan dulu, setidaknya kalo---"
"Kalo apa hah?! Kalo gue mati Lo seneng gitu?!" Rafka akhirnya membuka selimut yang membungkus tubuhnya dan menjauh dari Nawaf.
"Dek--"
"APA?! LO BENER-BENER GAK PUNYA HATI YA! SEHARUSNYA LO MIKIR! WAKTU ITU GUE DI PAKSA BANGUN, TERUS LO SERET GUE DI DEPAN UMUM! GUE MALU ANJING! GUE MALU!"
"DALEM MOBIL JUGA LO BANTING GUE SAMPE KEPALA GUE KEJEDOT, TERUS LO REM MENDADAK SAMPE GUE GAK SADAR! APA LO NOLONG GUE WAKTU ITU HAH?! KALO AJA SUPIR GAK NEMUIN GUE MUNGKIN GUE UDAH MATI ANJING!" Rafka meneteskan air matanya yang sudah tidak bisa dia tahan lagi.
"Abang minta maaf, Abang gak sengaja," ucap Nawaf mencoba untuk meraih tangan Rafka namun Rafka menolak dia menepis tangan Nawaf.
"Gue gak mau maafin Lo!" Ucap Rafka.
"Dek, maaf Abang bener minta maaf sama kamu, Abang gak bermaksud kaya gitu Abang cuma marah aja sama kamu karena berantem sampe luka kaya gitu."
"Kalo Lo khawatir sama gue, gak mau gue luka, kenapa Lo lakuin itu pas di rumah sakit?!" Ucap Rafka.
"Hah.. terserah kamu lah, Abang udah capek sama sikap kamu yang kekanak-kanakan, sekarang terserah kamu mau makan atau tidak, Abang udah sabar sama kamu," Nawaf menghela nafasnya, dia berjalan ke ke luar, tapi ketika akan menutup pintu dia malah melihat Rafka yang menangis memukul bantalnya sendiri secara brutal.
"Kenapa den?" Tanya pembantu di rumahnya sekaligus teman untuk Rafka yang di tinggal sendirian oleh keluarganya.
"Kenapa Rafka jadi kaya gitu ya bi?"
"Den Rafka kalo kangen sama kalian tapi telpon atau pesannya gak di bales sama kalian selalu kaya gitu den," ucap sang bibi yang sepertinya sudah tau tentang Rafka lebih dalam di bandingkan dengan dirinya yang notabene adalah Kaka kandungnya sendiri.
"Terus caranya biar tenang gimana bi?"
"Peluk."
Seketika Nawaf terdiam menundukkan kepalanya dalam. Dan setelah itu dia mencoba mendekati Rafka yang masih memukul bantalnya sendiri, dan memeluk Rafka dari depan meskipun Rafka memberontak nawaf tetap memaksa agar kepala Rafka menempel di dadanya.
"Stop, maafin Abang dek," ucap Nawaf. Dan saat itu juga Rafka diam, dia tidak memberontak tapi dia masih menangis.
"Pergi, pergi bang, jangan pedulikan gue, gue cuma anak yang gak berguna yang bisanya cuma nyusahin kalian," ucap Rafka.
"Dek, hey dengerin Abang jangan pernah merasa tidak berguna, sebab tuhan tidak mungkin menciptakan sampah, okey," Nawaf melepaskan pelukannya dan menghapus air mata yang keluar dari mata sang adik.
"Bilang sama Abang, sekarang kamu mau apa hemm?" Tanya nawaf.
"Mau ayah sama bunda," lirih Rafka dia mengatakan itu semua seolah dia tidak percaya dengan permintaanya akan terkabul padahal bisa saja terkabul karena orang tua mereka masih ada di dunia.
"Nanti Abang suruh mereka pulang ya," Nawaf tersenyum lebar di hadapan Rafka.
"Jangan, biarin, biarin mereka pulang sendiri, kalo di paksa yang ada entar mereka malah marah lagi," ucap Rafka, setelah itu dia kembali memeluk Nawaf yang soalnya ternyata pelukan Nawaf sangat nyaman sekali.
"Kita makan dulu ya," bujuk nawaf, tapi hanya di balas gelengan oleh Rafka.
"Sedikit aja ya, Abang suapin mau?" Nawaf terus membujuk Rafka yang menolak semua bujukannya.
"Abang buatin sup ya, Adek kan suka sama sup."
Masih tidak ada balasan dari Rafka. Nawaf melepaskan pelukan Rafka dan betapa terkejutnya Nawaf ketika melihat ternyata Rafka sudah tertidur.
"Ayah jangan lepas," lirih Rafka sembari kembali memeluk
Pinggang Nawaf. Ada sedikit rasa sedih di hati Nawaf ketika Rafka berucap seperti itu.Sepertinya memang Rafka sudah sangat merindukan ke dua orang tuanya pulang.
"Ayah sama bunda Minggu depan pulang dek," ucap Nawaf sembari mengelus rambut Rafka.
_________Hingga pagi pun tiba, Rafka membuka matanya dia merasa ada yang aneh di dalam kamarnya.
"Perasaan tadi malam tuh manusia masih di sini ko udah ilang aja," ucap Rafka.
Dia bangkit dari posisinya berjalan ke luar kamar dan menemui sang bibi di dapur.
"Bi Abang kemana?"
"Den Nawaf sudah berangkat lagi tadi pagi den," ucap pembantu itu.
Rafka terdiam merenung sekarang, benar kan lagi dan lagi mereka melakukan itu lagi, pergi tanpa berpamit kepada Rafka, padahal apa susahnya hanya untuk membangunkan dirinya dan berpamitan.
Sudah lah Rafka sudah cukup kecewa dengan mereka yang katanya sayang tapi malah di tinggalin.
"Ya udah lah bi," dengan perasaan yang kecewa Rafka berjalan ke arah Meja makan dia duduk di sana lalu menyimpan kepalanya di atas lipatan tangan.
"Jangan sedih den kan masih ada bibi," ucap sang bibi.
"Bibi jangan nelpon mereka lagi ya sampe mereka pulang sendiri, kalo nelpon juga jangan di angkat, kalo kirim pesan jangan di bales ya bi," ucap Rafka menatap pembantu di rumahnya itu.
"Iya Aden jangan khawatir, sekarang Aden makan ya," ucap sang bibi namun Rafka hanya menggeleng dan pergi lagi ke kamarnya.
______________________________________
Kalian tidak berfikiran cerita ini Hiatus kan? Semoga aja gak ya, karena cerita ini akan selesai sampai akhir
By selamat menikmati kawan-kawan.
Jangan lupa vote dan komen yang banyak supaya Author lebih semangat nulisnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
RAFKA
Teen Fictionkata orang keluarga itu rumah ternyaman untuk pulang, kata orang kasih sayang orang tua itu membuat kita merasa nyaman dan aman, namun tidak semua orang mendapatkan kasih sayang itu, termasuk aku. antara takdir dan doa, mana yang lebih kuat