10

261 8 0
                                    


"AYAHHH BUNDAAAA!"

"BERISIK ANJING SETAN BANGSAT LO! INI BUKAN HUTAN BABI! LO TAU SOPAN SANTUN GAK HAH?!" Rafka kesal di pagi hari yang cerah ini Rafka sudah di kejutkan dengan adanya makhluk wanita yang umurnya satu tahun di atasnya terus berteriak memanggil ayah dan bundanya menganggu ketentraman otak dan hati Rafka yang tengah kacau.

"Lo siapa? Kenapa Lo ada di sini? Lo maling?" Ucapnya sembari menunjuk Rafka.

"Gue yang punya rumah ini kenapa gak suka sama pergi Lo jauh-jauh kalo gak suka!" Ucap Rafka dengan nada ketus.

"Ini rumah saya bukan rumah kamu!"

Rafka hanya diam, dia kembali fokus memakan sarapannya sendirian tanpa memperdulikan ke dua orang tuanya yang masih belum turun tadi.

"Ayah bunda dia siapa?" Tanyanya kepada sang bunda.

"Dia kakak kamu namanya Rafka, dan Rafka kenalin dia anak bunda, meskipun Hera ini umurnya di atas kamu tapi bunda mau kamu yang jadi kakak nya okey," ucap Fiola.

"Ngurus satu anak aja gak becus, pake so so an ngangkat anak lagi," ucap Rafka.

"Bunda," Hera memeluk Fiola, sepertinya dia akan menangis karena ucapan yang di lontarkan Rafka.

"Heh setidaknya kalo Lo mau jadi bagian keluarga ini mental Lo harus kuat, kalo gak cari keluarga angkat yang lain sana," ucap Rafka.

"Udah ya sayang jangan di dengerin mending kita makan aja ya,"

"Idih yi siying jingin di dingirin mining Kiti mikin iji, huekk najis banget," Rafka terus saja menyindir Fiola dan Hera.

"Apa apaan sih kamu ini!" Ucap Fiola.

"Apa kata Lo? Heh seharusnya Lo mikir dong! Lo itu ngurus satu anak aja gak becus bener bener gak becus jadi jangan so so an deh Lo, pulang ke rumah aja lima tahun sekali. Seharusnya Lo tuh liat dulu keadaan di rumah anak lo ke urus gak hah?! Lo main angkat angkat anak lain lagi mana gak ngasih tau gue, Lo kira hati gue gak sakit hah?! Lo kira gue bakalan Nerima dia? Bahkan kalian minta maaf aja gue gak Sudi maafin!" Ucap Rafka, meskipun dia selalu blak balakan kepada orang tuanya tapi baru kali ini Rafka berbicara seperti itu.

"Anak durhaka kamu ya!"

"Kalian orang tua durhaka! Kalo gak mau punya anak ngapain kalian ngelakuin hal dosa kaya gitu!" Rafka sudah mengepalkan tangannya di atas meja.

"Dah lah cape gue hadapin orang toxic kaya Lo! IBUUUUU!"

Pembantu yang tadinya ada di dapur memasak langsung terbirit-birit ketika mendengar suara Rafka memanggilnya.

"Hehe maaf teriak ya Bu," ucap Rafka sembari tersenyum ramah.

"Gak papa, ada apa hemm?"

"Bu mau ke kamar, bantuin boleh?" Rafka merentangkan tangannya ke arah wanita cantik di hadapannya.

"Kenapa syirik lo hah?! Liat Lo punya anak angkat kan gue juga punya ibu angkat, impas!" Ucap Rafka dengan nada yang mengejek, ya benar benar mengejek lagian siapa suruh buat Rafka iri jadi kan dia juga merasakan apa yang Rafka rasakan.

Pembantu yang di sebut 'ibu' oleh Rafka pun memapah Rafka untuk ke kamarnya. Baru saja lima langkah Fiola baru menyadari jika ada gurat memanjang di kakinya yang di biarkan terekspos.

Ternyata kemarin suaminya Sendi membawa anak itu dalam kondisi terluka tapi kenapa dia tidak memberitahunya untuk memanggilkan dokter kan biasanya juga seperti itu Sendi yang melukai Rafka Fiola yang di suruh menelpon dokter untuk mengobati luka anak itu.

Tapi sekarang luka anak itu sepertinya parah tapi suaminya tidak menyuruhnya untuk memanggil dokter.

"Bunda," Hera memegang pundak Fiola, sontak saja Fiola terkejut dan menatap Hera bingung.

"Ada apa?"

"Seharusnya aku yang tanya sama bunda, bunda kenapa? Bunda kepikiran sama omongan dia?" Ucap Hera meyakinkan firasatnya yang mengatakan jika Fiola sakit hati dengan semua ucapan Rafka tadi.

"Ah gak, gak sama sekali sayang, lagian dia itu udah biasa kaya gitu sama bunda jadi gak terlalu di masukin ke hati," Fiola mengelus rambut Hera dengan lembut dan tersenyum lebar, padahal Senyuman dan perhatian itu sudah lama Rafka nantikan dan Rafka sudah berusaha mati Matian untuk mendapatkan semua yang seharusnya menjadi miliknya, namun lihatlah sekarang, perhatian itu sudah di rebut oleh orang asing yang masuk ke dalam keluarganya, miris sekali memang.

"Biasa? Bunda sama ayah udah biasa di gituin sama dia? Bund, aku aja sakit hati denger semua omongan dia apalagi bunda sama ayah, Aku gak bakalan hal ini terjadi lagi aku harus--"

"Tidak perlu Hera, biar nanti ayah yang urus anak itu," entah datang dari mana Sendi tiba-tiba sudah ada di belakangnya.

"Tapi yah dia itu kurang ajar banget sama kalian, dia, dia gak bersyukur masih punya orang tua, sedangkan hera--" Hera gadis itu meneteskan air matanya.

"Sudah jangan menangis, lebih baik kita makan ya, abis itu ayah ajak kamu ke kantor ayah gimana mau?" Ajak Sendi lembut.

"MANUSIA TOXIC LO PADA!! SAMA ANAK SENDIRI AJA DI ANGGAP SAMPAH, SAMA SAMPAH UDAH DI ANGGAP ANAK SENDIRI!! GUE SUMPAHIN LO SEMUA MATI SECEPATNYA!" Rafka dari atas sana ternyata melihat kemesraan keluarga Cemara dadakan. Dia melakukan itu semua karena dia iri kepada Hera dia tidak mau Hera ada di rumahnya dia tidak mau perjuangannya sia-sia karena ada dia.

"DIAM KAMU!!"

"APA MAU MARAH?! GUE GAK TAKUT ANJING!! DASAR MANUSIA MUNAFIK!" Rafka langsung menghilang begitu saja ketika Sendi akan berbicara lagi. Dia masuk ke dalam kamarnya dan mengunci kamarnya rapat-rapat. Sebenarnya dia juga takut sama omongannya dia sendiri tapi mau gimana lagi jika berbicara halus yang ada sebelum bicara sendi sudah menguburnya hidup-hidup jadi lebih baik seperti ini urusan masalah dosa biar Rafka sendiri yang nanggung.

"Bu, kenapa sih mereka ngangkat anak? Mereka gak mikirin perasaan Rafka apa? Padahal Rafka udah berjuang loh Bu, masa hancur gara-gara dia? Rafka juga capek tau Bu, rasanya Rafka ingin menyerah aja,  dari pada setiap hari terus liat mereka kaya gitu lebih baik Rafka gak ketemu sama mereka lagi," ucap Rafka.

"Kamu gak boleh seperti itu nak, liat ibu, ibu masih ada sama Rafka, kalo Rafka udah nyerah sama perjuangan Rafka selama ini buat mendapatkan kasih sayang mereka, pulang ke ibu ya nak," ibu menggenggam kedua tangan Rafka dengan erat seolah meyakinkan jika dia benar-benar ada untuk Rafka.

"Ibu jangan pergi sebelum Rafka pergi, lebih baik Rafka dulu yang mati dari pada ibu dulu, Rafka gak sanggup kalo di tinggal sama ibu," Rafka memeluk erat tubuh wanita paruh baya itu dengan erat.













_________________TBC_________________

RAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang