8

213 4 0
                                    


"Woy oper ke gue!"

Bola besar yang berwarna oranye itu kini sudah berpindah tangan, di pantul-pantulkan ke lantai sembari berlari melewati musuh yang mencoba untuk mengambil bola.

"Yeyyy!!" Sorak tim sebelah setelah berhasil memasukan satu bola di detik-detik menit terakhir permainan.

"Makin hebat aja Lo mainnya," Ridho menggandeng pundak Rafka.

"Lo juga keren tadi bisa masukin, kalo Lo gak cetak poin pasti kita bakalan imbang hasilnya do," ucap Rafka.

"Ah itumah cuma hoki doang," ucap Ridho.

"DO, RAF SINI!" Teriak Cilvin dari pinggir lapangan, rupanya anak itu sudah lebih dulu mengambil air dan selonjoran di sana.

"Mana minum kita?" Tanya Ridho.

"Nih udah gue sisain," ucap Cilvin memberikan dua botol minuman ke arah temannya.

"Hari ini Lo mau balik gak?" Tanya Cilvin menatap Rafka.

"Kalo gue mau, gue balik," ucapnya.

"Ya udah, tapi malem ini kita nginep di rumah di Ridho yok," ucap Cilvin.

"Widih boleh tuh," bukannya menolak justru Ridho sangat antusias sekali.

"Dia akan pulang."

Seluruh pemain basket tadi menatap orang asing yang entah dari mana datangnya, dengan gagahnya menggunakan stelan jas kantor dia berdiri di hadapan Rafka, Ridho dan Cilvin.

Rafka tidak berbicara, dia bangkit dari tempatnya dan berlari dari lapangan basket, begitupun dengan Sendi dia mengejar Rafka yang kabur dari hadapannya.

"Berhenti kamu Rafka!"

Mereka terus saling kejar-kejaran di lorong sekolah, untunglah di sekolah tidak ada siswa lain lagi karena sudah pulang beberapa jam yang lalu. Mungkin jika masih ada temannya Rafka akan semakin malu di kejar seperti maling seperti ini.

Di dalam hati Rafka terus mengumpat karena di belakang Sendi tidak berhenti mengejarnya, padahal Rafka memilih kabur itu supaya Sendi tidak bisa mengejarnya karena terbatas usia yang sudah memasuki kepala empat, namun ternyata dugaannya salah, lihatlah Sendi masih sanggup untuk mengejar Rafka. Padahal Rafka sudah mulai kelelahan dan juga karena efek tenggelam waktu itu dada Rafka masih terasa sangat sakit.

Karena terlalu fokus dengan Sendi di belakangnya Rafka sampe tidak menyadari jika sudah ada segerombolan orang di depannya dan berujung Rafka menabrak salah satu dari mereka hingga tubuh Rafka terjungkal ke belakang.

"Mau kabur kemana lagi kamu?"

"Gue gak mau pulang! Percuma gue pulang kalo Lo menyiksa gue terus!" Ucap Rafka.

"Itu karena kamu nakal bajingan kecil, kalo kamu jadi anak baik saya pun pasti akan bersikap baik padamu," ucap Sendi.

Bughh

Rafka merasakan sakit di area tengkuknya karena seseorang yang memukulnya hingga Rafka kehilangan kesadarannya.

"JANGAN LO SENTUH TEMEN GUE ANJING!" Ridho berteriak, dia berlari kencang dan menendang salah satu orang dari mereka yang akan menyentuh Rafka.

"Apa-apaan kalian?!" Tanya Sendi geram.

"Om yang apa-apaan, gak liat om ini di sekolah!"

"Terus apa hubungannya dengan kamu hah?!"

"Orang tua gila mana yang nyakitin anaknya sendiri demi kesenangan dirinya sendiri hah?!" Cilvin mendekat ke arah Sendi.

"Jaga ucapanmu! Kamu itu orang asing yang tidak tau apapun jadi berhenti ikut campur urusan orang lain!" Ucap Sendi kesal.

"Siapa orang asing? Om gak nyadar? Selama ini Rafka lebih Deket siapa siapa hah? Saya atau anda?!" Cukup kesabaran Cilvin sudah melebihi batas dia sudah tidak tahan lagi untuk memaki orang tua sahabatnya ini. Tidak cukupkan kemarin dia mencelakai Rafka hingga Rafka kabur dari rumah dan datang ke rumahnya dengan penampilan yang amburadul, wajah yang sudah pucat pasi seperti mayat yang di paksa hidup.

"Diem kan om?! Jadi kalo mau Rafka jadi anak baik minimal ubah sikap Om yang arogan ini," Cilvin menunjuk dada Sendi degan telunjuknya, sedangkan Sendi hanya tersenyum licik.

"Bawa dia," ucap Sendi kepada bawahannya.

"Jangan sentuh dia kalo gak gue bakalan lukai bos Lo pada."

"Kalo kalian gak bawa dia, saya pastikan kalian akan merasakan neraka dunia," ucap Sendi kembali mengancam bawahannya, dan karena lebih takut dengan ancaman Sendi akhirnya mereka semua membawa tubuh Rafka pergi.

"Anjing Lo ya! Awas aja kalo besok gue liat dia luka!" Ridho menarik baju yang di kenakan Sendi.

"Saya tidak takut sama kalian," sendi menghempaskan tangan Ridho dari bajunya. Lalu dia pergi begitu saja.
_________

Di dalam mobil Rafka rupanya sudah membuka matanya. Ketika menyadari dia berada di dalam mobil tentu saja Rafka memberontak memukul menendang ke dua orang yang ada di sampingnya hingga mereka tidak sadarkan diri.

Rafka mendapatkan kesempatan emas tidak mungkin dia sia-sia, Rafka keluar dari mobil meskipun harus mengendap-endap supaya tidak ketahuan oleh bawahan ayahnya yang lain.

"Siapa tau?!"

Rupanya salah satu orang dari mereka menyadari ada orang lain di balik pohon itu. Rafka yang sudah panik takut ketahuan mencoba untuk tenang se tenang mungkin supaya mereka tidak curiga.

"Alah paling penunggu sekolah doang, gak usah di pikirin," ucap salah seorang dari mereka.

"Tapi kayaknya manusia," ucap dia.

"Penunggu sekolah!"

"Manusia!"

"Ya udah kalo gak percaya sana liat sendiri! Kalo gak ada apapun di sana gue sumpahin Lo di gentayangin sama mereka anjir."

Dia sedikit merenung di tempat, antara lihat dan tidak, jika di pikir pun di area ini sama sekali tidak ada orang selain mereka bawahan Sendi yang bertugas jadi mungkin bisa saja benar itu hantu.

Sedangkan di balik pohon itu sendiri Rafka menahan nafasnya karena takut ketahuan, bisa mati muda dia jika tau bawahan Sendi ada yang meninggoy.

Perlahan Rafka melihat ke arah mobil yang berjejer itu, rupanya mereka sudah masuk ke dalam mobil dan ini saat nya Rafka berjalan  mengendap-endap seperti maling supaya bisa keluar dari sana dan kabur dari amukan Sendi.

"Anjing hah hah hah sumpah ya tuh manusia anjir galak kaya gue bukan anaknya aja," ucap Rafka sembari berlari terbirit-birit takut Sendi keburu tau Rafka sudah kabur.

"Kemana nih gue?" Rafka keingungan sendiri ketika melihat jalan yang bercabang antara kiri dan kanan, dia sangat bimbang karena tidak tau tempat ini sama sekali.

"Ah bodo," Rafka memilih jalan ke arah kanan, jalannya yang sepertinya jarang sekali orang-orang lewati karena terbukti dari jalan aspal yang di tutupi oleh dedaunan yang sudah kering. Rafka memelankan larinya dia melirik ke kiri dan ke kanan semakin dia berjalan lebih jauh semakin gelap dan horor juga tempatnya.

"Anjing lah gue dimana ini," ucap Rafka kepada dirinya sendiri, rasanya Rafka ingin menangis saja. Minta tolong pun pada siapa yang ada nanti para begal datang untuk membunuhnya. Hp? Ah jangankan bawa hp sekarang aja dia masih mengenakan Jersey basket otomatis Rafka tidak membawa apapun.













__________________TBC________________

RAFKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang