"Rafkaaaaaaaa, gue gak mau Lo mati duluan, cepet bangun!""Iya Raf ayo dong jangan gini bangun yuk."
Ridho dan Cilvin mereka sudah berusaha untuk membujuk sahabatnya yang katanya mogok makan, iya katanya karena dia hanya mogok makan saja tidak dengan cemilan yang sudah dia makan selama satu Minggu tanpa berhenti. Rafka bukan manusia bodoh yang memaksakan dirinya tidak memakan sesuatu karena Rafka juga masih takut mati.
Setiap pulang sekolah Ridho dan Cilvin sengaja datang ke rumah Rafka untuk membujuk Rafka makan nasi bukan memakan cemilan yang tidak sehat seperti itu.
Brakk
"Pulang kalian!" Ucap seseorang yang mendobrak pintu kamar Rafka, siapa lagi kalo bukan Sendi si kepala rumah tangga yang gila akan kerja.
"Bentar om, si Rafka masih gak mau makan," ucap Ridho.
"Dia biar saya yang urus, cepat kalian pulang," ucap Sendi.
"Raf maaf banget gue pulang dulu ya, bokap Lo ngusir kita," Cilvin berbisik di telinga Rafka yang tertutup melimut.
"Dan satu lagi, kalian jangan terlalu memanjakan dia, saya tidak suka jika nantinya dia malah ngelunjak!" Ucap Sendi. Mereka berdua hanya mengangguk dan berpamitan pulang, entah apa yang akan terjadi nanti kepada Rafka mereka hanya bisa berdoa tidak bisa melakukan apapun lagi selain yang satu itu.
Setelah mendengar suara motor keluar dari pekarangan rumahnya barulah Sendi mendekat ke arah Rafka dia mencoba untuk membuka selimut yang di gunakan Rafka tapi Rafka malah semakin erat mempertahankan selimutnya.
"Apa maksud kamu melakukan ini hah?!" Tanya Gisan.
"Mau jadi apa kamu kalo terus kaya gini? Dari dulu saya selalu ragu kamu bisa meneruskan perusahaan saya yang sudah saya rintis dari kecil jika sikap kamu aja seperti ini!"
"Bangun!" Sendi menarik selimut yang menutupi seluruh tubuh Rafka, sontak Rafka kaget ketika melihat wajah Sendi yang sedang marah besar.
"Apa?! Ngapain pulang! Sana pergi!" Ucap Rafka sembari menangis.
"Ngelunjak kamu ya!" Tanpa aba-aba Sendi menggendong Rafka dengan ala karung beras, Rafka sudah memberontak memukul pundak punggung dan kepala Sendi namun sang empu seolah tuli dia masih tetap berjalan ke arah salah satu kamar yang sangat sepi karena sang pemilik tidak ada di rumah. Sendi berjalan ke arah balkon dan
Byurrrr
Yah Sendi melempar tubuh mungil Rafka dari balkon lantai dua ke kolam berenang yang lumayan cukup dalam sekali.
Sendi menatap Rafka yang kesusahan berenang dari atas sana, kejam sungguh kejam tak bisa di bayangkan jika Sendi salah perhitungan saja pasti tubuh Rafka itu menghantam tanah.
"Ay---" Rafka terus berusaha mempertahankan kesadarannya supaya dia bisa selamat, nafasnya yang sudah tidak beraturan, mata yang sangat merah dan kedua tangan yang sibuk mencari pegangan.
Dua menit sudah Sendi menyaksikan anaknya di dalam kolam itu namun sangat di sayangkan ketika tubuh lemas Rafka yang sudah tidak bisa bergerak dan tenggelam ke dasar kolam Sendi sama sekali tidak bergeming di tempatnya. Membiarkan dan menyaksikan tubuh anak bungsunya itu termakan oleh air.
Setelah puas menyaksikan itu semua, Sendi berjalan santai ke luar ruangan, dia berjalan melewati tangga yang menghubungkan lantai dua dengan lantai satu, wajahnya begitu datar sekali seolah tidak terjadi apapun.
Dan ketika di lantai dasar dia melihat sang istri yang tengah duduk santai di atas kursi dengan majalah di tangannya.
"Panggil dokter," ucap Sendi santai, benar-benar santai sekali seolah tidak takut jika anak bungsu mereka meninggal.
Sendi berdiri di pinggir kolam, dia melepas sepatu dan jas yang dia kenakan lalu menceburkan diri ke dalam kolam untuk membawa tubuh Rafka yang sudah mengambang itu.
"Bangun!" Sendi menepuk-nepuk pipi Rafka sedikit kasar, dia mengambil jas yang dia kenakan tadi dan menutupi tubuh Rafka dengan jas miliknya.
"Astaga mas! Apa yang kamu lakukan!" Sang istri yang melihat suami dan anaknya asah kuyup pun terlihat histeris. Meskipun dia mendengar suara orang yang menceburkan ke dalam air dia masih cuek karena dia pikir anaknya atau suaminya hanya berenang biasa, namun saat melihat ini semua dia jadi panik.
"Di mana dokternya?"
"Udah di depan," ucapnya.
"Suruh ke kamarnya," ucap Sendi.
________Lima menit sudah sang dokter melakukan CPR kepada Rafka dan akhirnya dia berhasil membuat Rafka kembali bernafas meskipun wajahnya yang terkena semburan air yang berasal dari mulut Rafka, Rafka yang merasakan sakit di dadanya terus terbatuk, matanya sedikit terbuka melihat bagaimana wajah cemas sang dokter.
Karena sesak dan sakit di dadanya Rafkapun tidak bisa diam kepalanya terus melihat ke kiri dan ke kanan, tubuhnya yang semula dingin kini berkeringat.
"Maaf ya," ucap dokter itu dengan menahan kepala Rafka.
"Aaaakkk."
"Maaf, tahan sebentar."
__________"Perasaan gue ko jadi gak enak gini ya," ucap Ridho.
Mereka berdua kini sedang berada di salah satu cafe yang tidak jauh dari kompleks perumahan Rafka, mereka sengaja berhenti di sana dulu karena katanya cafe itu baru buka.
"Sama, apa kita balik lagi ke sana aja ya?" Ucap Cilvin.
"Emang boleh?"
"Gak tau sih."
"Apa kita telpon aja?" Ucap Ridho.
"Ya udah coba aja deh," ucap Cilvin.
"Halo, Raf Lo gak papa kan?"
"Dia sedang istirahat, jangan mengganggunya."
Cilvin kaget dengan suara itu langsung saja dia mematikan hpnya secara sepihak, menatap Ridho dengan wajah kaget.
"Kaget gue anjir," ucap Cilvin memegangi dadanya.
"
KAMU SEDANG MEMBACA
RAFKA
Teen Fictionkata orang keluarga itu rumah ternyaman untuk pulang, kata orang kasih sayang orang tua itu membuat kita merasa nyaman dan aman, namun tidak semua orang mendapatkan kasih sayang itu, termasuk aku. antara takdir dan doa, mana yang lebih kuat