06

86 8 0
                                    

Happy Reading guys
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Sudah lebih dari 4 bulan setelah kepergian Aksara, Angkasa tentu saja masih belum dapat kembali memulai sebuah hubungan.
Apalagi ia kehilangan sahabat nya juga karena ia memiliki hubungan dengan orang lain,ia terlalu sibuk berpacaran dan meng hiraukan Aksara.Tidak sepenuhnya seperti itu, namun ia merasa seperti itu. Rasa nya sakit ketika terlalu memaksakan apa yang sebenarnya tidak bisa kita lakukan, mencoba ikhlas yang pada kenyataannya berat untuk melepaskan.

Angkasa duduk termenung di depan jendela kamar nya, melihat luasnya halaman rumah nya. Air mata semesta sudah menetes sejak 2 jam yang lalu, Tuhan saja tidak mengizinkan nya untuk keluar rumah karena hujan begitu lebat. Di temani rintik hujan yang saling bersahutan dan sebuah buku tebal yang jika di baca entah kapan akan berakhir.

Figura seorang pemuda terpanjang cantik di hadapan Angkasa, senyuman pemuda itu tak kalah indah dari bidadari . Namun Angkasa hanya bisa melihat senyuman itu dari foto itu saja, ia sudah pergi. Sosok itu sudah kembali, mendekap Tuhan dan menyisakan sakit dan rasa kehilangan yang mendalam, Angkasa belum bisa memenuhi segala kemauan sang ibu. Ia masih belum bisa memulai semua nya lagi, sakit rasa nya.

Tes tes tes

Bulir bening itu lolos dengan mudah nya, isakan itu terendam oleh suara deras nya hujan milik semesta. Sekuat-kuatnya pondasi, jika terkena badai tetap akan runtuh.

"Aku rasa hanya dengan aku selalu bertemu hujan, aku bisa merasakan kehangatan mu mendekap tubuhku, Sa. " gumaman itu terdengar pelan dan lirih, perasaan sakit nya itu luas biasa

Aksara adalah pemuda penyuka sang hujan, ia bahkan dengan terang-terangan mengatakan hujan adalah bagian dari kebahagiaan nya. Di saat terakhir nya pun, sang hujan lah yang mendekap nya di balik gundukan tanah basah itu. Angkasa bisa menjadi saksi, bahwa hujan begitu mencintai Aksara.

"A-akku b-bbegittu mmenyayangi mu, sssehingga aaaku sssulit uuuntuk melepaskan mmu. "

Angkasa berakhir tertidur karena rasa kantuk yang menyerang, padahal hari masih pagi tapi rasanya sangat malas untuk sekedar membuka mata.

"Bun, Asa mana? Tumben jam segini gak berisik itu bocah?" tanya Arga ketika dirinya baru saja keluar dari kamar nya

"Gak tahu, belum ada tanda-tanda mau keluar kamar. Coba kamu samperin, bunda mau panggil ayah dulu. " Arga mengangguk lantas langsung menuju kamar Angkasa

Arga mencoba membuka pintu itu, pintunya tak di kunci. Dengan lancang nya, Arga langsung masuk kedalam kamar Angkasa. Melihat Angkasa tengah tidur di depan jendela, dengan foto Aksara yang berada pada genggaman nya.

"Kok dia bisa tidur di sini sih?" gumam Arga bertanya-tanya

Arga menelisik wajah sang adik, apakah benar-benar tidur apa hanya sekedar memejamkan mata. Namun diri nya malah di buat salah fokus dengan jejak air mata yang begitu ketara, bahkan anak sungai pun mengering di sepanjang pipi putih sang adik.

"Kamu habis nangis? Kamu kenapa ya Allah? Kalau ada apa-apa cerita sama abang jangan di pendam sendiri. Abang khawatir, abang jadi ngerasa bodoh banget. " Arga terus bertanya-tanya,

Arga menuruni tangga dengan langkah tak bertenaga, melihat adik nya seperti itu membuat Arga jadi tidak memiliki semangat bekerja.

"Kenapa anak mu itu, yah?" tanya sang istri pada suami nya

"Gak tahu bun, bukan nya tadi semangat banget ya?" jawab ayah dengan fokus memperhatikan Arga yang nampak lesu

"Bunda, ayah. Arga ke kantor dulu ya, sebelum itu mau nganterin karisa ke kantor nya juga." pamit Arga lalu pergi begitu saja

Can't Do Without You ||ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang